Mohon tunggu...
Alfi Muhammad
Alfi Muhammad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berkunjung ke Museum Multatuli, Ada Apa aja Sih?

10 Juli 2018   11:49 Diperbarui: 11 Juli 2018   12:08 1740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkunjung ke Museum Multatuli sungguh meninggalkan kesan yang mendalam. Museum ini sesungguhnya bukan tentang Multatuli, namun lebih jauh tentang antikolonialisme Nama Rangkasbitung memang relatif kurang bergema meski berjarak tak sampai 100 km dari Jakarta. Bahkan justru karena itu, pusat kabupaten Lebak tersebut tenggelam oleh hingar bingar dinamika ibukota. Apalagi ia termasuk dalam bagian Provinsi Banten yang sudah terkenal dengan infrastruktur fisiknya yang kurang baik. 

Pemandangan jalan berlubang dan jembatan rusak seolah adalah hal jamak di Banten.Rangkasbitung mungkin lebih dikenal sebagai tempat yang perlu dilalui jika hendak berkunjung ke Badui alias Urang Kanekes yang lebih populer itu. Namun, secara umum kota kecil ini memang belum memiliki satu destinasi yang pamornya cukup mentereng. 

Tahun 2017, bisa jadi menjadi awal perubahan sejak kereta KRL Commuter dari Jakarta mulai menjamah Rangkasbitung. Peruntungan tersebut bertambah saat Museum Multatuli mulai diresmikan pada Februari 2018. Bagi mereka yang pernah mengenyam pendidikan setidaknya hingga SMP pasti tak asing dengan Multatuli, nama pena Edward Douwes Dekker, seorang warga Belanda yang mengungkap kekejian kolonialisme melalui novel Max Havelaar. 

Berjumpa Saidjah Adinda

Pagi itu saya menaiki KRL Commuter selama 1,5 jam dari Stasiun Tanahabang menuju tujuan akhir Stasiun Rangkasbitung. Terima kasih kepada KRL Commuter yang membuat Rangkasbitung terasa lebih dekat. Setelah sampai, saya melihat peta dan mendapati jarak museum dengan Stasiun Rangkasbitung hanya 1,3km. Fakta ini membuat saya memutuskan untuk berjalan kaki sambil menikmati suasana. Awalnya terlihat ramai karena stasiun berdekatan dengan pusat perbelanjaan. Namun setelah itu jalanan tampak lengang, lebih sepi dari yang saya bayangkan walaupun tak sedikit mobil yang terparkir di tepi jalan.

 Sekitar 20 menit kemudian saya sampai di depan museum yang berada persis di depan Alun-Alun Rangkasbitung. Saya mendapati sebuah bangunan dua lantai dengan gaya arsitektur yang unik dan saya pikir itulah Museum Multatuli. Ternyata bukan. Itu adalah Perpustakaan Saidjah Adinda yang dibangun juga bersamaan dengan renovasi Museum Multatuli yang berada di sebelahnya. Dalam renovasi tersebut digunakan genset perkins sebagai sumber listrik cadangan bila sewaktu waktu terjadi pemadaman listrik

Saidjah Adinda merupakan nama dua tokoh dalam Max Havelaar. Perpustakaan ini secara visual memang lebih mencolok dan berpeluang membuat orang lain mengalami hal yang sama dengan saya. Alih-alih langsung masuk, saya beristirahat sejenak sambil menikmati halaman depan yang sejuk berkat pepohonan yang rindang. Beberapa warga terlihat nongkrong di trotoar depan museum. Suasana seperti ini memang membuat orang betah berlama-lama. Keasrian yang ditawarkan juga nampak serasi dengan bangunan museum yang cantik. 

alfianwidi.com
alfianwidi.com
Walaupun terlihat anyar, ia tak kehilangan kesan lama. Museum Multatuli sendiri menempati bangunan jaman kolonial yang dibangun tahun 1923 eks tempat tinggal Wedana Rangkasbitung. 

Wedana adalah pemimpin kawedanan, wilayah administrasi pemerintahan di bawah kabupaten dan di atas kecamatan yang berlaku di masa kolonial dan masih berlaku sampai awal era kemerdekaan. 

Masih di luar, mata saya tertarik pada dua patung representasi Douwes Dekker yang tampak serius membaca buku dan Saidjah dengan rona muka murung. Tidak ada pembatas, tidak ada peringatan klasik "Dilarang Menyentuh Karya", patung karya Dolorosa Sinaga ini sepertinya dirancang untuk menghadirkan interaksi dengan pengunjung terutama kalau bukan ritual swafoto.

Dia sebuah anomali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun