Mohon tunggu...
Alfian WahyuNugroho
Alfian WahyuNugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2020

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pandangan Filsafat terhadap Komunikasi Tidak Langsung yang Menjadi Realitas Sosial di Masyarakat pada Masa Covid-19

24 Mei 2022   10:30 Diperbarui: 18 September 2022   14:12 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saat ini melakukan komunikasi tidak langsung sudah menjadi suatu realitas masyarakat sehingga mau tidak mau masyarakat harus menerima fakta tersebut.

Teori Filsafat yang Berkaitan dengan Komunikasi Tidak Langsung Sebagai Realita Sosial Masyarakat Sekarang

Seperti yang dijelaskan sebelumnya tentang teori kontruksi sosial, asal usul kontruksi sosial dari filsafat Kontruktivisme, yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, dan Plato menemukan akal budi. Gagasan tersebut semakin konkret setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dapat dibuktikan kebenarannya, serta kunci pengetahuan adalah fakta. 

Ungkapan Decrates, "Cogito ergo sum", yang artinya "saya berfikir karena itu saya ada", menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini. Seorang epistemolog dari Italia bernama Giambatissta Vico, yang merupakan pencetus gagasan-gagasan pokok Konstruktivisme, dalam "De Antiquissima Italorum Sapientia", mengungkapkan filsafatnya "Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan". Menurutnya, hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya Ia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia membuatnya, sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksikannya.

Melalui sentuhan Hegel, yaitu tesis, antitesis dan sintesis, Berger menemukan konsep untuk menghubungkan antara yang subjektif dan obyektif itu melalui konsep dialektika. Yang dikenal sebagai eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Eksternalisasi adalah penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia, obyektivasi adalah interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses intitusionalisasi, dan internalisasi adalah individu mengidentifikasi diri di tengah lembaga-lembaga sosial dimana individu tersebut menjadi anggotanya. 

Di dalam kehidupan ini ada aturan-aturan atau hukum-hukum yang menjadi pedoman bagi berbagai intitusi sosial. Aturan itu sebenarnya adalah produk manusia untuk melestarikan keteraturan sosial, sehingga meskipun aturan di dalam struktur sosial itu bersifat mengekang, tidak menutup kemungkinan adanya "pelanggaran" yang dilakukan oleh individu. Hal ini tidak lain karena sebagai produk historis dari kegiatan manusia, semua universum yang dibangun secara sosial itu akan mengalami perubahan karena tindakan manusia, sehingga diperlukan organisasi sosial untuk memeliharanya. 

Masyarakat juga sebagai kenyataan subjektif atau sebagai realitas internal. Untuk menjadi realitas subjektif, diperlukan suatu sosialisasi yang berfungsi untuk memelihara dan mentransformasikan kenyataan subjektif tersebut. Sosialisasi selalu berlangsung di dalam konsep struktur sosial tertentu, tidak hanya isinya tetapi juga tingkat keberhasilannya. 

Jadi analisis terhadap sosial mikro atau sosial psikologis dari fenomen-fenomen internalisasi harus selalu dilatarbelakangi oleh suatu pemahaman sosial-makro tentang aspek-aspek strukturalnya. Struktur kesadaran subjektif individu dalam sosiologi pengetahuan menempati posisi yang sama dalam memberikan penjelasan kenyataan sosial. Setiap individu menyerap bentuk tafsiran tentang kenyataan sosial secara terbatas, sebagai cermin dari dunia obyektif. Human is sosial product. (Masyarakat adalah produk manusia. 

Masyarakat adalah suatu kenyataan sasaran. Manusia adalah produk sosial). Dialektika ini dimediasikan oleh pengetahuan yang disandarkan atas memori pengalaman di satu sisi dan oleh peranan-peranan yang merepresentasikan individu dalam tatanan institusional. Dengan begitu filsafat menjelaskan keterkaitan antara komunikasi tidak langsung yang terjadi saat ini adalah suatu realitas sosial dan sudah menjadi fakta sosial. Bahawa masyarakatlah yang pada dasarnya menciptakan serta menentukan realitas nya sendiri, atau menentukan keadaan dan kebenaran yang ada dan terjadi di dalam masyarakat itu sendiri.

Kesimpulan yang bisa didapat ialah, di masa pandemi Covid-19, dengan adanya aturan untuk tidak keluar rumah atau stay at home dan pembatasan sosial atau social distancing membuat masyarakat membuat yatu fakta bahwa saat ini komunikasi tidak langsung sudah menjadi realitas sosial yang baru dan akan terus dilakukan hingga pandemi tersebut usai. Fakta bahwa komunikasi tidak langsung dengan menggunakan media dan teknologi menjadikannya suatu komunikasi primer sedangkan komunikasi secara langsung atau face-to-face sudah menjadi komunikasi sekunder karena pembatasan aturan tersebut.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun