Tapi jangan salah sangka: ini bukan perang antara "baik" dan "jahat". Sachet punya tempatnya, bagi ibu yang bangun subuh sebelum anaknya, bagi pekerja lembur yang butuh dorongan cepat, bagi mereka yang hidup dalam tekanan sistem yang tak memberi ruang untuk ritual. Yang penting bukan menolak sachet, tapi menyadari makna di balik pilihan kita.
Karena pada akhirnya, kopi (dalam bentuk apa pun) adalah cermin. Ia memantulkan bagaimana kita memperlakukan waktu, tubuh, sesama, dan bumi.
Apakah kita minum kopi untuk melarikan diri dari kehidupan? Atau untuk kembali hadir di dalamnya?
Di antara lesung kayu dan sachet plastik, terletak pertanyaan yang sama: "Apa yang sebenarnya kita cari kenyamanan, atau makna?"
Dan jawabannya, seperti aroma kopi yang menyebar perlahan, akan terasa jelas... jika kita mau menunggu cukup lama untuk menciumnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI