Namun, indikator tidak langsung bisa kita lihat dari berbagai fenomena. Survei UNESCO menyebutkan, hanya 0,001% penduduk Indonesia yang benar-benar gemar membaca buku. Di media sosial, pejabat sering lebih sibuk memamerkan mobil mewah, perjalanan ke luar negeri, atau makan enak daripada menunjukkan minat membaca buku. Tidak ada program wajib baca bagi pejabat dalam pelatihan kepemimpinan nasional, padahal ini seharusnya menjadi bagian dari pengembangan pemimpin berkualitas.
Kasus penyitaan buku "berhaluan kiri" tanpa pernah membacanya adalah gambaran betapa rendahnya tingkat literasi kritis di kalangan aparat keamanan dan birokrat. Mereka takut terhadap ide karena tidak mampu memahami atau mengkritisinya. Kebijakan yang dihasilkan pun cenderung dangkal dan reaktif, tidak didukung oleh kajian literatur yang mendalam.
Padahal, pemimpin yang lahir dari pendidikan bermutu adalah pemimpin yang terbiasa membaca, merefleksikan, dan mengambil keputusan berbasis bukti dan nilai. Jika sistem pendidikan kita tidak menumbuhkan kebiasaan ini sejak dini (di sekolah dasar hingga perguruan tinggi) bagaimana mungkin kita berharap pejabat hari ini menjadi teladan literasi?
Pendidikan Bermutu: Jembatan Antara Angka dan Realitas
Apa makna angka 73,52% di tengah realitas ini?
Jika kita melihat dari sisi teknis, mungkin memang benar bahwa kemampuan dasar membaca dan menulis di Indonesia membaik. Tapi, pendidikan bermutu tidak diukur dari angka melek huruf, melainkan dari kemampuan lulusannya untuk berpikir, berempati, dan bertindak dengan integritas.
Indeks PISA 2022 menempatkan Indonesia di posisi ke-68 dari 81 negara dalam literasi membaca, dan hanya 17% siswa mampu memahami teks yang kompleks. Rata-rata buku yang dibaca orang Indonesia per tahun pun hanya sekitar 5-6 judul, itu pun sebagian besar buku pelajaran, komik, atau novel ringan.
Ini adalah cermin dari sistem pendidikan yang belum bermutu: kurikulum yang padat konten tapi dangkal makna, guru yang kelelahan mengajar demi target administratif, dan sekolah yang lebih fokus pada kelulusan ujian daripada pembentukan karakter intelektual.
Pendidikan bermutu adalah yang: Pertama, Bisa Berkembang Melalui Usaha dan Refleksi. Pendidikan bermutu dimulai dari penanaman kepercayaan bahwa kemampuan dan potensi manusia tidak bersifat statis, melainkan dapat berkembang melalui usaha, kegigihan, dan refleksi diri. Learning mindset mengajarkan bahwa setiap individu, termasuk siswa, memiliki kapasitas untuk belajar dan tumbuh, asalkan diberikan peluang dan dukungan yang tepat.
Pendekatan ini mendorong peserta didik untuk tidak mudah menyerah, menghargai proses, dan melihat kegagalan sebagai bagian dari perjalanan menuju keberhasilan. Dengan menanamkan mindset ini, pendidikan tidak hanya berorientasi pada hasil akhir, tetapi juga pada proses belajar yang berkelanjutan, sehingga melahirkan generasi yang resilient dan berjiwa inovatif.
Kedua, Mendorong Deep Learning: Pembelajaran yang Menghubungkan Disiplin Ilmu, Relevan dengan Kehidupan, dan Menyentuh Hati. Deep learning menuntut peserta didik untuk melampaui pemahaman superficial dan mengintegrasikan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu secara holistik. Pembelajaran ini menekankan pentingnya pengaitan antara teori dan praktik, sehingga siswa mampu menerapkan ilmunya dalam konteks kehidupan nyata.