Di Ujung Kapur, Kau Tulis Asa
Di ruang kelas yang retak atapnya,
kau berdiri, lusuh seragam, tapi tegak jiwanya.
kapurmu gores papan tulis yang pudar,
mengukir harapan di dada anak negeri yang kelam.
Tak peduli gaji yang tak mencukupi, kau tetap datang,
karena panggilan hati lebih besar dari upah.
Di desa terpencil, tanpa listrik, tanpa buku,
kau susun modul dari kertas bekas,
dengan tinta habis, kau tulis ilmu yang tak habis.
Anak-anakmu datang dengan perut kosong,
tapi kau ajarkan matematika dengan senyum,
seolah dunia ini milik mereka kelak.
Kau bukan ASN dengan gaji tetap,
bukan pula pejabat yang duduk di ruang ber-AC.
Kau guru honorer, tanpa jaminan pensiun,
tapi kau hadir lebih awal, pulang paling akhir.
Les gratis di teras rumah,
kau beri tanpa pamrih, tanpa hitungan jam.
Kau bermimpi pendidikan yang adil,
di mana anak nelayan setara dengan anak menteri.
Di mana bocah pedalaman bisa jadi ilmuwan,
dan perempuan desa bisa raih doktor.
Dengan setiap huruf yang kau ajar,
kau bangun Indonesia yang lebih bermartabat.
Pada serak suaramu ada asa yang menyala
pada dada-dada anak negeri
yang dengan riang menyimak
siap meraih masa meski dalam remang
karena percaya pada cahya suluhmu.