Dan di sudut, Andriamangarira tersenyum: "Lihatlah Batuan Madiova."
Lalao berlari ke ruang bawah tanah. Batuan itu retak, garis tipis membelah permukaannya. "Jika retak ini bertambah, Madagascar akan terpecah,"Â bisik suara leluhur.
Esok pagi, Lalao mengundang semua pemimpin oposisi ke Mahazoarivo. Di bawah Tafiditra, ia menunjukkan retakan Batuan Madiova. "Ini bukan tentang kita. Ini tentang janji yang kita langgar."
Mereka diam. Seorang pemimpin oposisi (yang dulu menghujatnya di media) menyentuh retakan itu, lalu menangis: "Aku lupa. Kita semua lupa."
Rahasia di Bawah Tafiditra
Beberapa bulan kemudian, saat renovasi Mahazoarivo, pekerja menemukan kotak kayu hazofotsy terkubur di bawah Tafiditra. Di dalamnya, surat Razafindrahety tahun 1947: "Jika suatu hari Madagascar terpecah, carilah di sini. Kunci persatuannya ada pada 12 Suku, bukan pada pemerintah."
Di bawah surat itu, tergulung Peta Suku yang hilang sejak 1896, saat Prancis menghancurkan kerajaan Merina. Peta itu menunjukkan wilayah 18 suku dengan simbol fihavanana di setiap perbatasan, bukti bahwa persatuan Madagascar bukan khayalan, tapi warisan leluhur.
Lalao membagikan peta itu ke seluruh desa. Di Morombe, Fara (dari cerita sebelumnya) mengukirnya di kain lamba. Di Ilakaka, Zafy memahatnya di batu safir. Di Andringitra, Rakoto menyanyikannya dalam hira gasy.
Dan di Mahazoarivo, Batuan Madiova mulai sembuh, retakannya tertutup lumut hijau, seperti luka yang akhirnya diampuni.
Epilog: Jiwa yang Tak Pernah Tidur
Malam ini, seperti setiap malam, angin berbisik di Mahazoarivo. Di ruang kerja, PM berikutnya (muda, tak berpengalaman, gemetar menghadapi krisis baru) duduk di depan Tafiditra.
Lampu padam.