Pertama, Pramuka. Komite mengikuti kegiatan perkemahan (discovery learning) untuk melihat bagaimana siswa belajar tentang kepemimpinan dan kerja sama. Mereka lalu memberikan masukan untuk meningkatkan kegiatan, seperti menambahkan simulasi tanggap bencana.
Kedua, Rohis bagi yang muslim dan rokris bagi yang kristiani. Menggunakan inquiry-based learning, komite mengadakan sesi tanya jawab dengan siswa tentang tantangan menerapkan nilai-nilai agama di kehidupan sehari-hari. Hasilnya digunakan untuk merancang kegiatan seperti pengajian tematik atau bakti sosial.
Ketiga, Klub Kepemimpinan. Sekolah menyediakan video singkat (microlearning) tentang teknik public speaking atau manajemen konflik. Komite mempelajarinya dan membantu melatih siswa dalam sesi klub.
Keempat, Seminar Keagamaan. Melalui deep learning, komite mengikuti pelatihan tentang moderasi beragama atau pendidikan karakter, lalu menjadi pembicara atau pendamping dalam seminar sekolah.
Membangun Sinergi Guru dan Komite
Keberhasilan kolaborasi bergantung pada sinergi antara guru dan komite. Guru memiliki keahlian pedagogis, sementara komite membawa perspektif masyarakat dan dukungan praktis. Untuk membangun sinergi maka yang diperlukan antara lain:
Pertama, Adakan Forum Rutin. Rapat bulanan untuk mengevaluasi kegiatan dan merencanakan langkah ke depan.
Kedua, Latih Bersama. Guru dan komite mengikuti pelatihan tentang pendekatan inovatif atau pendidikan karakter untuk menyamakan visi.
Ketiga, Bagi Peran Jelas. Guru fokus pada desain pembelajaran, sementara komite mendukung logistik atau menjadi pendamping siswa.
Sinergi ini memastikan siswa mendapatkan bimbingan yang konsisten dan holistik.
Dampak Jangka Panjang
Kolaborasi yang didukung pendekatan pembelajaran inovatif membawa manfaat besar bagi semua pihak yang terlibat. Manfaat itu antara lain:
Pertama, Pembentukan Karakter. Siswa menjadi lebih berintegritas, empati, dan spiritual melalui kegiatan ekstrakurikuler yang terarah.