Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menakar Strategi Kebijakan Integrasi Penanganan COVID-19 dengan PEN

22 Juli 2020   22:33 Diperbarui: 22 Juli 2020   22:33 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Kembali mengeluarkan kebijakan baru. Gugus Tugas Penanganan COVID-19 kini dilebur dalam Komite Penanganan Covid-19 dengan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dengan keluarnya Perpres no 82 tahun 2020 tentang Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Komite ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan antara kebijakan Kesehatan dengan kebijakan perekonomian yang sering dikatakan pak Presiden, ini ibarat gas dan rem, dua-duanya harus dilakukan secara seimbang," kata Mensesneg Pratikno sebagaimana dikutip detik.com.

Apa gerangan maksud dan strategi yang ingin dilakukan presiden dan pemerintah dengan menggabungkan penanganan COVID 19 dengan PEN? Apakah penggabungan ini tidak membuat gagal fokus terhadap penanganan COVID-19? Apakah ini tidak menimbulkan kerancuan dimana tidak ada yang menjadi skala prioritas?

Apakah presiden ingin menggeser skala prioritas dan sentral Gugus Tugas?  Apakah Gugus Tugas      dianggap kurang efektif ke daerah untuk menggas penanganan COVID-19 yang masih banyak daerah yang memasuki zona merah? Apakah penggabungan ini akan menggeser skala prioritas penanganan COVID-19 menjadi sama prioritas dengan penanganan perekonomian?

Belajar dari berbagai negara yang melakukan lock down dengan memprioritaskan penanganan COVID-19 tanpa penanganan ekonomi, ternyata membuat kelumpuhan ekonomi. Singapura contohnya yang telah memasuki resesi ekonomi. Salah satu alasan pertimbangan perlunya PEN menjadi  sebuah kebutuhan sekarang ini.

Presiden Jokowi bisa dikatakan cukup tegar dalam pilihan. Ketika awal pandemi COVID-19 terjadi dan masuk Indonesia, banyak kalangan dan pihak yang mendorong untuk melakukan lock down. Pemerintah memilih PSBB. Dan kini terlihat hasilnya. Sekiranya dilakukan lock down tentu kita akan mengalami seperti negara lain, termasuk Singapura. Lock down mengakibatkan kelumpuhan ekonomi.

Apakah dengan penggabungan penanganan COVID-19 ini dengan PEN sebagai program perekonomian akan mulai melonggarkan penanganan COVID-19? Apakah dengan hadirnya vaksin dari Tiongkok yang akan segera diuji klinis tahap ketiga di Indonesia sudah dianggap sebagai harapan untuk bisa mengatasi Covid-19? Lalu kini perlu diambil ancang-ancang untuk memberikan focus kepada pemulihan ekonomi pada tahun 2021?

Jika vaksin dari Tiongkok yang akan ditangani Universitas Pajajaran dan Bio Farma berjalan sesuai dengan waktu yang direncanakan, Pebruari 2021 sudah bisa diproduksi massal, maka diharapkan kuartal  kedua tahun 2021 COVID 19 sudah bisa diatasi. Berarti PEN akan menjadi prioritas utama.

Namun harus diantisipasi juga, jika uji klinis vaksin dari Tiongkok tersebut tidak seperti yang diharapkan. Harus ada antisipasi dan solusi alternatif dengan mendorong penemuan vaksin di Indonesia oleh ahli Kesehatan kita.

Gugus tugas menjadi salah satu bagian dalam penanganan berama COVID-19 dengan PEN memang akan membuat posisi strategis dan bintang utama selama ini seakan hilang, bisa membawa dampak psikologis bagi tenaga Kesehatan dan para pihak dalam gugus tugas. Namun kepercayaan dari Presiden selama ini kepada gugus tugas sudah cukup dan kini harus kerja sama yang baik dengan penanganan pemulihan ekonomi.

Namun jika pemerintah terlalu memprioritaskan PEN dan meninggalkan penanganan COVID-19 juga sangat berbahaya. Penanganan COVID-19 adalah penanganan pandemi. PEN adalah penanganan ekonomi. Dua hal ini sangat berbeda pendekatannya. Jika berhasil menggabungkannya akan baik. Namun jika gagal, dan yang satu mengkooptasi yang lainnya, bisa berakibat fatal. Kenapa? Kelemahan yang agak menonjol di tingkat pejabat kementerian dan yang ada di bawah presiden adalah lemahnya kordinasi dan masih kuat ego sektoral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun