Mudik Paling Berkesan: Petualangan Keluarga Menyusuri Darat, Laut, Udara, dan Rel dengan Suasana Magis
Perjalanan mudik kami di tahun 2018 adalah sebuah petualangan epik yang membawa keluarga kami -aku, Rina, Kaka (10 tahun), dan Koko (5 tahun)- menjelajahi berbagai moda transportasi: darat, laut, udara, dan rel. Setiap etape perjalanan, dari travel darat, kapal laut, pesawat, hingga kereta api, menghadirkan keseruan dan suasana yang tak terlupakan.
Puncaknya adalah perjalanan 13 jam dengan kereta api Sri Tanjung dari Banyuwangi ke Yogyakarta, yang tidak hanya murah dengan tiket 99.000 rupiah per orang, tetapi juga nyaman, modern, dan penuh kenangan.
Berikut adalah kisah petualangan kami, lengkap dengan suasana setiap stasiun, detail peron di stasiun besar, dan keseruan di setiap moda transportasi.
Etape Pertama: Darat dengan Travel dari Yogyakarta ke Surabaya
Petualangan dimulai dari Yogyakarta, ketika kami menaiki travel menuju Surabaya. Suasana pagi di Yogyakarta terasa hidup, dengan aroma gudeg dari warung pinggir jalan dan suara klakson mobil yang bercampur dengan kicauan burung. Kami naik minibus travel yang nyaman, dengan kursi empuk dan AC sejuk. Perjalanan darat selama kurang lebih 8 jam ini penuh tawa. Kaka dan Koko asyik bermain "tebak kendaraan" sambil menghitung truk dan motor yang melintas sepanjang jalur tengah Yogyakarta -- Surabaya. Pemandangan sawah hijau, pedagang buah di pinggir jalan, dan warung-warung kecil dengan spanduk warna-warni membuat perjalanan terasa penuh warna.
Kami berhenti di sebuah rumah makan di Madiun untuk makan siang, di mana aroma ayam bakar dan soto lamongan menggoda selera. Anak-anak bersukacita mencicipi es kelapa muda yang disajikan dalam batok asli, sambil melihat burung merpati yang beterbangan di halaman. Suasana di sepanjang jalur darat ini begitu meriah, dengan canda tawa penumpang lain dan musik dangdut pelan dari radio sopir, yang membuat perjalanan terasa seperti piknik keluarga.
Etape Kedua: Laut dengan Kapal Awu Menuju Sumba
Dari Surabaya, kami melanjutkan perjalanan dengan Kapal Awu menuju Sumba, sebuah petualangan laut selama 3 hari 2 malam. Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya menyambut kami dengan aroma air laut yang asin dan suara deru mesin kapal. Langit senja berwarna jingga, dengan burung camar terbang rendah di atas air. Kapal Awu, meski tampak tua dan sederhana, terasa nyaman dengan kabin yang bersih dan riuhnya penumpang di tempat tidur yang sederhana untuk beberapa orang sekaligus. Sungguh sebuah pengalaman baru bagi anak-anak kami.
Suasana di laut adalah perpaduan antara damai dan magis. Pagi hari, kami bangun dengan pemandangan matahari terbit yang memantul di permukaan air, menciptakan kilauan emas yang membuat Koko berteriak, "Papa, lautnya berkilau!" Siang hari, anak-anak asyik bermain bersama anak-anak lain dari tempat tidur ke tempat tidur, di antara orang-orang tua yang mabuk.
Malam hari, langit bertabur bintang ditemani suara ombak dan angin sepoi-sepoi, sambil mendengarkan cerita pelancong lain tentang petualangan mereka. Aroma ikan bakar dari kantin kapal dan suara pelan mesin kapal menambah keintiman suasana.
Bagi anak-anak, ini seperti hidup dalam film petualangan bajak laut, lengkap dengan cerita tentang "harta karun Sumba" yang mereka buat sendiri.
Etape Ketiga: Udara dengan Batik Air dari Sumba ke Bali
Setelah sebulan menikmati keindahan Sumba -dari savana yang luas hingga pantai dengan ombak besar- kami kembali ke ladang penghidupan dengan pesawat Batik Air menuju Bali. Bandara Tambolaka di Sumba kecil namun ramai, dengan aroma kopi lokal yang tercium dari kios kecil di ruang tunggu. Penerbangan selama kurang lebih 1,5 jam ini adalah pengalaman pertama bagi Koko dan pengalaman ketiga bagi Kaka, dan mereka tak henti-hentinya mengintip awan dari jendela.
Suasana di dalam pesawat Batik Air terasa ceria, dengan pramugari yang ramah membagikan permen kepada Kaka dan Koko. Saat pesawat lepas landas, Koko memegang tangan mamanya erat sambil berbisik, "Mami, kita terbang kayak burung!" Pemandangan pulau-pulau kecil dan laut biru dari ketinggian membuat anak-anak takjub, dan Kaka terus menggambar "peta awan" di bukunya. Aroma roti hangat dari camilan yang disajikan dan suara mesin pesawat yang stabil menambah kenyamanan. Mendarat di Bandara Ngurah Rai, Bali, kami disambut udara tropis yang hangat dan aroma bunga frangipani, menandakan awal liburan seminggu di pulau dewata.