Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Setiap musim hujan, kasus DBD cenderung meningkat dan sering menimbulkan korban jiwa. Kondisi ini menegaskan pentingnya deteksi dini dan kepastian diagnosis. Peran itu tidak bisa dilepaskan dari Teknologi Laboratorium Medis (TLM) yang bekerja di balik layar.
Sejarah Singkat DBD di Indonesia
Penyakit DBD pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya. Sejak saat itu, kasusnya muncul berulang hampir setiap tahun. Data Kementerian Kesehatan mencatat, pada tahun 2022 terdapat lebih dari 131 ribu kasus dengan lebih dari seribu kematian. Angka ini menegaskan bahwa DBD masih menjadi ancaman serius, terutama bagi anak-anak dan remaja.
Mengapa DBD Berbahaya?
Gejala awal DBD sering menyerupai flu biasa: demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Namun, infeksi dengue dapat menyebabkan trombosit turun drastis sehingga memicu perdarahan hingga syok dengue. Tanpa hasil pemeriksaan laboratorium, membedakan infeksi biasa dengan DBD sangat sulit. Kesalahan diagnosis tentu bisa berakibat fatal.
Peran TLM dalam Diagnosis DBD
Tenaga laboratorium medis berperan memastikan diagnosis melalui berbagai uji laboratorium, antara lain:
- Tes Serologi (NS1, IgM, IgG Dengue): Membantu mendeteksi infeksi sejak fase awal maupun lanjutan.
- Hematologi Lengkap: Untuk memantau jumlah trombosit, hematokrit, dan sel darah putih.
- Pemeriksaan PCR: Memastikan adanya virus sekaligus mengidentifikasi serotipe dengue di masyarakat.
Hasil pemeriksaan ini menjadi acuan dokter dalam menentukan apakah pasien cukup dipantau rawat jalan atau harus segera dirawat intensif.
Tantangan di Lapangan
Meski teknologi semakin maju, masih ada sejumlah kendala:
- Fasilitas terbatas di daerah terpencil. Tidak semua laboratorium memiliki alat lengkap untuk uji dengue.
- Kurangnya kesadaran masyarakat. Banyak pasien baru diperiksa ketika kondisi sudah parah.
- Kebutuhan peningkatan kompetensi. Tenaga TLM perlu terus mengikuti perkembangan teknologi agar pemeriksaan lebih akurat.
Peran Mahasiswa dan Lulusan TLM
Bagi mahasiswa TLM, kasus DBD adalah gambaran nyata bahwa ilmu yang dipelajari berdampak langsung pada penyelamatan nyawa. Lulusan TLM tidak hanya berkiprah di rumah sakit, tetapi juga bisa berkontribusi di laboratorium riset, kesehatan masyarakat, hingga epidemiologi. Mereka adalah “penjaga mutu data kesehatan,” memastikan hasil pemeriksaan benar-benar valid untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan medis maupun kebijakan publik.
Penutup
Kasus DBD yang terus berulang menunjukkan betapa pentingnya profesi TLM. Dari balik mikroskop, mereka berkontribusi langsung pada nyawa pasien. Tanpa hasil laboratorium yang akurat, diagnosis bisa keliru dan penanganan menjadi terlambat.
Profesi ini memang jarang terlihat di garda depan, tetapi perannya sangat vital dalam menjaga keselamatan masyarakat. Dengan kerja mereka, upaya pengendalian DBD bisa lebih tepat sasaran dan menyelamatkan lebih banyak nyawa.
Referensi
1. Kementerian Kesehatan RI. (2023). Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
2. World Health Organization (WHO). (2022). Dengue and severe dengue.
3. Harapan, H., et al. (2019). Dengue and dengue hemorrhagic fever in Indonesia: epidemiology, diagnostic challenges, and mutations from an academic perspective. Acta Tropica.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI