Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(RIP) Kwik Kian Gie dan Jiwa yang Tak Pernah Diam: Sebuah Penghormatan pada Penjaga Nurani Bangsa

29 Juli 2025   17:26 Diperbarui: 29 Juli 2025   17:26 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedua, Kwik memperlakukan ilmu pengetahuan (terutama ilmu ekonomi) bukan sebagai alat legitimasi kekuasaan, tetapi sebagai cermin yang terus mengoreksi kekuasaan. Di saat banyak akademisi memilih diam atau menyelaraskan pendapatnya demi jabatan, Kwik justru lantang menyampaikan kritik, meski ia sendiri pernah berada dalam lingkaran kekuasaan. Ia tidak anti-pemerintah, tetapi selalu pro-kebenaran. Di sinilah letak integritasnya: berani menyanggah, bahkan terhadap institusi yang pernah ia bela, demi menjaga marwah ilmu dan suara publik.

Ketiga, dan yang paling dalam, adalah pelajaran tentang patriotisme yang kritis. Kwik menunjukkan bahwa mencintai bangsa bukan berarti setuju pada segala hal. Cinta bukan tunduk buta, melainkan keberanian untuk mengatakan yang benar, meski menyakitkan, meski tidak populer, dan meski harus sendirian. Inilah bentuk nasionalisme yang tak membungkus diri dalam jargon, tetapi dalam nurani dan nalar.

Di tengah dunia yang makin bising oleh polarisasi dan kepentingan, warisan Kwik Kian Gie mengajarkan kita untuk berpikir jernih, berpihak secara adil, dan berani bersuara. Bukan demi kekuasaan, tapi demi manusia. Bukan demi popularitas, tapi demi kebenaran. Ia meninggalkan kita bukan hanya dengan pemikiran, tapi dengan sikap. Dan sikap itulah yang seharusnya terus kita rawat sebagai bagian dari warisan bangsa.

Seruan untuk Generasi Muda: Jangan Biarkan Integritas Padam

Di tengah dunia yang semakin materialistis, warisan Kwik Kian Gie terasa makin langka. Tapi justru karena itu, ia harus menjadi kompas.

Untuk para ekonom muda: jangan hanya pintar menghitung, tapi juga berani menilai.
Untuk para politisi muda: jangan takut bersuara, meski itu melawan arus.
Untuk para mahasiswa: jangan hanya belajar teori, tapi belajar berdiri.

Karena Kwik Kian Gie bukan sekadar nama di buku sejarah. Ia adalah undangan, untuk menjadi lebih dari sekadar ahli, untuk menjadi manusia yang berintegritas.

Penutup: Selamat Jalan, Penjaga Akal Sehat

Selamat jalan, Bapak Kwik Kian Gie.
Engkau tidak pergi begitu saja.
Jejakmu bukan hanya di kebijakan, di buku, atau di gedung sekolah.
Jejakmu ada di hati mereka yang masih percaya bahwa kebenaran itu penting.
Bahwa keadilan itu mungkin.
Bahwa seorang manusia bisa tetap berdiri, meski dunia berusaha membuatnya tunduk.

Kami yang pernah membaca tulisanmu, mendengar suaramu, dan merasakan keteguhanmu, berjanji:
Integritas itu tidak akan padam.
Karena kami, yang kau tinggalkan, akan terus bicara untuk rakyat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun