Mohon tunggu...
ALFANI PUTRIMULYO
ALFANI PUTRIMULYO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Girl who want to be a success people

Welcome to my blog!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Konferensi Asia Afrika

10 Januari 2022   20:41 Diperbarui: 10 Januari 2022   20:50 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

KAA atau Konferensi Asia Afrika adalah konferensi tingkat internasional pertama yang diselenggarakan oleh negara-negara Asia dan Afrika untuk meningkatkan hubungan kerja sama antar negara  dan mewujudkan perdamaian dunia. Konferensi ini diselenggarakan oleh lima negara. Karena, perasaan senasib dan sepenanggungan dan kesadaran negara-negara di Asia-Afrika yang dulunya merupakan negara terjajah. 

Akhirnya KAA dilaksanakan pada tanggal 24 April 1955 di Bandung, Indonesia. Konferensi ini juga menghasilkan sepuluh prinsip yang disebut dengan Dasasila Bandung. Sebenarnya, masalah perbedaan pandangan politik menjadi hambatan berjalannya konferensi ini. Tapi hal tersebut dapat dilalui dengan menyingkirikan ego dari masing-masing perwakilan negara. Konferensi ini juga berpengaruh terhadap negara anggota.

Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan artikel, apakah kalian pernah mendengar tentang Konferensi Asia-Afrika? Atau mungkin KAA? Kalau kalian pernah dengar,  pasti tidak akan asing lagi dengan konferensi tingkat internasional pertama di tengah masa Perang Dingin pada tahun 1947-1991.

Salah satu negara penyelenggara Konferensi Asia-Afrika adalah Indonesia. Readers pasti pada tau dong kenapa konferensi ini diikuti Indonesia bahkan Indonesia sampai menjadi salah satu penyelenggaranya? Pastinya karena sistem politik luar negeri Indonesia adalah Bebas Aktif.

Apa sih arti Politik Bebas Aktif itu? Artinya, Indonesia adalah negara yang bebas dengan tidak memihak blok manapun dan aktif dalam kegiatan dunia internasional. Salah satunya adalah kegiatan perdamaian dunia. Indonesia sering berpartisipasi dalam sebuah misi, program, perundingan, ataupun organisasi yang bertujuan menciptakan perdamaian dunia dan mempererat hubungan diplomatik (persahabatan) dengan negara lainnya. Pastinya memiliki efek positif bagi Indonesia sendiri.

Konferensi Asia-Afrika merupakan salah satu perundingan internasional yang diikuti oleh Indonesia untuk mendukung perdamaian dunia di tengah perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Artikel ini akan membahas peran KAA dalam mendukung perdamaian dunia  hingga melatarbelakangi lahirnya GNB (Gerakan Non Blok).


Konferensi Asia Afrika adalah konferensi tingkat internasional pertama yang dilakukan untuk meningkatkan kerja sama antar negara anggota konferensi serta mewujudkan perdamaian di dunia. “Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) itu menyuntikkan semangat negara di Afrika untuk mebebaskan diri dari kolonialisme dan meberikan inspirasi bagi lahirnya Gerakan Non Blok (GNB)” (Pusat Data dan Analisis Tempo, 2019: 13).

KAA diselenggarakan pada tanggal 24 April 1955 di Gedung Merdeka, Bandung. KAA juga diprakarsai oleh lima negara, yaitu Indonesia oleh Ali Sastroamidjojo, India oleh Jawaharlal Nehru, Sri Lanka oleh Sir John Kotelawala, Pakistan oleh Moh. Ali Jinnah, dan Myanmar oleh U Nu.

Sebelumnya, pada tanggal 24 April-2 Mei 1954 diadakan Konferensi Colombo di Sri Lanka. Konferensi ini menjadi cikal bakal terbentuknya Konferensi Asia Afrika. Karena, atas usulan yang ditekankan Soekarno pada perdana menteri Ali Sastroamidjojo untuk menyampaikan ide diadakannya Konferensi Asia Afrika. Lalu, pada tanggal 28-31 Desember 1954 diadakan Konfereni Bogor yang merupakan lanjutan dari Konferensi Colombo. Konferensi Bogor merundingkan tentang tujuan dan tempat konferensi, serta agenda yang akan dibahas oleh negara-negara yang akan diundang dan kesekretariatan.

Adapun latar belakang diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika, yaitu :

  • Bangsa-bangsa Asia-Afrika memiliki persamaan rasa senasib dan sejarah yang sama sebagai negara sasaran penjajahan bangsa-bangsa Eropa.
  • Semakin meningkatnya kesadaran bangsa Asia-Afrika yang masih terjajah untuk memperoleh kemerdekaan. Misalnya, Yaman sedang berjuang membebaskan Aden dari kekuasaan Inggris, Rakyat Aljazair, Tunisia, Maroko, Sudan, dan Kongo sedang membebaskan tanah airnya dari kekuasaan bangsa Eropa, dll.
  • Perubahan politik yang terjadi setelah Prang Dunia II berakhir, yakni situasi internasional yang dilanda kecemasan akibat penyebaran ideologi dan perlombaan sejata yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Uni soviet dalam Perang Dingin.
  • Diantara bangsa-bangsa Asia yang telah merdeka masih belum dapat kesadaran untuk bersatu yang kemudian Uni Soviet dan Amerika Serikat ikut melibatkan diri dalam masalah tersebut.
  • Bangsa Asia-Afrika yang tidak ingin melibatkan diri dalam Perang dingin, tetapi memusatkan perhatiannya pada pembangunan sehingga melakukan kerja sama.

Selain itu, bangsa Asia-Afrika juga menganggap PBB kurang mampu dalam menjalankan tugasnya, yaitu mengatasi persengketaan antar negara di dunia. Seruan Dewan Keamaan PBB sering kali dilanggar oleh negara-negara yang sedang berselisih.

Dalam penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika, surat undangan disebarkan ke 30 kepala negara dari wilayah Asia dan Afrika. Sebanyak 29 negara termasuk lima negara penyelenggara menghadiri Konferensi tersebut. Negara-negara tersebut ialah :

  • Afghanistan.           10. Sri Lanka.             19. Lebanon.               28. India.
  • Indonesia.               11. Jepang.                  20. Turki.                     29. Yaman.
  • Myanmar.               12. Sudan.                   21. Ethiopia.
  • Pakistan.                 13. RRC.                     22. Liberia.
  • Iran.                        14. Yordania.              23. Vietnam (Utara).
  • Irak.                        15. Suriah.                   24. Vietnam (Selatan).
  • Filipina.                  16. Laos.                     25. Ghana.
  • Kamboja.                17. Thailand.               26. Libya.
  • Arab Saudi.            18. Mesir.                    27. India.

 

Siapa dan mengapa negara ke- 30 tidak menghadiri Konferensi tersebut? Negara tersebut adalah Federasi Afrika Tengah (Rhodesia dan Nyasa) karena sedang terjadi pergolakan politik orang-orang Negro menetang ras diskriminasi.

Pada tahun 1955 ini memang Konferensi Asia-Afrika baru memiliki 29 negara anggota, 1.500 anggota delegasi, dan 500 wartawan. Tapi, semakin kesini negara-negara yang bergabung semakin banyak. Ditahun 2015, setidaknya ada 35 kepala negara, 109 delegasi, 1.300 wartawan dari dalam dan luar negeri.

Negara-negara yang menjadi anggota Konferensi Asia Afrika sebenarnya memiliki pandangan politik yang berbeda-beda, yaitu pro barat, pro komunis, dan netral. Walaupun begitu, mereka semua bersatu untuk menciptakan perdamaian dan keharmonisan antar negara Asia dan Afrika.

Konferensi Asia-Afrika juga memiliki beberapa tujuan, yaitu:

Mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antar bangsa-bangsa Asia-Afrika, serta untuk menjajagi dan melanjutkan kepentingan timbal balik maupun kepentingan bersama.

Meninjau masalah-masalah hubungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan dalam hubungannya dengan negara-negara peserta.

Mempertimbangkan masalah-masalah mengenai kepentingan khusus dari bangsa-bangsa Asia-Afrika seperti yang menyangkut kedaulatan nasional, rasionalisme, dan kolonialisme.

Meninjau kedudukan Asia-Afrika serta rakyatnya, serta memberikan sumbangan untuk meningkatkan perdamaia dan kerja sama internasional.

Konferensi Asia-Afrika memang penuh nostalgik. Itulah saat nya ketika perjuangan anti-kolonialisme dilambari “romantika” dan “flamboyansi” para pemuka nya karena para inisiator konferensi itu tidak ada yang berumur lebih dari 66 tahun. Sehingga, inisiator-inisiator ini masih memiliki semangat dalam mendukung perdamaian dunia.

Sebelumnya pada tanggal 18 Agustus 1954, Jawaharlal Nehru mengirim surat yang berisi peringatan kepada perdana menteri Indonesia (Ali Sastroamidjojo). Ia mengingatkan tentang perkemangan situasi dunia itu semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika. Memang perdana menteri India dalam menerima usul itu masih disertai keraguan akan berhasil tidaknya usulan tersebut.

Tapi, setelah kunjungan perdana menteri Indonesia pada tanggal 25 September 1954, beliau yakin bahwa Konferensi Asia-Afrika memang sangat penting untuk diadakan. Hal tersebut tercermin dalam pernyataan bersama di akhir kunjungan Perdana Menteri Indonesia, yaitu :

“Para perdana menteri telah membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah konferensi yang mewakili negara-negara Asia dan Afrika, serta menyetujui konferensi seperti ini sangat diperlukan dan akann membantu terciptanya perdamaian sekaligus pendekatan bersama ke arah masalah (yang dihadapi). Hendaknya konferensi ini diadakan selekas mungkin.”

 

Keyakinan serupa pun diikuti oleh Sri Lanka dan Myanmar, pada 28 September 1954.

Beberapa bulan setelah itu, pada tanggal 18 April 1955, Soekarno memimpin “Bandung Walk” pada usia 54 tahun. Di sisinya melangkah Gamal Abdul Nasser dengan tubuh menjulan, berumur 47 tahun. Tokoh tertua dalam barisan itu adalah Perdana Menteri India, Jawaharlal negara berumur 6 tahun, Zhou En Lai, berusia 57 tahun, pendiri Partai Komunis China.

Mereka semua datang dari berbagai negara yang baru mengenyam kebebasan dari para penjajah (kolonialisme) dalam sepuluh tahun. Mereka berkumpul di tengah kondisi pasca Perang Dunia yang diikuti masa Perang Dingin yang membagi peta geopolitik dunia menjadi “Blok Barat” dan “Blok Timur”.

Semua perwakilan negara anggota percaya bahwa peta geopolitik tidak harus dibagi seperti itu. Bahwa diantara Blok Barat dan Blok Timur ada kekuatan “Non-Blok”, yang kemudian dikukuhkan dalam Konferensi Tinggi setelah Konferensi Asia-Afrika.

  Sebenarnya, ketika itu Indonesia belum punya gedung konferensi. Panitia bersusah payah menyulap ballroom Gedung Merdeka di jalan Asia-Afrika, yang sebelumnya bernama Gedung Concordia dan Gedung Dwi Warna (aslinya Gedung Dana Pensiun), menjadi tempat pertemuan. (Pusat Data dan Analisis Tempo, 2019: 51).

Pada tanggal 24 April 1955 pukul 09.00 WIB, para perwakilan dari negara-negara anggota mulai memasuki Gedung Merdeka. Lalu, pukul 10.20 WIB, lagu Indonesia Raya bergaung memenuhi seluruh penjuru gedung tersebut.

Dalam pidato pembukaan berjudul Let a new Asia and a new Afrika yang disampaikan oleh Presiden Soekarno, peserta konferensi berasal dari kebangsaan yang berlainan, latar belakang sosial, budaya, agama, sistem politik, dan warna kulit yang berbeda-beda, kita tetap dapat bersatu oleh pengalaman pahit yang disebabkan oleh kolonialisme, dan keinginan yang sama dalam usaha mempertahankan serta memperkokoh perdamaian dunia.

Dikutip dari Pusat Data dan Analisis Tempo (dalam Konferensi Asia Afrika I, 2019: 51) Tapi, kalau garis perjuangan baru itu tidak “membakar” negeri-negeri dua benua besar tersebut, potensi itu sia-sia. Kira-kira seperti itu lah salah satu penggalan kalimat yang Soekarno katakan dalam pidato pembukaannya.

 Sampai pada akhir pidatonya, Ia mengatakan :

“Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin-pemimpin Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia-Afrika tidak akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat manusia, akan menunjukkan kepada manusia jalan yang harus ditempuhnya dalam mencapai keselamatan dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi kenyataan bahwa Asia dan Afrika telah terlahir kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia baru dam Afrika baru telah lahir!”

 

Presiden Soekarno mengakhiri pidato pembukaan Konferensi Asia-Afrika dengan diiringi tepuk tangan dan standing ovation, singa podium itu turun dari mimbar. Soekarno memang pantas mendapatkan julukan ‘Orator Ulung’, Ia mahir dalam memainkan kata-kata yang dapat membuat pendengarnya takjub.

Konferensi antarbenua kulit berwarna di dunia ini menjadi panggilan jiwa dari politikus sampai para penulis. Terpikat pada pidato Presiden Soekarno. Kalimat-kalimat Soekarno diakhir pidato nya pun dapat menarik perhatian dan membakar semangat para pemimpin negara anggota.

Konferensi Asia-Afrika memiliki beberapa sidang di dalamnya, yaitu sidang terbuka untuk umum dan sidang tertutup untuk peserta konferensi saja. Sidang-sidang ini berjalan selama satu minggu. Konferensi ini juga memiliki komite-komite yang berbeda di dalamnya, yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi, dan Komite Kebudayaan. Semua kesepakatan yang telah dirundingkan tersebut selanjutnya disetujui oleh sidang dan susunan pimpinan konferensi.

Komite-komite tersebut terdiri dari :

  • Ketua Konferensi                         : Ali Sastroamidjojo.
  • Ketua Komite Politik                   : Ali Sastroamidjojo.
  • Ketua Komite Ekonomi               : Rosseno, Menteri Perekonomian Indonesia.
  • Ketua Komite Kebudayaan : Muhammad Yamin, Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Indonesia.

Konferensi : Roeslan Abdulgani, Sekretaris Jenderal Kementrian Luar Negeri Indonesia.

Dalam sidang-sidang yang dijalankan, ada beberapa kesulitan yang menjadi hambatan dalam memutuskan hasil. Perbedaan pandangan politik dan masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara Asia-Afrika tiba-tiba muncul ke permukaan, hingga pada tahap yang relatif panas.

Namun, berkat sikap  bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi dan kekeluargaan antar peserta konferensi, maka tembok tebal yang menghalangi jalan mereka dapat dilalui dan konferensi dapat berakhir dengan lancar walaupun terlambat dari waktu yang telah direncanakan.

Sidang umum yang terakhir dibuka pada tanggal 24 April 1955. Sidang umum itu membahas tentang rumusan pernyataan dari tiap-tiap komite. Sebagai hasil dari konferensi, sidang umum menyetujui seluruh pernyataan yang dibacakan oleh sekretaris jenderal konferensi.

Hasil dari konferensi tersebut adalah :

  • Kerja dalam bidang ekonomi, antara lain mengusahakan kemajuan ekonomi, memajukan perdagangan, saling memberikan bantuan teknik, dan mendirikan bank-bank.
  • Kerja sama dalam bidang kebudayaan, anatara lain memajukan kerja sama kebudayaan sebagai jalan terpenting untuk mendapatkan pengertian antara bangsa-bangsa Asia-afrika, memajukan pendidikan, dan pengajaran dengan pertukaran pelajar, pelatih, dan guru.
  • Masalah hak asasi manusia, yakni menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia seperti yang tercantum dlam Piagam PBB serta menentang ras diskriminasi.
  • Masalah bangsa-bangsa yang belum merdeka, yakni menentang adanya imperialisme dan menuntut kemerdekaan bagi Aljazair, Maroko, dan Tunisia.
  • Masalah-masalah lain, yakni mngakui hak-hak bangsa Arab di Palestina dan menuntut soal Palestina diselesaikan dengan perdamaian, menuntut kembalinya wilayah Irian Barat kepada Indonesia serta menuntut hak wilayah Aden bagi Yaman.

Mengusahakan perdamaian dan kerja sama di dunia  dengan cara berikut :

  • Mendesak PBB untuk menerima negara-negara yang telah memenuhi persyaratan yakni Kamboja, Sri Lanka, Jepang, Yordania, Laos, Libya, Nepal, dan Vietnam.
  • Mengusulkan supaya diadakan pelarangan ata pembuatan, percobaan, dan penyalahgunaan senjata nuklir.
  • Mengusulkan diadakan kerja sama semua negara di seluruh dunia atas dasar menghormati hak-hak manusia.

Pernyataan mengenai usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia.

Hasil dari konferensi tersebut tentunya harus dipatuhi oleh negara-negara anggota termasuk negara penyelenggara. Selain membuahkan hasil kesepakatan, Konferensi ini juga menghasilkan prinsip yang dikenal sebagai Deklarasi Bandung atau Bandung Declaration.

Deklarasi Bandung tersebut berisi sepuluh prinsip yang mengajak semua bangsa di dunia untuk hidup bersama dalam perdamaian dan menjalankan keja sama dalam suasana persahabatan. Mengingat mereka sedang berada dalam kondisi dunia yang sedang memanas akibat konflik antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet.

Isi dari Deklarasi Bandung terdiri sebagai berikut :

  • Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujun-tujuan serta asas-asas yang termuat dalam Piagam PBB.
  • Menghormati kedaulatan dan integritas territorial semua bangsa.
  • Mengakui persamaan ras, dan persamaan semua bangsa baik besar maupun kecil.
  • Tidak melakukan intervemsi atau campur tangan dalam soal-soal besar maupun kecil.
  • Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
  • Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu negara besar dan tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
  • Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
  • Menyelesaikan segala perselisihan inernasional dengan jalan damai, perundingan, persetujuan, arbitrase, atau penyelesaian hukum, ataupun cara damai lain lagi menurut pihak-pihak yang bersangkutan, sesuai dengan piagam PBB.
  • Memajukan kerja sama untuk kepentingan bersama.
  • Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional

Konferensi Asia-Afrika juga telah membuka mata dunia bahwa selain Amerika Serikat dan Uni Soviet, ada poros baru yakni Asia-Afrika. Dengan jumlah penduduk lebih dari separuh populasi dunia dan laju pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, kawasan ini muncul sebagai kekuatan baru dunia.

Pengalaman menunjukkan membangun jembatan untuk menghubungkan kedua benua bukan persoalan yang mudah. Sebelumnya, Asia mengambil prakarsa mendekatkan diri dengan Amerika Latin dan membentuk FEALAC dan pola ASEM yang berujung dengan kegagalan.

Dari pengalaman inilah bisa disimpulkan bahwa semua upaya kerja sama itu hanya akan maju jika dilandasi oleh kerja sama dan kepentingan politik serta tujuan yang sama pula. Pengaruh-pengaruh yang diberikan oleh Konferensi Asia-Afrika juga memiliki kekuatan yang besar sehingga persahabatan antar negara anggota Konferensi Asia-Afrika terjalin sangat erat.

KAA tidak boleh hanya menjadi suatu kejadian (event). Perjuangan besar ini tidak bisa dikerjakan melalui serangkaian kejadian (KTT-KTT), tetapi memerlukan proses. Untuk itu diperlukan investasi yang tidak kecil. Asia-Afrika membutuhkan sekretariat bersama yang tidak hanya mengurusi urusan-urusan teknis seperti kerja sama teknik, tetapi juga ikut merumuskan agenda strategis dari kemitraa yang strategis.

Konferensi ini tentu nya memberikan pengaruh terhadap negara-negara anggota, pengaruh-pengaruh tersebut adalah :

Berkurangnya bahaya dan ketegangan pecahnya peperangan yang bersumber dari persengketaan masalah Taiwan antara RRC dengan Amerika Serikat.

Perjuangan bangsa-bangsa Asia-Afrika untuk mencapai kemerdekaan semakin meningkat. Hal ini tampak dari meningkatnya merdekanya negara-negara Asia-Afrika setelah tahun 1955.

Politik Luar Negeri Bebas Aktif yang dijalankan Indonesia, India, Myanmar, Sri Lanka mulai diikuti negara-negara lain yang tidak termasuk ke dalam Blok Barat maupun Blok Timur.

Dampak-dampak positif tersebut pasti tidak akan bertahan lama. Semakin kesini, zaman mulai berubah termasuk tantangan yang akan dihadapi negara-negara di dunia akan semakin meningkat. Demi menjaga keutuhan persahabatan antar negara anggota Asia-Afrika, sering diadakan pertemuan kembali. Pada tahun 2015 kemarin, KAA telah mengadakan pertemuan ke-60 nya di Indonesia.

Pada pertemuan tersebut, “Indonesia tidak ingin Dasasila lekang oleh waktu. Melalui konferensi dua benua pekan ini, tuan rumah mengajak tamunya agar dukungan bagi kedamaian dan kerja sama dunia yang dicetuskan 60 tahun silam itu tak berhenti pada pernyataan dan diwujudkan dalam konteks kekinian.” (Pusat Data dan Analisis Tempo, 2019: 4).

Pada tahun itu persiapan KAA yang dilakukan oleh Indonesia menjadi sorotan oleh negara lain, seperti Sudan, Nigeria, dan Aljazair. Mereka sangat antusias, enerjik, dan bersuka cita terhadap kegiatan persiapan konferensi tersebut, walaupun tidak melihat secara langsung bagaimana persiapan berlangsung.

  Sudan yang pada tahun 1955, belum merdeka dan tidak memiliki bendera sebagai simbol peserta KAA, diwakili oleh Soekarno yang menuliskan nama “SUDAN” di tengah bendera putih dengan tinta merah, lalu bendera tersebut dijajarkan diantara bendera negara-negara peserta lainnya. Hal tersebut pastinya membuat rakyat Sudan membakar semangatnya kembali untuk segera memerdekakan diri.

Di Nigeria, pada peringatan KAA ke-60 terus memberitakan persiapan Indonesia menggelar peringatan peristiwa bersejarah tersebut di media. Di Aljazair juga, Konferensi Asia-Afrika 1995, mengilhami gerakan kemerdekaan Aljazair. Pada tahun pergerakan, hampir setiap pidato pemimpin Aljazair—dan Afrika umumnya—dimulai dengan mengutip Dasasila Bandung. Isinya mengenai hak setiap bangsa untuk merdeka dan berdaulat.

Agenda solidaritas KAA yang belum tercapai, yakni kemerdekaan penuh Palestina. Itu sebabnya rencana mendeklarasikan dukungan kepada Palestina tetap disuarakan. Kemerdekaan Palestina adalah “utang” semangat Konferensi Asia-Afrika yang belum terbayar.

Kini, kecuali Palestina yang masih bergejolak dengan Israel dan mungkin di tempat lain dalam wujud yang berbeda, semua negara terjajah telah merdeka, berdaulat, dan berhak menentukan nasibnya sendiri, serta hidup nyaman dan tentram tanpa ancaman apapun.

Hingga saat ini, negara-negara Asia-Afrika masih menyerukan suara dukungan untuk rakyat Palestina masih merasakan kejamnya rezim Israel. Bahkan sepertinya negara KAA akan selalu mendukung Palestina hingga mendapatkan hak nya sebagai negara merdeka dan berdaulat yang diakui oleh seluruh negara di dunia secara de facto maupun de jure.

Nama : Alfani Putri Mulyo

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun