Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sang Penyalur Bantuan Bencana

20 Januari 2021   05:30 Diperbarui: 20 Januari 2021   05:58 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semangat Pagi Indonesia.

Sang Penyalur Bantuan Bencana.

Sang Kakek dan Sang Cucu berjalan pagi bersama untuk menjaga kesehatan dan kebugaran.

   "Kita ini susah ya kek. Banyak korban bencana alam seperti di Kalimantan Selatan dan korban gempa di Sulawesi Barat yang mengeluh belum dapat bantuan. Sementara bantuan tersedia. Kenapa penyaluran bantuan bencana selalu bermasalah ya?" kata Sang Cucu.

   "Menyalurkan bantuan untuk bencana sudah ada prosedurnya, ada aturannya," kata Sang Kakek.

   "Justeru kalau sudah ada, seharusnya mudah. Kalau belum ada prosedurnya, bisa jadi alasan, menunggu pembuatan prosedur," kata Sang Cucu.

   "Menyalurkan bantuan bencana tidak mudah, bisa karena alasan medan bencana yang sulit, cuaca dan berbagai hal," kata Sang Kakek.

   "Semua kan bisa disiasati sesuai kesulitan lapangannya. Tapi kita kan mempunyai badan penanggulangan bencana di tingkat pusat, propinsi dan daerah kabupaten dan kota. Hampir setiap tahun ada bencana, kenapa tidak bisa belajar dari satu bencana ke bencana lain untuk belajar menyalurkan bantuan bencana?" kata Sang Cucu.

   "Mereka mungkin hati-hati sebab takut bermasalah dan menjadi tersangka dalam penyaluran bantuan untuk bencana tersebut," kata Sang Kakek.

   "Lho, kalau mereka beritikad baik dan tidak mengambil atau mengurangi bantuan bencana tersebut, kan tidak masalah?" kata Sang Cucu.

   "Kalau mereka melangkahi prosedur dan kurang hati-hati bisa menjadi tersangka," kata Sang Kakek.

   "Ini bukan soal melangkahi prosedur, tetapi mempercepat penyaluran bantuan bencana sesuai prosedur. Itu berbeda sekali kek. Yang kita maksudkan, bolehkah penyaluran dipercepat tanpa melangkahi prosedur?" kata Sang Cucu.

   "Semua bisa, namun birokrasi di negara kita ini terkadang berbelit-belit, sehingga yang seharusnya bisa cepat menjadi lambat. Nahkan ada pameo birokrasi, kalau bisa diperlambat, kenapa harus dipercepat," kata Sang Kakek.

   "Katanya sudah ada reformasi birokrasi, makanya nama Kementeriannya kan Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, apa itu hanya sekedar nama, bukan perwujudan?" kata Sang Cucu.

   "Nama kementeriannya boleh seperti itu, namun belum tentu perwujudan. Kementerian Agama, apakah mereka patuh beragama? Banyak juga korupsinya. Dana Haji pun dikorupsi. Pengadaan Kitab Suci pun dikorupsi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga begitu. Disana juga dulu banyak korupsi. Jadi nama itu tidak ada jaminan," kata Sang Kakek.

   "Itu kementerian, tapi ini kan bencana. Ada namanya tanggap darurat. Kalau darurat kan berarti harus dengan kecepatan tinggi. Kalau sudah mati kelaparan korban bencana, apa gunanya disalurkan bantuan untuk bencana? Kalau sudah meninggal orang di bawah reruntuhan gedung akibat gempa, untuk apa lagi dikirim alat berat penolong? Semuanya sudah terlambat," kata Sang Cucu.

   "Itu betul. Memang seringkali penyaluran bantuan ini terlambat. Tapi sepertinya sudah terbiasa kita dengan terlambat, birokratis dan bahkan ada juga yang tega korupsi bantuan untuk bencana," kata Sang Kakek.

   "Nah ini lagi masalah besar bangsa kita ini. Sudah tahu untuk bantuan bencana masih dikorupsi. Seharusnya koruptor bantuan bencana itu harus dihukum mati, biar jera," kata Sang Cucu.

   "Menjatuhkan hukuman mati itu tidak mudah. Harus jelas dasar, alasan dan pertimbangan hukumnya," kata Sang Kakek.

   "Kurang apa lagi alasan, dasar dan pertimbangan hukumnya? Sudah tahu untuk bantuan bencana bagi korban bencana, masih dikorupsi. Dimana rasa kemanusiaannya? Itu kan bantuan kemanusiaan masih dikorupsi," kata Sang Cucu.

   "Rasa kemanusiaan manusia kan berbeda-beda walaupun rambut sama hitam," kata Sang Kakek.

   "Makanya kalau sampai korupsi bantuan bencana, patut diduga sudah hilang rasa kemanusiaannya, patut dihukum mati," kata Sang Cucu.

   "Memang layak dipertimbangkan, tapi semua tergantung alat bukti, fakta persidangan,pertimbangan hukum dan keyakinan dari hakimnya," kata Sang Kakek.

   "Makanya para hakim itupun perlu dihadirkan ke tempat bencana dan melihat langsung para korban bencana yang seharusnya menerima bantuan tersebut. Dan bisa juga membangun empati, jika sekiranya mereka atau keluarganya yang menjadi korban bencana, tapi bantuannya dikorupsi oleh para penyalur bantuan bencana tersebut," kata Sang Cucu.

   "Ide yang bagus juga itu. Biar para hakim yang mau memutuskan perkara penyalur bantuan bencana yang korupsi memahami masalah dan empati terhadap para korban itu," kata Sang Kakek.

   "Makanya semua masalah bisa dicari solusinya, jangan hanya nyinyir dan berdebat kusir saja. Jadi para penyalur bantuan bencana segera cepat belajar dan menyalurkan bantuan. Jangan sampai jeritan para korban bencana sudah menggema kemana-mana, baru bantuan disalurkan," kata Sang Cucu.

   "Kamu kebanyakan baca berita di media sosial, makanya kamu juga sewot ya?" kata Sang Kakek.

   "Bukan begitu kek. Pak Presiden sudah memerintahkan Kepala BNPB, Mensos, Panglima TNI, Kapolri, Gubernur dan kepala daerah  untuk segera bertindak cepat dalam rangka tanggap bencana, masih lambat saja. Apakah harus presiden turun langsung, baru repot para pejabat itu?" kata Sang Cucu.

   "Tidak seharusnyalah presiden turun langsung, kan masih banyak pekerjaan beliau yang lebih penting," kata Sang kakek.

   "Tapi kalau belum beres bagaimana? Kan kalau presiden turun, wah itu tidak perlu ditangani langsung presiden, tapi dibiarkan pekerjaannya melambat. Para pejabatnya harus tanggap dan kerja cepatlah. Kalau korban bencana sudah lapar, berilah cepat bantuan makanan. Kalau sakit, kirim para medis. Jangan tunggu atau perlambat penyaluran bantuannya," kata Sang Cucu.

   "Semogalah para penyalur bantuan bencana memiliki kesadaran, simpati dan empati kepada korban untuk bisa bergerak lebih cepat, sehingga korban bencana tidak perlu mengeluh baru bantuan disalurkan," kata Sang kakek.

   "Satu lagi yang penting pesannya kek. Jangan dikorupsi bantuan bencana itu," kata Sang Cucu.

Penyaluran lambat, korban bencana mengeluh, kenapa penyaluran bantuan bencana tidak bisa lebih cepat dan tidak sempat korban mengeluh ya. Kalau boleh jangan terjadi lagilah korupsi bantuan bencana. Semoga para penyalur bantuan bencana semakin baik dan gesit, gumam Sang Kakek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun