Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

[Remaja dan Orang Muda] Cyberbullying: Hujatan Online yang Bikin Hidup Ancur

25 April 2025   18:36 Diperbarui: 26 April 2025   06:57 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan qwen 2.1 max, dokpri)

Cyberbullying: Hujatan Online yang Bikin Hidup Ancur Lelet

(Sesekali Menulis dengan gaya remaja dan orang muda)

Medsos itu kayak warteg: rame, seru, tapi ada aja yang bikin muak. Cyberbullying adalah ketika orang ngejek, ancam, atau fitnah lo di X, TikTok, atau WhatsApp sampe bikin lo pengen nonaktifkan akun. Ini bukan drama "baperan," tapi masalah gede yang bisa bikin mental, sosial, dompet, sampe urusan hukum berantakan. 

Dengan gaya ngocol tapi nampol mari kita bongkar apa itu cyberbullying, dampaknya, dan cara ngelawan biar gak jadi penutup di dunia maya.

Apa Itu Cyberbullying?

Cyberbullying adalah nyanyi jahat berulang di dunia online, bisa komen "muka lo kayak pantat panci," DM ancaman, atau bikin akun fake buat nyebarin gosip busuk. Menurut StopBullying.gov (2023), ini soal flaming (ngatain langsung), harassment (nyerang nonstop), doxing (bocorin data pribadi), atau impersonation (pura-pura jadi lo).

Bedanya sama bully kampung? Ini cepet viral, diliat ribuan orang, dan pelaku ngumpet kayak penutup. Di Indonesia, isu SARA atau body shaming sering jadi pemicu, bikin suasana medsos kayak pasar yang kebakaran.

Dampak Psikologi: Otak dan Hati Ambyar

Kena hujatan online itu kayak disiram air comberan tiap hari. Banyak korban jatuh ke depresi -merasa gak guna, takut buka notif. Journal of Adolescent Health (2018) bilang risiko depresi naik 2,3 kali buat yang kena cyberbullying. Contoh, cewek di Bandung sampe ogah sekolah gara-gara dihina "gendut" di TikTok.

Korban juga susah tidur, overthinking sampe subuh, bikin badan lelet. Harga diri anjlok, bayangin disindir "miskin" atau "jelek" terus, lo mulai ngerasa beneran gak pantes eksis. Paling parah, ada yang nyakitin diri atau bunuh diri. Kasus di Surabaya (2020) ngeri: anak SMA meninggal setelah video editan bikin dia dihujat netizen. Trauma juga susah ilang, banyak yang masih deg-degan lihat notif X bertahun-tahun kemudian.

Dampak Sosiologi: Temen Jadi Musuh, Komunitas Rusuh

Cyberbullying gak cuma bikin lo sendiri menderita, tapi juga ngerusak circle sosial. Lo bisa dikucilkan, temen offline menjauh, follower unfollow, grup gaming nge-kick. Pew Research Center (2022) bilang 41% korban kehilangan temen gara-gara ini. Medsos yang tadinya tempat nongkrong virtual malah jadi horor, bikin lo takut posting apa pun.

Di Indonesia, kalau hujatan nyenggol SARA -misalnya ngejek agama atau suku - bisa nyulut konflik gede. SafeNet (2022) catat 30% cyberbullying di sini soal SARA, kayak kasus mahasiswa Medan (2020) yang bikin kampusnya pecah gara-gara hujatan di X. Lama-lama, lo gak percaya siapa pun, dan komen jahat dianggap "biasa," bikin orang lupa empati.

(olahan GemAIBot,dokpri)
(olahan GemAIBot,dokpri)

Dampak Ekonomi: Dompet Jadi Korban Kolplay

Cyberbullying juga bikin lo bokek. Banyak yang kehilangan cuan-influencer gak dapet endorse, UMKM sepi gara-gara fitnah. Asosiasi E-Commerce Indonesia (2023) bilang 15% pedagang online rugi karena serangan digital. Warung di Makassar pernah ambruk gara-gara tuduhan "kotor" di X.

Lo juga harus bayar buat nambal kerusakan: konseling biar otak waras lagi (Rp200.000-Rp500.000/sesi), jasa IT kalau akun kena hack (minimal Rp500.000), atau beli HP baru (Rp2-3 juta). Kerjaan atau sekolah juga kacau -lo gak fokus, nilai jeblok, atau dipecat. Pemerintah pun keluar duit miliaran buat ngurus kasus ini, kata UNICEF Indonesia (2021).

Dampak Hukum: Hukum Keras, Tapi Sering Loyo

Di Indonesia, cyberbullying bisa kena UU ITE (Pasal 27 ayat 3, bui 4 tahun, denda Rp750 juta) atau KUHP (Pasal 310-311, fitnah). Contoh, cowok di Surabaya masuk penjara setahun (2023) gara-gara nyebarin foto mesum editan. Tapi, lapor ke polisi gak gampang -proses lama, bayar pengacara mahal, dan lo bisa dicap "lebay." SafeNet (2023) bilang cuma 20% laporan cyberbullying yang sampe hakim.

Polisi juga sering keteteran lacak akun anonim, dan UU ITE kadang malah ngejerat yang salah. Kasus di Bandung (2021) nunjukin cewek kena doxing harus nunggu 8 bulan cuma buat investigasi. Biaya ngurus kasus? Bisa Rp10-50 juta, nguras duit publik.

Ngelawan Cyberbullying: Jangan Ngamuk, Main Akal

Lawan cyberbullying itu kayak ngelupas bawang: sabun, tapi hasil. Pertama, jangan bales kasar, simpan bukti - screenshot semua, simpen di Google Drive. Kedua, blok dan lapor. Pake tombol "Report" di TikTok atau X, atau ke polisi dengan UU ITE. Ketiga, cari back-up. Curhat ke temen atau konselor, Cyberpsychology (2020) bilang ini kurangin stres 50%. Keempat, kunci akun. Privat akun, batasi komen, cek siapa yang lo add. Kelima, edukasi diri. Ikut workshop SiberKreasi atau bikin konten anti-bullying biar medsos gak toxic.

(olahan qwen 2.1 max, dokpri)
(olahan qwen 2.1 max, dokpri)

Penutup: Medsos Gak Harus Jadi Neraka

Cyberbullying itu kayak kotoran di sepatu: bikin risih, tapi bisa dibersihin. Dari mental yang ambyar, circle yang bubar, dompet yang kering, sampe hukum yang bikin pusing, dampaknya gak main-main. 

Tapi lo gak perlu takut. Dengan trik cerdas dan gotong royong, medsos bisa jadi tempat nge-vibe, bukan nge-hate. Jadi, kalau ada yang ngejek, simpen bukti, lapor, dan tetep slay. Dunia maya luas, jangan biarin penutup ngehalangin lo!

Referensi 

Journal of Adolescent Health (2018). Cyberbullying and Depression.
UNICEF Indonesia (2021). Kekerasan Daring pada Anak.
SafeNet (2022, 2023). Kekerasan Digital di Indonesia.
Komnas Perempuan (2023). Kekerasan Berbasis Gender Online.
Asosiasi E-Commerce Indonesia (2023). Dampak Serangan Digital.

UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan UU ITE.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun