Dua Wajah Tari Sekar Jagat
[cerita horor ini hanyalah pengembangan imajinatif dari hasil kunjungan siswa SMK Kesehatan Binatama Sleman ke Kantor/Pabrik Lulur Sekar Jagat di Denpasar. Konon Sekar Jagat merupakan tarian penyambutan selamat datang terhadap para pejabat. Berbarengan dengan itu, ada demo besar-besaran di Pati, Jawa Tengah, rakyat yang menolak pemimpinnya. Saya mencoba menulis versi yang berbeda tentang tari penyambutan kepada rakyat yang demo, melalui diri seorang cleaning servis yang kesurupan]
Denpasar.Â
Pukul 00.15, Kamar 1005 The Mangga Hotel bergetar. Bukan oleh gempa, tapi jeritan melengking yang mengoyak sunyi. Seorang gadis cleaning service bernama Sari terguling di lantai marmer, tangannya mengepal seperti cakar, matanya terbalik hingga hanya putihnya yang kelihatan. Mulutnya berbusa, suaranya parau berubah menjadi desisan kuno: "Sekar Jagat... harus tari... tamu dari Mataram harus dijemput..."
Di luar jendela, kota masih gelap. Tapi di balik tirai kabut pagi, kota sudah berdarah. Â
Pagi yang Terbelah
Sari tidak sendiri. Tiga staf hotel berdiri kaku di ambang pintu, napas tertahan. Mereka melihat tubuh kurus Sari menari, tidak, digerakkan. Gerakannya kaku, seperti wayang yang tali-talinya ditarik oleh tangan tak kasatmata. Kaki kanannya menginjak udara, lalu terhuyung ke kiri, tangan kiri menyemburkan tumpengan imajiner ke arah koridor. Itu adalah Sekar Jagat, tarian penyambutan khas Yogyakarta. Tapi gerakannya salah. Terlalu kaku. Terlalu marah. Â
"Wajib... dijemput... dengan tari... atau... darah mengalir..."Â desis Sari, suaranya berganti-ganti antara suara anak muda dan renta. Di lehernya, urat-urat menonjol seperti ular kecil yang ingin keluar. Â
Di luar, dentuman mulai terdengar. Â
Pasar Induk kota itu sudah jadi medan perang. Ratusan orang (petani, buruh, ibu-ibu pasar) bermuka murka menggeruduk kantor bupati. Mereka bukan lagi berdemo. Mereka menghakimi. Â