Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

UMKM Itu Tidak Satu Jenis: Refleksi dari Diskusi dengan Bapak Mezra Gamal

29 Juni 2025   21:42 Diperbarui: 29 Juni 2025   21:42 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bayangkan jika kita memberikan alat bajak modern kepada petani padi ladang yang lahannya tidak bisa dijangkau traktor," ujar Mezra, mencoba menggambarkan ironi ini.

Lirikan Bank, Bidikan Pasar

Kita juga membicarakan bagaimana perbankan sering kali memperlakukan UMKM sebagai segmen homogen. Padahal, bank memiliki produk pembiayaan yang berbeda untuk bisnis skala mikro dan menengah. Sayangnya, karena kurangnya verifikasi yang benar-benar mendalam, banyak pelaku usaha mikro yang masuk ke sistem kredit usaha kecil atau menengah, dan akhirnya gagal bayar karena beban cicilan tak sesuai kapasitas usaha mereka.

"Bank lihat UMKM sebagai target statistik, bukan sebagai mitra pertumbuhan," ucap Mezra getir.

Sementara itu, dalam dunia pasar dan digitalisasi, UMKM menengah sudah mulai naik kelas, memanfaatkan platform digital, ekspor online, bahkan menggunakan teknologi manajemen stok. Sementara usaha mikro masih berkutat dengan catatan manual dan transaksi tunai.

Di sinilah letak pentingnya perlakuan yang berbeda. UMKM mikro butuh pendampingan intensif, akses ke pasar lokal, dan dukungan infrastruktur dasar. UMKM kecil butuh pelatihan manajerial dan akses modal kerja. Sementara UMKM menengah membutuhkan akses ke rantai pasok global, pendampingan ekspor, serta insentif pajak yang cerdas.

Gaji Karyawan: Titik Rawan Salah Kaprah

Diskusi kami lalu beralih ke isu yang dekat dengan operasional UMKM: penggajian karyawan.

Mezra menunjukkan fakta bahwa banyak UMKM yang masih menggunakan sistem gaji informal karena keterbatasan arus kas, padahal usahanya sudah naik level. Di sisi lain, ada juga usaha mikro yang dipaksa tunduk pada regulasi upah minimum provinsi (UMP), meskipun struktur biaya dan kapasitas usahanya belum memadai.

"Jika kita tidak mengklasifikasikan UMKM dengan benar, maka kebijakan ketenagakerjaan akan justru menjerat mereka yang paling rentan," ujarnya.

Misalnya, sebuah warung nasi kecil dengan dua karyawan tetap dipaksa mengikuti aturan penggajian formal yang sebenarnya dirancang untuk perusahaan besar. Sementara toko elektronik menengah dengan puluhan karyawan justru mendapat dispensasi karena dianggap "masih UMKM".

"Inilah risiko dari penyamarataan. Semua jadi salah ukur."

Jalan Tengah yang Harus Kita Bangun Bersama

Menjadi jelas bagi saya setelah diskusi panjang itu: kita tidak bisa lagi melihat UMKM sebagai satu blok. Mereka adalah entitas yang hidup, dinamis, dan berbeda. Dan masing-masing layak mendapat perlakuan yang proporsional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun