Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Pemrotes Kenaikan Iuran BPJS, Kena Skakmat

19 Mei 2020   21:37 Diperbarui: 19 Mei 2020   22:27 2156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sang Kakek dan Sang Cucu kedatangan seorang tamu  anggota keluarga sepupu jauh.  Dengan gagah dan mobil mewahnya. Sang cucu bertugas memberi tahu kepada mbak agar menyediakan minuman untuk tamu. Sang cucu bertugas membawakan minuman kepada tamunya.

Sang cucu menyimak dialog dan cerita Sang kakek dan tamunya. Bercerita baru saja membayar asuransi mobilnya hampir lima belas juta setahun. Tentang cerita dia baru memasang cincin atau ring di jantungnya dua buah, dengan jaminan dari BPJS Kesehatan, dia tidak membayar apapun. Ini adalah pemasangan kedua. Pertama beberapa tahun lalu sebelum dia anggota BPJS Kesehatan, dia membayar sampai delapan puluh juta rupiah.  Dan masih  berbagai cerita diantara mereka.  Dan tibalah diskusi tentang naiknya iuran BPJS yang dinaikkan oleh pemerintah.

   "Saya memprotes kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini. Bayar 80 ribu pun sudah susah. Sekarang dinaikkan menjadi 150 ribu," kata sang tamu.

   "Memang banyak yang protes kenaikan karena pas masa pandemi ini," kata kakek menimpali.

   "Itulah masalahnya. Kenapa harus di masa pandemi ini dinaikkan? Kan baru saja kenaikannya dibatalkan MA melalui putusannya, kini pemerintah menaikkan lagi dengan Perpres baru. Ini menjengkelkan masyarakat. Banyak yang protes. Banyak tokoh berbicara menuduh pemerintah tidak sensitif dengan rakyatnya," lanjut sang tamu.

   "Tapi kita juga harus paham posisi pemerintah. Kalau iuran tidak dinaikkan, maka BPJS Kesehatan akan mengalami defisit besar dan bisa melumpuhkan pembayaran klaim kesehatan juga," kata kakek mencoba menjelaskan.


   "Itu kan tugas pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat pak," kata sang tamu.

Sang cucu yang sedari tadi menyimak dan mendengar mulai ikut angkat bicara.

   "Menurut bapak pemerintah tidak boleh menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini?" tanya sang cucu.

   "Boleh tapi jangan sekarang dimana pandemi lagi menjalar yang menyulitkan masyarakat," kata sang tamu.

   "Apakah negara dan pemerintah tidak mengalami kesulitan juga?" tanya Sang Cucu.

   "Kalau pemerintah kesulitan, ya pemerintahlah yang mencari jalan keluar. Jangan membebankan masyarakat yang sedang kesulitan," kata sang tamu.

   "Ini iuran BPJS Kesehatan yang harus bapak bayar karena bapak ikut anggota peserta kan?" tanya Sang Cucu.

   "Ya."

   "Bapak dipaksa ikut atau kesadaran sendiri?" Tanya cucu.

   "Saya peserta mandiri Kelas 1," jawab sang tamu.

   "Kalau bapak tidak membayar, kalim bapak tidak dibayarkan?" tanya cucu.

   "Ya, betul," jawab sang tamu.

   " Bapak sudah pernah menikmati manfaat BPJS Kesehatan?" tanya Sang Cucu.

   "Sudah sih. Tadi baru cerita kepada kakek, baru memasang dua ring," jawab sang tamu.

   "Berapa kira-kira biaya memasang dua ring, kalau bayar sendiri?" tanya sang cucu.

   "Sekitar 80 juta lah," jawab sang tamu polos.

   "Iuran bapak sebelumnya berapa?" Tanya Sang Cucu seperti interrogator.

   "Delapan puluh ribu, " jawabnya.

   "Itu kalau dihitung iuran bapak itu, berarti bapak harus membayar iuran selama seribu bulan atau sekitar delapan puluh tiga tahun empat bulan. Betul pak?" desak cucu.

   "Kira-kira begitulah," jawab sang tamu.

   "Apakah kira-kira bapak masih bisa hidup delapan puluh tiga tahun lagi dan tidak sakit supaya impas biaya bapak ini?" tanya cucu.

   "Ya sulitlah itu," jawab sang tamu.

   "Kalau begitu, kenapa bapak ikut protes kenaikan ini. Berapa tadi asuransi mobil bapak itu setahun?" tanya cucu.

   "Sekitar lima belas juta," jawab sang tamu.

   "Nah mari kita bandingkan, kalau untuk BPJS Kesehatan bapak hanya sejuta delapan ratus ribu setahun, sementara mobil bapak lima belas juta setahun, mana lebih berharga , mobil atau nyawa bapak?" tanya Sang Cucu.

   "Lho, jangan begitu dong pertanyaannya. Ini menjebak," protes sang tamu.

   "Apakah penyakit jantung bisa mengambil nyawa kalau tidak cepat ditolong dan berobat?" tanya cucu.

   "Ya."

   "Makanya pak, mari berpikir jernih. Bapak hanya mau dibayarin klaimnya, tapi tak rela membayar iurannya. Ini namanya mau menang sendiri. Saya coba menjelaskan tentang BPJS ini untuk menjadi dasar kita menilai kenaikannya. Jadi tidak hanya bicara setuju atau tidak setuju kenaikannya.  Mari bicara data," kata sang cucu  seperti guru mau mengajari muridnya sambil membuka HP nya dan membeberkan data berdasarkan laporan BPJS 2019.

"Peserta BPJS Kesehatan ada 223 juta. Penerima Bantuan Iuran (PBI) pesertanya  96,5 juta. Bukan Penerima Bantuan Iuran (BPBI) pesertanya 90,3 juta. Peserta yang didaftarkan Pemda pesertanya 36,1 juta. Sebanyak 96,5 juta peserta atau sekitar 43,3 persen iurannya ditanggung pemerintah melalui APBN.  BPBI 90,3 juta ini  terdiri dari Pekerja Penerima Upah (PPU penyelenggara negara 17,7 juta, PPU BUMN 1,6 juta. PPU Swasta 25,7 juta. Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) 30,3 juta. Bukan Pekerja (BP) Penyelenggara Negara 4,6 juta. BP Non Penyelenggara Negara 491.000.

Nah sekarang kita lihat kinerja iuran peserta vs klaimnya. Untuk tahun 2019. Yang surplus.  Iuran PBI yang dibayar pemerintah 35,8 triliun vs klaim 24,7 triliun, surplus 11,1 triliun. Segmen swasta surplus 12,1 triliun (iuran 28,6 triliun vs klaim 16,5 triliun). ASN-TNI POLRI surplus 1,3 triliun (iuran 16,5 triliun vs kalim 15,2 triliun). Total surplus 24,5 triliun.

Yang defisit. Segmen PBPU atau pekerja informal, defisit 20,9 triliun (iuran 10,5 triliun vs klaim 31,4 triliun). Segmen BP defisit 6,5 triliun (iuran 1,9 triliun vs klaim 8,4 triliun. Segmen yang didaftarkan Pemda, defisit 200 miliar (iuran 12,7 triliun vs klain 12,9 triliun). Total defisit adalah 27,6 triliun.

Maka kalau total defisit dikurangi surplus, maka defisit menjadi 3,1 triliun. Tunggakan iuran sampai 2019 ada 7,1 triliun. Maka total kekurangannya adalah 10,2 triliun. Belum lagi biaya operasional perusahaan.     

Lalu pemerintah harus cari dari mana untuk menutupi kerugian BPJS Kesehatan itu?" tanya cucu.

Sang tamu terdiam. Dia skakmat dibuat cucu yang memberikan data secara mencengangkan.

   "Pemerintah menaikkan iurannya tahun 2019 sebelum pandemi ada. Lalu ada sebagian masyarakat menggugat ke MA. MA membatalkan kenaikan seratus persen iuran. Lalu pemerintah merubah peraturan presidennya, kenaikannya menjadi delapan puluh tujuh persen. Kenapa harus dinaikkan lagi? Karena memang harus dinaikkan. Kalau tidak dinaikkan, BPJS Kesehatan akan sulit membayar klaim kesehatan ini. Ini jangan hanya bicara kesulitan masyarakat, tapi kesulitan pemerintah juga harus dipikirkan masyarakatnya," kata cucu seakan berceramah.

   "Wah hebat sekali. Kau sudah layak diangkat dan  kita usulkan ke pemerintah menjadi duta BPJS Kesehatan kaum milenial," kata kakek yang sedari tadi mendengarkan penjelasan cucunya.

   "Terima kasih usulan dan pujiannya kek. Ada lagi satu yang penting ingin saya sampaikan. Ada seorang Presiden Amerika bernama John F Kennedy menyatakan demikian, 'jangan tanya apa yang diberikan oleh negara kepadamu, tapi tanyalah apa yang kamu berikan kepada negaramu.' Jangan hanya menuntut negara, tapi tuntut dirimu untuk berbuat demi negaramu, cukup sekian dulu pidato hari ini," kata cucu sambil tersenyum.

Sang tamu terdiam dalam kegetiran. Seorang anak kecil Sang Cucu telah menceramahinya tentang BPJS dan tanggung jawab bernegara. Sang Kakek semakin mengagumi cucu milenialnya yang semakin menguasai data tentang apa yang mereka diskusikan.

Kalau semua kita bisa membaca dan melihat data perkembangan BPJS Kesehatan dulu, baru ikut nimbrung diskusi atau memberikan sikap, mungkin akan lain pendapat kita, kecuali kita hanya mau menang sendiri. Ingin didengar tanpa mau mendengar, ingin menuntut tanpa mau menjalankan kewajibannya. Ingin dibayar klaim tanpa membayar iuran. Hanya meminta negara berbuat, tanpa bertanya apa yang diperbuatnya untuk negara, ah terlalu panjang keluhan ini,  gumam kakek dalam hatinya. Sekian dulu.

 Terima kasih. Salam dan doa.

Aldentua Siringoringo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun