Ketiga, Indeks Literasi Empatik. Selain mengukur output dan angka produktivitas, indeks ini menilai seberapa sering pejabat turun ke lapangan dan membaca pengalaman warga sebagai bagian dari proses pengambilan kebijakan. Dengan indikator ini, diharapkan ada peningkatan kesadaran dan komitmen pejabat untuk terlibat langsung dengan masyarakat, sehingga kebijakan yang dihasilkan lebih berakar pada realitas dan empati yang mendalam.
Ini bukan utopia. Ini adalah tuntutan dasar dari pemerintahan yang beradab.
Penutup: Literasi yang Menyentuh Tanah
Gerakan literasi rakyat sudah menyentuh tanah.
Sekarang giliran literasi kelembagaan menyentuh hati.
Jika rakyat bisa membangun pojok baca dari kayu bekas,
maka kementerian seharusnya mampu membangun pojok nurani dari buku-buku yang mengajarkan:
"Kekuasaan yang tidak dibimbing oleh empati adalah kekuasaan yang buta. Dan kebijakan yang buta akan selalu melukai yang tak bersuara."
Mari ubah pojok baca dari sekadar simbol menjadi sumber jiwa kebijakan.
Karena bangsa ini tidak butuh pejabat yang pandai mengutip data,
tapi pejabat yang berani membaca penderitaan, lalu berubah karenanya.
Bukan hanya membaca buku. Tapi membaca rakyat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI