Mohon tunggu...
Mustafa Kamal
Mustafa Kamal Mohon Tunggu... Guru - Seorang akademisi di bidang kimia dan pertanian, penyuka dunia sastra dan seni serta pemerhati masalah sosial

Abdinegara/Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Ikut-ikutan Jadi Guru Penggerak

26 November 2021   21:35 Diperbarui: 26 November 2021   21:46 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Diantara rekan guru mungkin sudah ada yang menggeluti profesi guru ini bertahun-tahun lamanya. Ada yang berstatus guru honor atau PNS. Selama itu, kalo mau jujur pasti ada yang merasa belum menjadi sosok guru yang betul-betul profesional. Sosok guru yang betul-betul "guru."

Sebagian kita pasti ada yang jarang sekali meng-update kemampuan profesional seorang guru, yaitu kemampuan dalam mengembangkan penguasaan bidang ilmu yang diajarkan. Malas baca-baca buku. Malas mengikuti pelatihan atau Diklat. Malas mengikuti program-program pemerintah untuk meningkatkan kemampuan seorang guru.

Terlena pada zona nyaman,  mengajarkan ilmu yang itu-itu saja setiap tahun.  Murid ada paham atau tidak, ada dapat ilmunya atau tidak, ada gunanya atau tidak, tak usah dipikir. 

Selain itu juga enggan mengembangkan kemampuan pedagogik bagaimana mengajar yang benar sesuai tuntutan model pembelajaran baru yang bejibun itu. Cara mengajar dari awal menjadi guru, ya itu Ceramah bin ceramah.

Kadang ada sedikit berubah kalau ada kegiatan supervisi , barulah tampil dengan penuh gaya, pakai media pembelajaran yang wah, model pembelajaran yang kekinian, pokoknya tampil sempurna sesuai tuntunan instrumen supervisi. Murid-muridpun kadang di setting agar tampak aktif. Setelah itu balik lagi ke ceramah bin ceramah. Aduhai, asyiknya berpura-pura. 

Dalam menilai murid pun, tanpa melihat kemampuan murid. Kasih nilai sudah. Luluskan saja semua, tak mau repot.  Yang penting murid senang, kita tenang. Begitupun dalam hal menjalin hubungan murid dan guru. Tak usah terlalu dekat, jaga jarak dan  menjaga imege "saya ini guru, lho.." Murid harus segan.

Sebagian kita memahami kalau belum bisa menjadi sosok guru yang menginspirasi. Belum bisa terlalu dekat dengan murid, menjadi teman mereka. Menjadi orangtua bagi mereka. Tempat mereka curhat. Membantu persoalan mereka Semua terasa susah untuk dilakoni.  Lebih baik cari aman saja.  Apalagi meniru rekan guru inspiratif yang sering muncul di berita, yang siap berkorban apa saja demi kemajuan anak didiknya. Wah, berat ini mah. 

Sikap statis ini kadang menjadi pembenar bila melihat rekan guru lain yang kadang lebih parah. Seperti ada yang kena penyakit AIDS (Alpa, Izin, Dikit-dikit Sakit), ASAM URAT (Asal Masuk , Uring-uringan dan Tidur di Mushala), ASMA (Asal Mengisi Absen), BATUK (Banyak Ngantuk), FLU (Facebookan Melulu), KRAM (Kurang Trampil), KUDIS (Kurang Disiplin), PUCAT PASI (Pulang Cepat, Padahal masih pagi), TBC (Tidak bisa Computer) dan lain sebagainya. Melihat guru lain begini, yang muncul malah memuji diri sendiri. "Saya masih baik ini mah..."

Nah, apakah sosok seperti ini pantas mengemban tugas mulia "Profesi Guru"?

Jika jujur, kita pasti sepakat untuk menjawab: tidak. Bangsa ini butuh guru-guru yang betul-betul berdedikasi. Butuh guru yang berhati mulia, yang ilmunya seluas samudera, dan kasihnya bak ayah dan bunda.  

Bila kita menginginkan guru hebat untuk anak-anak kita. Mengapa kita tak mau menjadi guru hebat untuk murid-murid kita. Tentu ini tidak adil.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun