Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kerja Sukacita Mama Aleda: Anak PAUD Jangan Diajar Membaca dan Menulis

14 Agustus 2022   06:38 Diperbarui: 16 Agustus 2022   19:45 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anna Aleda Ikari, pengelola PAUD Nuri Hamadi Gunung, Jayapura (Foto:Lex) 

Menjelang petang di Hamadi Gunung I RT 001 RW 009,  Jayapura, akhir April. Gerimis telah berhenti. Dari jalan beraspal di atas, dekat Puskesmas Hamadi Gunung, kami berjalan menurun, melewati beberapa rumah warga.

Segera tampak papan nama di atas pintu masuk sebuah rumah: Taman Bacaan Plus; Playgrup, kelompok Swadaya Anak dan Masyarakat "Nuri" Hamadi Gunung. 

Sebatang pohon mangga yang rimbun menaungi rumah itu. Di sampingnya segerombolan bambu kuning tumbuh menjulang. Sengaja ditanam sebagai penahan longsor.

Warga mengenalnya sebagai PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Nuri. Pengelolanya disapa Mama Aleda. Lengkapnya Anna Aleda Ikari. Seorang ibu rumah tangga biasa. Lulus sekolah menengah atas tahun 1996 di Jayapura.

Mama Aleda murah senyum. Tutur katanya teratur. Saya seperti mendengar ia sedang mengajar anak-anak PAUD ketika bercerita tentang aktivitasnya. 

Ia sudah tujuh tahun mengelola PAUD di rumahnya. Setiap hari ia menemani anak-anak bermain dan belajar. Dari Senin sampai Sabtu. Hari Minggu ia mengajar Sekolah Minggu di GKI  Immanuel Dok 7, Jayapura.

Anak Perlu Diperhatikan

Bermula dari keprihatinan Mama Aleda terhadap anak-anak di lingkungannya  yang kurang mendapatkan perhatian orang tua mereka. Anak-anak dibiarkan bermain tanpa kenal waktu. Kalau lapar barulah mereka pulang ke rumah.

"Barangkali karena orang tua sibuk bekerja jadi anak-anak luput dari perhatian mereka," kata Mama Aleda. Mayoritas warga Hamadi Gunung I  bekerja sebagai tenaga lepas di Pelabuhan Jayapura. Mereka sibuk sejak pagi sampai malam.

Mama Aleda tergerak melihat anak-anak itu. "Saya pikir,  apa yang bisa saya lakukan. Terus datang Pak Manoak Rejauw dari WVI. Dia bilang, mereka mau bikin PAUD. Baik sudah. Gayung bersambut," ujar Mama Aleda.

Ruang tamu keluarga berukuran 4 meter x 6 meter disekat menjadi  kelas. Sebuah lemari membatasi ruang kelas dan ruang keluarga. Meja-meja dan kursi dirapatkan ke dinding. 

Lantai rumah meski dari semen biasa, tapi mengkilap. Dipel setiap hari. Karena sebagian anak duduk dilantai untuk menempel dan memotong gambar. Tetapi karena ruang yang terbatas, maksimal hanya bisa menerima 30 orang anak.

Rumah sekaligus PAUD, ruang tamu disekat menjadi tempat belajar (Foto:Lex) 
Rumah sekaligus PAUD, ruang tamu disekat menjadi tempat belajar (Foto:Lex) 

"Saya sudah berencana, kalau ada rejeki sedikit saya bangun ruang keluarga di belakang, sehingga satu ruangan ini los ke sana, untuk PAUD semuanya. Supaya bisa tampung anak lebih banyak," kata Mama Aleda.

Kerja Sukacita

Mestinya uang bulanan dari setiap anak adalah Rp20 ribu. Tetapi Mama Aleda tidak tega menariknya dari orang tua mereka. "Saya tahu kondisi orang tuanya. Rata-rata hanya buruh to. Jadi (pendapatan) tidak menentu," kata dia.

Bagi mama Aleda mengajar PAUD bukan untuk mencari uang. "Ini kerja sukacita. Bisa mengajar anak-anak saja sudah luar biasa bagi saya," kata dia lagi.

Karena itu, untuk fotokopi bahan-bahan mengajar Mama Aleda mesti merogoh kocek sendiri. Beruntung ada satu-dua anak yang orang tuanya pegawai. 

Mereka membayar secara rutin. Kadangkala orang tua lain memberi bantuan sekadarnya. Uang inilah yang dipakai Mama Aleda untuk fotokopi.

"Anak-anak harus mewarnai, atau memotong dan menempel gambar. Jadi bahan-bahan harus difotokopi buat mereka. Sementara ATK  kami sudah dijamin oleh WVI. Jadi tidak khawatir," kata Mama Aleda. 

Sekarang hanya ia dan putrinya yang mengajar setelah dua totur lain mengundurkan diri karena berusia lanjut dan mulai sakit-sakitan.

Jangan Diajar Membaca & Menulis 

Bagaimana dengan materi pengajaran? Mama Aleda tidak kesulitan. Sebelum PAUD ini dibuka ia telah menjalani serangkaian pelatihan mengajar. 

Dari menyusun kalender PAUD, muatan pembelajaran, tema, kegiatan harian-mingguan-bulanan, hingga metode dan cara mengajar. Ia dilatih oleh fasilitator yang didatangkan ke Jayapura oleh WVI.

"Anak-anak PAUD dan TK itu tidak boleh diajar membaca dan menulis. Mereka hanya diajari mengenal huruf, mengenal benda dan mengenal binatang. Kasihan kalau dipaksa belajar baca-tulis. Dunia mereka masih dunia bermain," kata dia.

Oleh fasilitator, Mama Aleda juga diajari tentang belajar kontekstual. Artinya, untuk mengajar PAUD mereka bisa memakai bahan-bahan yang berada di lingkungan sekitar tempat tinggal.

"Anak-anak saya minta bawa kunyit atau bunga dari rumah. Kunyit bisa untuk warna kuning, bunga warna merah. Ada juga bahan peraga dari sedotan. Semua mudah didapatkan. Ada di sekitar kita," kata dia.

Membuka Jalan

Pada mulanya Mama Aleda tidak tahu cara mengajar. "Kita orang ini kan tidak tahu sama sekali tentang ilmu mengajar. Modal berani saja. 

Terus ada pelatihan, barulah kita orang mengerti sedikit-sedikit. Sekarang banyak guru PAUD yang datang tanya ke saya soal metode mengajar, soal penataan tempat, tentang kurikulum, bikin jadwal harian dan lain-lain," akunya.

Memang Kantor Pendidikan Nasional di Jayapura sedang menggalakan pendirian PAUD melalui program Pendidikan Luar Sekolah (PLK). Kesempatan ini ditangkap warga dan banyak lembaga. Mereka beramai-ramai mendirikan PAUD di lingkungan tempat tinggalnya. 

Sayang, tidak disertai dengan pelatihan yang teratur dan kontinyu. Pelatihan hanya sesekali diadakan dengan jumlah peserta puluhan orang. Peserta tidak bisa memahami secara penuh bahan-bahan yang diajarkan. 

Modul yang diberikan pun tidak "operasional".

"Kita dikasih buku tebal kayak begini tanpa panduan yang rinci. Teman-teman tutor kelabakan,"kata Mama Aleda.  Ia menyodorkan buku setebal lebih dari 300 halaman kepada saya.

"Bandingkan dengan ini yang hanya 20 halaman dan sudah mencakup bahan, metode dan tujuan yang dicapai. Sudah diurai semua. Kami tinggal ikut saja," ujarnya.

Ketika rekan-rekan guru PAUD kesulitan memahami apa yang diinginkan oleh kurikulum, Mama Aleda sudah jauh-jauh hari mendapatkan pelatihan tentang kurikulum ini. Karena itu ia kerap menjadi tutor untuk rekan-rekannya yang lain.

"Saya diundang untuk memberikan penjelasan. Mereka bilang, 'Ibu tolong ajar kita ka..'.  Teman-teman juga suka tanya cara menyusun kalender kegiatan, tentang bahan ajar kontekstual dan tentang menata ruangan. Saya dengan gembira mengajar mereka, karena saya tinggal ulang-ulang saja yang fasilitator sudah ajarkan kepada saya. Tapi saya pesan sama mereka, saya tidak mau dibayar. Ilmu ini saya dapat gratis, saya bagi gratis juga," ujarnya.

Sebelum pulang saya minta Mama Aleda mengajari saya tentang mengenal binatang. Ia beringsut dari tempat duduknya, menggapai selembar kertas yang berisi gambar binatang-binatang. Ia mulai  bercerita:

 Anak-anak, hari ini kita belajar tentang binatang. Binatang ada yang hidup di udara, di laut atau air  dan di darat. Yang hidup di udara itu seperti kupu-kupu, kelelawar, capung, belalang. Yang hidup di air seperti kepiting, ikan dan kura-kura. Ada pula yang hidup di darat seperti kelinci, anjing, ayam dan ular...

mama-aleda-2-62f8352d08a8b57987416cd2.jpg
mama-aleda-2-62f8352d08a8b57987416cd2.jpg
Mama Aleda bercerita tentang hewan-hewan kepada saya (Foto:Lex)

"Setelah saya ajar seperti itu, lalu saya tanya kepada mereka; kira-kira anjing itu suaranya bagaimana? Terus anak-anak menirukan. Ular suaranya bagaimana..ayam bagaimana...."

 Sambil belajar tentang hewan, anak-anak menirukan suaranya.

"Mereka jadi senang to. Tertawa-tertawa," kata Mama Aleda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun