Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pulau-Pulau Kecil dalam Lautan Besar

6 Februari 2025   19:56 Diperbarui: 6 Februari 2025   20:01 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan Qwen 2,5 max, dokpri)

Pulau-Pulau Kecil dalam Lautan Besar

Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, seorang pemuda bernama Adi merasa tersesat di lautan kegalauan. Namun, sebuah percakapan malam dengan pamannya membuka mata hatinya tentang makna perjuangan, ketahanan batin, dan pentingnya menghargai setiap langkah kecil menuju impian.

Malam begitu sunyi, hanya suara angin yang berbisik lembut melewati dedaunan di halaman rumah tua milik Om Raka. Di bawah cahaya lampu temaram, Adi duduk bersandar pada kursi kayu, menatap kosong ke arah meja makan yang dipenuhi oleh secangkir teh hangat dan beberapa potong kue. Matanya tampak sayu, pikirannya terlihat penuh beban. Ia baru saja menceritakan segala keluh kesahnya kepada omnya: tentang betapa sulitnya semester genap ini, betapa ia merasa tertinggal jauh dari teman-temannya, dan bagaimana ia mulai ragu akan kemampuan dirinya sendiri.

"Om," katanya pelan, "kadang aku merasa seperti kapal kecil yang tak punya tujuan. Semua orang sepertinya melaju cepat, sementara aku masih tersandung batu karang."

Om Raka tersenyum bijak. Dia membiarkan Adi meluapkan semua isi hatinya tanpa menyela. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Nak, ingatlah bahwa hidup kita bukan perlombaan lari cepat, melainkan perjalanan panjang di lautan luas. Ada banyak pulau kecil yang harus kita singgahi sebelum mencapai daratan besar."

Adi mengernyitkan dahi, tidak sepenuhnya memahami maksud perkataan omnya. "Apa hubungannya dengan masalah kuliahku?"

Om Raka menyeruput tehnya, lalu menjawab, "Begini, Nak. Ketika kamu merasa gagal atau tertinggal, itu artinya kamu sedang berada di salah satu pulau kecil tersebut. Pulau-pulau itu adalah fase-fase pembelajaran. Kadang-kadang, kita merasa frustrasi karena tidak bisa langsung melompat ke pulau berikutnya. Tapi tahukah kamu? Bahwa setiap pulau memiliki pesan dan pelajaran unik untukmu."

Adi diam mendengarkan. Om Raka melanjutkan, "Dari sudut pandang psikologi, apa yang kamu alami saat ini disebut growth mindset. Ini adalah kondisi ketika otakmu sedang berusaha keras untuk berkembang meskipun menghadapi tantangan. Orang-orang sering salah mengartikan rasa lelah atau gagal sebagai tanda bahwa mereka tidak cocok melakukan sesuatu. Padahal, justru di titik itulah pertumbuhan terjadi."

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Kemudian, Om Raka mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, kali ini dengan nada lebih lembut, "Sedangkan dari sudut pandang spiritual, ingatlah bahwa Tuhan tidak memberikan ujian melebihi kemampuan hamba-Nya. Setiap kendala yang kamu hadapi adalah cara-Nya mengajarkanmu nilai-nilai sabar, syukur, dan kerendahan hati. Kamu mungkin merasa kalah bersaing dengan teman-temanmu yang berasal dari kota besar, tapi apakah kamu tahu? Mereka juga memiliki 'pulau-pulau' mereka sendiri. Hanya saja, kadang kita tidak melihatnya karena terlalu fokus pada pencapaian lahiriah."

Adi mulai merenung. Ia teringat bagaimana ia selalu iri pada teman-temannya yang tampak lebih pintar, lebih aktif, dan lebih percaya diri. Namun, benarkah mereka tidak pernah mengalami kegagalan sama sekali?

"Jadi, Om, apa yang harus aku lakukan?" tanyanya akhirnya.

Om Raka tersenyum lagi. "Pertama, ubah cara pandangmu. Jangan lihat kendala sebagai penghalang, melainkan sebagai tangga menuju kesuksesan. Kedua, jangan bandingkan dirimu dengan orang lain. Fokuslah pada dirimu sendiri. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki ritme perjalanan yang berbeda-beda. Ketiga, nikmatilah prosesnya. Jangan hanya mengejar hasil akhir, tetapi hargai setiap langkah kecil yang kamu ambil hari ini."

Ia menepuk pundak Adi dengan lembut. "Dan yang terakhir, jangan lupa berdoa. Doa adalah bentuk komunikasi paling intim antara manusia dan Tuhannya. Mintalah petunjuk, kekuatan, serta ketenangan hati. Yakinlah bahwa Allah selalu mendengar jeritan hatimu."

Adi merasa ada beban yang perlahan-lahan terangkat dari dadanya. Ia menyadari bahwa perjalanannya tidak semulus yang ia bayangkan, namun juga tidak seburuk yang ia rasakan. Setiap mata kuliah yang sulit, setiap tugas yang membuatnya stres, bahkan setiap interaksi sosial yang kurang nyaman; semua itu adalah bagian dari proses belajar menjadi versi terbaik dari dirinya.

Esok harinya, Adi bangun dengan semangat baru. Ia mulai menyusun rencana studi yang lebih realistis, mencari mentor untuk membantunya memahami materi sulit, dan aktif bertanya kepada dosen. Ia juga mulai menulis jurnal harian untuk merefleksikan kemajuan dirinya, meski itu hanya satu langkah kecil.

Beberapa bulan kemudian, Adi berhasil meningkatkan nilai-nilainya secara signifikan. Namun, yang lebih penting dari itu, ia merasa lebih tenang dan yakin akan kemampuan dirinya. Ia sadar bahwa hidup bukan soal sampai lebih dulu, melainkan tentang menikmati setiap detik perjalanan, termasuk badai dan ombak yang datang menghadang.

***
Seperti kata Om Raka, "Hidup adalah lautan besar, dan kita semua adalah kapal kecil yang sedang berlayar. Kadang kita singgah di pulau indah, kadang di pulau tandus. Namun, setiap pulau memiliki maknanya sendiri. Nikmatilah setiap momen, karena di sanalah letak keindahan perjalanan."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun