Mohon tunggu...
Alfonsius Febryan
Alfonsius Febryan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi 'Fajar Timur'-Abepura, Papua

Iesus Khristos Theou Soter

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Teknologi dan Penghayatan Iman

28 Maret 2020   01:48 Diperbarui: 28 Maret 2020   02:24 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

 Mungkin baik dimulai dengan memahami istilah teknologi. Teknologi berasal dari bahasa Yunani, techne dan logos. Techne adalah seni atau kesenian (art), (kerajinan tangan), sedangkan logos dimengerti sebagai wacana, kata, gagasan, atau ilmu 

Teknologi bisa didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang memiliki tujuan praktis untuk mengubah, memanipulasi, serta menghasilkan produk-produk tertentu demi memudahkan aktivitas manusia. 

Namun, membatasi makna teknologi hanya sebagai peranti bisa bertendensi untuk menciutkan artinya. Karena itu pendapat beberapa filosof diperlukan untuk melihat secara luas apa itu teknologi.

 Karl Marx (1818-1883) mengartikan teknologi sebagai sebuah 'tenaga-tenaga produktif' di mana diartikan pada ranah kapitalis merupakan sebuah penggerak produksi (motor penggerak). Oleh karena itu melalui hal ini pulalah dapat dinyatakan gerak dari tenaga-tenaga produktif ini akan terlaksana jika ada sifat imperative didalamnya. Dengan demikian oleh karena adanya sifat imperative dalam teknologi bisa juga membuat manusia untuk tunduk pada system otomatisnya. Karena itu, alih-alih membuat manusia menjadi manusiawi, teknologi justru menjadikan manusia teralienasi dari eksistensi dirinya sebagai makhluk bebas. Manusia menjadi kehilangan otentisitas dirinya, karena dalam sistem produksi, manusia dipaksa untuk menjual "tenaga" kerjanya kepada pemilik modal.

Akibat adanya hal ini manusia kehilangan ruang untuk merealisasikan dirinya. Artinya manusia kehilangan kebebasan karena direnggut oleh sistem kerja kapitalisme dan upaya untuk merealisasi diri secara semestinya dan sesuai kemauannya begitu minim untuk manusia. Oleh karena itu pulalah dalam hal ini, sistem kapitalisme meletakkan manusia sebagai sarana dalam sistem produksi, sehingga selain kehilangan kesempatan untuk merealisasikan diri, manusia akan kehilangan otonomi dirinya, sebab di dalam sistem kerja, manusia berada di bawah "komando" proses produksi. Maka konsekuensinya ialah, manusia teralienasi dari dirinya sendiri.

 Martin Heidegger (1889-1976) dengan apik merumuskan teknologi sebagai suatu cara sistematik---lewat proses "membingkai" (enframing)---untuk melihat dunia. 

Bagi Heidegger, melalui teknologi, dunia dan segenapnya bisa disingkap sebagai ladang energi yang bisa ditambang, digali, dan didistribusikan. Lewat kaca mata "membingkai", menurut Heidegger, seluruh alam bisa direduksi pada status sebagai alat-persediaan untuk kegunaan instrumental manusia, yakni semata-mata demi manusia. 

Konsep "membingkai" inilah, menurut Heidegger, merupakan esensi teknologi modern. Itulah mengapa, teknologi menjadi berbahaya terutama terletak pada esensinya: "membingkai" (Gestell, Enframing). Dalam kerangka berpikir itu, dapat dipastikan segala sesuatu menjadi bisa dieksploitasi.

 Berbeda dengan kedua tokoh ini, justru Teilhard de Chardin menawarkan konteks teknologi secara baru dan sangat mendalam, dengan menyatakan bahwa memahami pekerjaan manusia---termasuk di dalamnya teknologi---sebagai partisipasi manusia dalam karya penciptaan ilahi. Ia menafsirkan perintah pertama kepada manusia "penuhilah bumi dan taklukanlah itu" (Kej 1:28) sebagai perintah yang belum selesai. 

Ungkapan tersebut, bagi Teilhard, adalah perintah kepada manusia untuk ikut meneruskan dan menyempurnakan dunia lewat pekerjaannya. Dengan demikian, manusia ikut berpartisipasi pada dinamika penciptaan ilahi.

 Maka dengan kata lain menurut Teilhard de Chardin bahwa sesungguhnya teknologi merupakan sebuah evolusi menuju kesatuan yang universal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun