Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Dari Medan ke Samosir ke Serambi Mekah

15 Agustus 2022   22:45 Diperbarui: 15 Agustus 2022   22:50 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Tsunami Aceh difoto dari Makam Belanda (foto:Lex) 

"Waktu gempa dan tsunami gereja kami hancur. Kami mengajukan  IMB yang baru ke pemerintah. Atas bantuan banyak pihak, LSM, BRR, kami bisa membangun gedung gereja baru," terang Pendeta Johan, pemimpin jemaat.

Jemaat GMI  berjumlah sekitar 340 jiwa. Mayoritas keturunan Tionghoa. "Karena itu kami bisa melakukan kebaktian keluarga karena rata-rata tinggal berdekatan. Kayak pecinan gitu," terangnya.

Pernah terjadi masalah. Seorang penginjil yang mengaku sebagai anggota GMI membaptis orang di rumahnya. "Wah itu jadi heboh. Saya sampai dipanggil keucik (kepala desa) dan polisi. Ditanyai ulang-ulang. Orang di Aceh sini memang sensitif dengan isu kristenisasi. Tapi mereka sangat terbuka kalau ibadat dilakukan di kalangan orang Kristen sendiri," jelasnya.

 

Dua Martir Aceh 

Hampir empat abad silam, pada tahun 1638, darah dua orang martir telah tumpah di Aceh. Mereka adalah Pastor Dionisius Nativit, OCD dan Bruder

Redemptus Cruc OCD.  Keduanya dibunuh saat Sultan Iskandar Tani berkuasa.

"Di sini lokasi gereja Katolik pertama didirikan. Beberapa bulan lalu masih ada sisa-sisa temboknya. Sekarang sudah dibongkar semua. Di sini Dionisius dan Redemptus dibunuh," kata Baron pada saya. Tanah tempat  gereja itu berdiri telah menjadi milik PT KAI. Letaknya persis di bibir pantai Ulee Lheue.

Warung kopi mudah ditemukan di setiap sudut kota Banda Aceh (foto:Lex) 
Warung kopi mudah ditemukan di setiap sudut kota Banda Aceh (foto:Lex) 

Dionisius yang bernama asli Pierre Berthelot lahir di Honfleur, Perancis, 12 Desember 1600. Ayahnya adalah dokter dan nahkoda kapal. Ia berbakat di bidang pelayaran dan ahli menggambar peta untuk navigasi pelayaran. Tak heran, Pierre diangkat sebagai navigator L'Esprance, kapal dagang ekspedisi Perancis ke India, walaupun usianya baru 19 tahun. Namun naas terjadi, L'Esprance takluk di tangan VOC dalam perebutan rempah-rempah. Pierre menjadi tawanan di Jawa.

Begitu dibebaskan, Pierre mengadu nasib ke daerah koloni Portugis di Malaka. Ia bekerja pada Portugis. Namanya melejit berkat kejeniusan dan keberaniannya sebagai pelaut. Hal ini memikat hati Raja Portugis, yang menobatkannya sebagai 'ahli navigasi dan pembuat peta Asia'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun