Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[serinostalgia] Mahazoarivo: Jiwa yang Tak Pernah Tidur

9 Agustus 2025   21:45 Diperbarui: 9 Agustus 2025   21:58 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan di sudut, Andriamangarira tersenyum: "Lihatlah Batuan Madiova."

Lalao berlari ke ruang bawah tanah. Batuan itu retak, garis tipis membelah permukaannya. "Jika retak ini bertambah, Madagascar akan terpecah," bisik suara leluhur.

Esok pagi, Lalao mengundang semua pemimpin oposisi ke Mahazoarivo. Di bawah Tafiditra, ia menunjukkan retakan Batuan Madiova. "Ini bukan tentang kita. Ini tentang janji yang kita langgar."

Mereka diam. Seorang pemimpin oposisi (yang dulu menghujatnya di media) menyentuh retakan itu, lalu menangis: "Aku lupa. Kita semua lupa."

Rahasia di Bawah Tafiditra

Beberapa bulan kemudian, saat renovasi Mahazoarivo, pekerja menemukan kotak kayu hazofotsy terkubur di bawah Tafiditra. Di dalamnya, surat Razafindrahety tahun 1947: "Jika suatu hari Madagascar terpecah, carilah di sini. Kunci persatuannya ada pada 12 Suku, bukan pada pemerintah."

Di bawah surat itu, tergulung Peta Suku yang hilang sejak 1896, saat Prancis menghancurkan kerajaan Merina. Peta itu menunjukkan wilayah 18 suku dengan simbol fihavanana di setiap perbatasan, bukti bahwa persatuan Madagascar bukan khayalan, tapi warisan leluhur.

Lalao membagikan peta itu ke seluruh desa. Di Morombe, Fara (dari cerita sebelumnya) mengukirnya di kain lamba. Di Ilakaka, Zafy memahatnya di batu safir. Di Andringitra, Rakoto menyanyikannya dalam hira gasy.

Dan di Mahazoarivo, Batuan Madiova mulai sembuh, retakannya tertutup lumut hijau, seperti luka yang akhirnya diampuni.

(olahan Chat GPT, dokpri)
(olahan Chat GPT, dokpri)

Epilog: Jiwa yang Tak Pernah Tidur

Malam ini, seperti setiap malam, angin berbisik di Mahazoarivo. Di ruang kerja, PM berikutnya (muda, tak berpengalaman, gemetar menghadapi krisis baru) duduk di depan Tafiditra.

Lampu padam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun