Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

ACT, Keterbukaan Lembaga Sosial dan Ma'ruf Amin

28 Juli 2022   06:42 Diperbarui: 28 Juli 2022   06:45 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

ACT, Keterbukaan Lembaga Sosial dan Ma'ruf Amin.

Lembaga filantropi ACT (Aksi Cepat Tanggap) telah memasuki babak baru. Empat tersangka telah ditetapkan. Walaupun para tersangka belum ditahan, namun kasusnya sudah ditingkatkan statusnya menjadi tahap penyidikan.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta lembaga sosial terbuka agar kasus ACT tidak terulang.(CNN Indonesia, Kamis, 28 Jul 2022). Himbauan ini disampaikan agar lembaga sosial menyampaikan laporannya secara terbuka. Ini diharapkan bisa menjaga kepercayaan masyarakat kepada lembaga sosial yang masih menyelenggarakan pengumpulan uang dan barang yang akan disalurkan.

Pertanyaannya untuk bapak Wakil Presiden Ma'ruf Amin, apakah cukup hanya mengharapkan lembaga sosialnya yang terbuka? Mungkinkah lembaga sosial seperti ACT mau terbuka? Mereka merasa dipercaya dan tidak ada lembaga pengawasnya, lalu?

Menurut Ma'ruf Amin bahwa lembaga sosial seperti ini akan dikelola pemerintah. Semua pengelolanya bersertifikat. Ini diharapkan akan membangun kepercayaan masyarakat. Pertanyaannya, apakah masih namanya lembaga sosial, jika sudah dikelola pemerintah? Apakah itu tidak menjadi instansi pemerintah?

Jika lembaga sosial yang merupakan prakarsa dan swadaya masyarakat, itu bukan dikelola pemerintah.  Jika ini dikelola pemerintah, ini pengambil alihan lembaga sosial. Pemerintah sudah memiliki Kementerian Sosial. Di daerah ada Dinas Sosial. Lembaga sosial seperti ACT muncul justeru karena kelemahan Dinas Sosial dan Kementerian Sosial.

Korupsi di Kementerian Sosial dan Dinas Sosial di daerah yang menyelewengkan bantuan sosial menjadi noda korupsi yang  luar biasa. Pejabat pemerintah yang seharusnya mengelola dan menyalurkan bantuan sosial menyelewengkan dana bantuan sosial. Berbahagia diatas penderitaan korban bencana.

Penyelewengan dana bantuan sosial seperti ACT ini adalah paralel dengan korupsi yang dilakukan pejabat negara di Kementerian Sosial dan Dinas Sosial. Sami mawon. Mirip, dan hampir sama. Kebejatan perilaku. Wajah budiman dan alim, perilaku seperti setan gentayangan, pemakan bantuan untuk orang lain.

Rekomendasi.

Belajar dari kasus ACT dan menyimak apa yang disampaikan Ma'ruf Amin, maka penulis memberikan rekomendasi agar kasus ACT tidak terulang lagi di masa depan.

Pertama, pemerintah perlu membuat regulasi yang ketat mulai dari Undang-undang sampai kepada peraturan pelaksana, petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis.

Kedua, perlu dibentuk lembaga pengawas lembaga sosial yang diberikan izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB). Pengawas diberikan kewenangan memeriksa laporan kegiatan dan laporan keuangan dan berhak memberikan rekomendasi penghentian sementara kegiatan, jika ditemukan ada penyalahgunaan bantuan.

Ketiga, perlu diatur penyampaian laporan yang sudah harus diaudit oleh auditor professional yang ditunjuk dan ditetapkan. Jangan lembaga sosialnya yang menetapkan siapa auditornya. Jika lembaga sosialnya memiliki jangkauan ke dunia internasional seperti ACT memberikan bantuan dan menerima bantuan ke 10 negara, maka auditornya harus auditor internasional. Jangan ada alasan mahal, padahal gaji pengurusnya sampai ratusan juta.

Keempat, penegak hukum perlu memberikan hukuman berat bagi pelaku penyelewengan dana bantuan sosial ini. Ini diharapkan bisa membuat efek jera kepada pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya. Bisa jadi dia salah di ACT, karena hukuman ringan, dia membuat lembaga baru dan melakukan kejahatan yang sama seperti apa yang dilakukannya di ACT. Ini juga bisa mencegah orang atau lembaga sosial sejenis berpikir melakukan seperti ACT ini.

Kelima, perlu diberikan hukuman sosial selain hukuman penjara. Misalnya bekerja di daerah bencana dan menangani trauma korban bencana. Ini perlu untuk membangun kesadaran, simpati dan empati terhadap korban bencana. Ini diharapkan bisa memanusiakan kemanusiaannya yang memakan bantuan yang seharusnya menjadi hak para korban bencana.

Dengan rekomendasi seperti diatas, maka penyelenggara dan pengelola lembaga sosial seperti ACT bisa berpikir dan menyadari bahwa mereka bisa satu saat menjadi tersangka dan terhukum secara hukum pidana dan hukum sosial. Jika hukuman itu berat, maka bisa mencegah niat mereka untuk berbuat seperti yang dilakukan ACT ini.

Jadi himbauan bapak Wakil Presiden tentang lembaga sosial harus terbuka sudah baik, namun tidak cukup. Harus ada tindakan konkrit untuk menata dan mengatur bagaimana agar lembaga sosial itu terbuka. Harus dipaksa dengan peraturan yang bersifat publik atau peraturan negara memaksa.

Lembaga sosial kita belum sadar akan akibat penyelewenagannya. Dia menganggap bahwa bantuan yang dikumpulkannya itu adalah miliknya dan bebas untuk menikmatinya. Makanya gajinya sampai ratusan juta per bulan dan mobil operasionalnyanya sangat mewah.

Lembaga sosial, harus dipaksa untuk tunduk terhadap aturan regulasi, terbuka dalam mengelola dan menyampaikan laporan teratur, bersedia diperiksa dan siap ditutup dan dituntut secara hukum  jika salah.

Pengawasan ketat dan penindakan terhadap lembaga sosial yang salah menjadi sebuah kebutuhan bagi terselenggaranya penyaluran bantuan sosial yang terbuka dan sesuai dengan tujuannya. Semoga.

Aldentua Siringoringo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun