Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(RIP) Kwik Kian Gie dan Jiwa yang Tak Pernah Diam: Sebuah Penghormatan pada Penjaga Nurani Bangsa

29 Juli 2025   17:26 Diperbarui: 29 Juli 2025   17:26 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kwik Kian Gie dan Jiwa yang Tak Pernah Diam: Sebuah Penghormatan pada Penjaga Nurani Bangsa

Di tengah hiruk-pikuk kekuasaan yang sering kali membutakan akal sehat, ada satu suara yang tetap lirih, namun tak pernah goyah: suara Kwik Kian Gie. Ia bukan hanya ekonom, bukan hanya menteri, bukan hanya pendiri sekolah bisnis. Ia adalah penjaga nurani, seorang intelektual yang berdiri di garis depan kebenaran, meski harus sendirian.

Kini, di usia 90 tahun, beliau pergi. Tapi seperti kata Om Mezra dalam tulisannya yang menyentuh (https://www.kompasiana.com/merzagamal8924/68880de5ed641553ea5750f2/in-memorian-kwik-kian-gie-ekonom-nurani-yang-tak-tunduk-pada-kekuasaan?), kepergian Kwik bukan akhir. Ia adalah awal dari sebuah pertanyaan yang menggema: siapa yang akan bicara untuk rakyat jika semua ekonom diam demi jabatan?

Om Mezra dan Narasi yang Menghidupkan Jiwa Kwik Kian Gie

Tulisan Om Mezra tentang Kwik Kian Gie bukan sekadar obituari. Ia adalah sebuah refleksi yang penuh empati, kejelian, dan keberanian moral. Dalam narasinya, Om Mezra tidak hanya menggambarkan sosok seorang ekonom, tetapi menangkap jiwa Kwik Kian Gie, sosok yang lembut dalam suara, namun tajam dalam kebenaran.

Dengan gaya yang humanis dan penuh penghargaan, Om Mezra mengajak kita kembali ke masa ketika jargon trickle down effect dan liberalisasi pasar dianggap sebagai jawaban atas segala masalah ekonomi. Di tengah arus besar itu, Kwik Kian Gie justru berdiri tegak, bukan sebagai penentang yang emosional, tetapi sebagai penanya yang tak pernah puas. Ia bertanya: siapa yang diuntungkan? Siapa yang dikorbankan? Dan ke mana arah negeri ini?

Om Mezra berhasil menangkap esensi itu: bahwa Kwik bukan sekadar menolak utang luar negeri atau kritik terhadap IMF, tetapi ia menolak ketergantungan. Bukan hanya pada modal asing, tapi pada kekuasaan yang tidak berpihak pada rakyat. Dalam tulisannya, Om Mezra tidak hanya mengenang, ia menghidupkan kembali semangat Kwik, mengingatkan kita bahwa ekonomi bukan soal angka, tapi soal keadilan.

(sumber: kompas)
(sumber: kompas)

Seorang Pemikir yang Berdiri di Sisi Rakyat

Lahir di Juwana, Pati, pada 11 Januari 1935, Kwik Kian Gie bukan berasal dari lingkaran elit. Ia belajar ekonomi di Belanda, tapi hatinya tetap di tanah air. Ia bukan akademisi yang terjebak dalam menara gading, bukan birokrat yang takut bersuara. Ia adalah public intellectual, seorang pemikir yang tahu bahwa ilmu bukan untuk memperkuat kekuasaan, tapi untuk memperkuat rakyat.

Di masa Orde Baru, ketika kritik bisa berujung penjara, Kwik menulis di Kompas. Tulisannya tajam, namun penuh akal sehat. Ia mengingatkan bahwa utang bukan solusi, bahwa pertumbuhan yang tidak menyentuh rakyat kecil hanyalah angka kosong. Ia menyoroti bagaimana konglomerat dan oligarki menguasai sumber daya, sementara petani dan nelayan terus terpinggirkan.

Yang luar biasa, ketika Reformasi datang dan ia dipanggil menjadi Menteri Koordinator Ekonomi (1999-2000), lalu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (2001-2004), ia tidak berubah. Jabatan tidak mengubah prinsipnya. Ia tetap mengkritik, tetap mempertanyakan, tetap menolak kebijakan yang merugikan rakyat. Bahkan, ia rela mengundurkan diri ketika kebijakan negara berbelok dari nilai-nilai yang ia pegang.

Itulah yang membuatnya berbeda: integritas bukan sekadar kata, tapi pilihan. Dan pilihannya selalu jelas, di sisi rakyat.

(sumber: detik)
(sumber: detik)

Warisan yang Tak Terlihat: Integritas dan Keberanian

Kwik Kian Gie tidak pernah mencari penghormatan. Tapi justru karena itulah ia dihormati. Saat banyak pejabat mengejar pengaruh, ia memilih untuk berdiri. Saat banyak ekonom menyesuaikan analisis dengan kepentingan pemerintah, ia tetap setia pada data dan hati nuraninya.

Dalam dunia yang semakin pragmatis, Kwik adalah anomali yang mulia. Ia percaya bahwa ekonomi harus berpihak. Bahwa ilmu harus menjadi cermin bagi kekuasaan, bukan alatnya. Bahwa keberanian berpikir kritis adalah bentuk tertinggi dari cinta kepada bangsa.

Dan ketika ia mendirikan Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII) (kini dikenal sebagai Kwik Kian Gie School of Business) ia tidak sedang membangun sekolah bisnis biasa. Ia sedang menanam benih: bahwa pemimpin masa depan harus punya kecerdasan, tapi juga keberanian; punya strategi, tapi juga nurani.

Ketika Suara Itu Berhenti, Maka Tugas Kita Baru Dimulai

Pada 28 Juli 2025, pukul 22.00 WIB, Kwik Kian Gie menghembuskan napas terakhir. Duka menyelimuti banyak pihak, dari politisi lintas partai, ekonom, hingga jurnalis. Sandiaga Uno menyebutnya sebagai "mentor yang tak pernah lelah memperjuangkan kebenaran." Hendrawan Supratikno dari PDIP menyebutnya sebagai "ekonom berintegritas tinggi."

Tapi yang paling terasa bukan duka, melainkan kesadaran: kita kehilangan penjaga akal sehat bangsa.

Dan di sinilah letak harapan: bahwa tulisan Om Mezra, yang menghidupkan kembali suara Kwik, bukan hanya untuk mengenang, tapi untuk mengajak. Mengajak generasi muda (para ekonom, politisi, mahasiswa, aktivis) untuk mewarisi bukan hanya pemikirannya, tapi keberaniannya.

Karena jika semua ekonom diam demi jabatan, siapa yang akan bicara untuk rakyat?

Apa yang Kita Warisi dari Kwik Kian Gie?

Lebih dari sekadar teori ekonomi, warisan pemikiran dan keteladanan moralnya menjelma menjadi obor bagi keberpihakan dan keberanian berpikir.

Dalam pusaran sejarah ekonomi Indonesia, nama Kwik Kian Gie tak hanya muncul sebagai ekonom ulung atau mantan pejabat negara. Ia hadir sebagai sosok intelektual yang teguh, tak pernah takut menyuarakan yang benar meski berhadapan dengan gelombang kekuasaan atau opini publik yang berseberangan. Kini, ketika kita menoleh ke belakang, warisan Kwik tidak berhenti pada angka dan data, tetapi pada nilai-nilai mendalam yang jauh lebih abadi dan relevan.

Pertama, ia menegaskan bahwa ekonomi tidak pernah netral. Ekonomi bukan sekadar kalkulasi untung rugi atau pertumbuhan angka-angka makro. Bagi Kwik, ekonomi selalu berurusan dengan manusia, dan karena itu ia harus berpihak. Ia harus memilih: kepada yang kuat atau yang lemah. Dan Kwik memilih yang lemah, para petani kecil, buruh, nelayan, UMKM, dan kelompok-kelompok yang kerap dipinggirkan dalam narasi pembangunan. Dalam era ketika kebijakan sering tunduk pada tekanan pasar atau kepentingan elit, keberpihakan seperti ini menjadi bentuk keberanian yang langka.

Kedua, Kwik memperlakukan ilmu pengetahuan (terutama ilmu ekonomi) bukan sebagai alat legitimasi kekuasaan, tetapi sebagai cermin yang terus mengoreksi kekuasaan. Di saat banyak akademisi memilih diam atau menyelaraskan pendapatnya demi jabatan, Kwik justru lantang menyampaikan kritik, meski ia sendiri pernah berada dalam lingkaran kekuasaan. Ia tidak anti-pemerintah, tetapi selalu pro-kebenaran. Di sinilah letak integritasnya: berani menyanggah, bahkan terhadap institusi yang pernah ia bela, demi menjaga marwah ilmu dan suara publik.

Ketiga, dan yang paling dalam, adalah pelajaran tentang patriotisme yang kritis. Kwik menunjukkan bahwa mencintai bangsa bukan berarti setuju pada segala hal. Cinta bukan tunduk buta, melainkan keberanian untuk mengatakan yang benar, meski menyakitkan, meski tidak populer, dan meski harus sendirian. Inilah bentuk nasionalisme yang tak membungkus diri dalam jargon, tetapi dalam nurani dan nalar.

Di tengah dunia yang makin bising oleh polarisasi dan kepentingan, warisan Kwik Kian Gie mengajarkan kita untuk berpikir jernih, berpihak secara adil, dan berani bersuara. Bukan demi kekuasaan, tapi demi manusia. Bukan demi popularitas, tapi demi kebenaran. Ia meninggalkan kita bukan hanya dengan pemikiran, tapi dengan sikap. Dan sikap itulah yang seharusnya terus kita rawat sebagai bagian dari warisan bangsa.

Seruan untuk Generasi Muda: Jangan Biarkan Integritas Padam

Di tengah dunia yang semakin materialistis, warisan Kwik Kian Gie terasa makin langka. Tapi justru karena itu, ia harus menjadi kompas.

Untuk para ekonom muda: jangan hanya pintar menghitung, tapi juga berani menilai.
Untuk para politisi muda: jangan takut bersuara, meski itu melawan arus.
Untuk para mahasiswa: jangan hanya belajar teori, tapi belajar berdiri.

Karena Kwik Kian Gie bukan sekadar nama di buku sejarah. Ia adalah undangan, untuk menjadi lebih dari sekadar ahli, untuk menjadi manusia yang berintegritas.

Penutup: Selamat Jalan, Penjaga Akal Sehat

Selamat jalan, Bapak Kwik Kian Gie.
Engkau tidak pergi begitu saja.
Jejakmu bukan hanya di kebijakan, di buku, atau di gedung sekolah.
Jejakmu ada di hati mereka yang masih percaya bahwa kebenaran itu penting.
Bahwa keadilan itu mungkin.
Bahwa seorang manusia bisa tetap berdiri, meski dunia berusaha membuatnya tunduk.

Kami yang pernah membaca tulisanmu, mendengar suaramu, dan merasakan keteguhanmu, berjanji:
Integritas itu tidak akan padam.
Karena kami, yang kau tinggalkan, akan terus bicara untuk rakyat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun