Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

[perspektiflain] Mengapa Komunikasi Dua Arah Jadi Kunci Kebijakan Publik?

4 Oktober 2025   11:51 Diperbarui: 4 Oktober 2025   11:51 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Menurut OECD (2021), negara seperti Selandia Baru dan Finlandia, yang menerapkan komunikasi terbuka dan dialog aktif dengan masyarakat, memiliki tingkat kepercayaan publik di atas 70%, jauh lebih tinggi dibandingkan negara dengan komunikasi sepihak.

Studi dari Pew Research Center (2020) menunjukkan bahwa masyarakat yang dilibatkan dalam diskusi kebijakan cenderung 40% lebih mendukung keputusan pemerintah, bahkan jika keputusan itu kontroversial.

Manfaat komunikasi dua arah jelas. Pertama, Meningkatkan Kepercayaan. Dalam komunikasi dua arah, masyarakat tidak hanya menerima informasi dari pemerintah atau pejabat publik, tetapi juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, pertanyaan, atau kekhawatiran mereka. Ketika suara mereka didengar dan dihargai, rasa percaya terhadap pihak yang berkomunikasi akan meningkat.

Mereka merasa bahwa pemerintah atau pemimpin benar-benar peduli dan terbuka terhadap aspirasi mereka. Hal ini menciptakan hubungan yang lebih harmonis dan saling percaya, yang sangat penting untuk keberlangsungan kebijakan dan stabilitas sosial. Contoh: Saat pemerintah mengadakan forum dialog masyarakat tentang pembangunan infrastruktur, mereka tidak hanya menyampaikan rencana, tetapi juga mendengarkan masukan dan kekhawatiran warga. Respon positif dari masyarakat memperkuat kepercayaan mereka terhadap pemerintah.

Kedua, Mengurangi Salah Paham. Dalam komunikasi satu arah, sering kali terjadi salah pengertian karena pesan yang disampaikan tidak disertai kesempatan untuk klarifikasi. Sebaliknya, komunikasi dua arah memungkinkan adanya dialog langsung, sehingga pihak-pihak yang terlibat dapat bertukar penjelasan, memperjelas maksud, dan mengatasi ketidakjelasan.

Dengan demikian, potensi salah paham yang bisa menimbulkan konflik, ketidakpuasan, atau persepsi yang salah terhadap kebijakan dapat diminimalisir. Contoh: Kalau ada ketidaksepahaman tentang kebijakan kenaikan harga bahan bakar, dialog langsung antara pemerintah dan masyarakat dapat membantu menjelaskan alasan ekonomi dan manfaat jangka panjang, mengurangi kekhawatiran dan resistensi.

Ketiga, Memperkuat Legitimasi. Kebijakan yang dibangun dengan melibatkan masyarakat melalui komunikasi dua arah cenderung dianggap lebih sah dan berwibawa. Ketika masyarakat merasa mereka turut serta dalam proses pengambilan keputusan, mereka lebih cenderung menerima dan mendukung kebijakan tersebut.

Hal ini karena kebijakan tersebut memiliki dasar partisipasi dan legitimasi yang kuat, bukan sekadar keputusan sepihak dari pejabat tanpa memperhatikan suara rakyat. Contoh: Program pembangunan desa yang melibatkan warga dalam perencanaan dan pengambilan keputusan akan mendapatkan dukungan lebih besar karena masyarakat merasa memiliki andil dan tanggung jawab terhadap keberhasilannya. Ini juga meningkatkan rasa memiliki terhadap hasil akhir.

Relevansi di Era Digital

Di era media sosial, di mana informasi (dan disinformasi) berkembang cepat, komunikasi satu arah atau sugar coating bisa menjadi bumerang. Selama pandemi, misalnya, ketidakjelasan data resmi memicu gelombang hoaks di platform seperti X, Tiktok, yang memperburuk kebingungan masyarakat. Menurut laporan Reuters Institute (2023), 55% hoaks terkait pandemi berasal dari kurangnya transparansi komunikasi pemerintah.

Jangan sampai kebiasaan seperti ini terus dibiarkan subur, padahal rakyat sekarang sangat pintar menyimpan jejak digital yang sulit dibantah di kemudian hari. Saatnya pejabat mulai melakukan perbaikan cara berkomunikasi. Jika ada perbedaan selesaikan secara internal, toh duduk di kabinet yang sama.

Kesimpulan: Transparansi adalah Investasi

Komunikasi dua arah bukan sekadar alat, tetapi fondasi untuk kebijakan publik yang kuat. Ketika pejabat memilih berdialog, mendengar, dan menyampaikan fakta tanpa polesan, mereka tidak hanya menyelesaikan konflik data, tetapi juga membangun kepercayaan yang kokoh. Sebaliknya, komunikasi sepihak atau sugar coating hanya menciptakan kabut ketidakpastian yang merugikan semua pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun