Hujan terus turun dengan sengaja
Diselipkannya doa dalam tiap butirnya
Dan angin tiupkan sejuk syahdunya
Sampailah doa pada tiap hembusnya
Ada sesuatu yang selalu menyentuh ketika hujan turun. Bukan hanya tentang udara yang berubah menjadi sejuk, atau aroma tanah yang menguar, tapi tentang ketenangan yang datang bersamanya. Dalam tenang itu, aku menulis puisi ini: "Pengantar." Puisi yang tidak panjang, tidak pula rumit. Tapi menyimpan perasaan yang dalam --- tentang doa, harapan, dan kepercayaan bahwa alam bisa menjadi penyampai rasa, sebagai kendaraan bagi harapan-harapan yang tak sempat terucap.
Hujan, Doa dan Angin
"Hujan terus turun dengan sengaja," aku pilih untuk membuka ruang makna. Seolah hujan bukan hanya fenomena alam biasa, melainkan sesuatu yang hadir dengan tujuan. Dalam larik berikutnya, aku menyisipkan doa dalam tiap tetesnya, melambangkan sebuah harapan, yang mungkin saja kecil, tapi tulus.
Lalu angin yang aku sebut dalam puisi ini bukan sekadar tiupan, tapi juga pengantar, ia membawa kesegaran sekaligus menyampaikan pesan. Aku membayangkan angin berbisik lembut, mengalirkan harapan-harapan itu ke tempat yang tak terjamah oleh raga atau kata-kata.
Menulis tanpa Terlalu Banyak Rencana
Puisi ini ku tulis tanpa ada draf yang panjang, tanpa kerangka yang utuh. Hanya ada suara hujan jatuh perlahan menemani, membuat suasana hati menjadi damai. Terkadang, puisi memang datang seperti itu, tak direncanakan. Bukan karena ingin terlihat hebat, tapi karena ada gejolak dalam diri yang perlu diluapkan.