Mohon tunggu...
AL AZHAR ASY SYARIF SUMUT
AL AZHAR ASY SYARIF SUMUT Mohon Tunggu... Official Pemberitaan Sekolah Islam Masa Depan Al-Azhar Asy-Syarif Boarding School Sumatera Utara (AAIBS)

Official Pemberitaan Sekolah Islam Masa Depan Al-Azhar Asy-Syarif Boarding School Sumatera Utara (AAIBS)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd

11 Oktober 2025   10:25 Diperbarui: 11 Oktober 2025   10:25 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)

Pukul 06.50, halaman Madrasah Aliyah Al-Azhar Asy-Syarif Sumatera Utara dipenuhi langkah-langkah ringan para santriwati. Dengan seragam putih abu-abu yang rapi, mereka datang dengan senyum dan sapaan bersahutan yang menciptakan suasana penuh semangat.

Di tengah keramaian itu, tampak sosok Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd., wali kelas XII Sutayta Al Mahamali, yang menyambut setiap santriwati dengan senyum hangat dan sapaan penuh kasih. Bagi beliau, menyambut kedatangan santriwati bukan sekadar rutinitas, melainkan wujud kasih sayang yang menumbuhkan rasa dihargai dan diterima.

Gestur sederhana tersebut ternyata memiliki arti besar bagi para santriwati. Sapaan hangat dari wali kelas menjadi penyemangat awal sebelum mereka memasuki pelajaran. Banyak santriwati mengaku merasa lebih percaya diri dan siap belajar karena setiap pagi selalu disambut dengan senyum dan doa.

Ustadzah Novira percaya bahwa pendidikan tidak hanya soal materi akademik, melainkan juga soal membangun kedekatan emosional. Ia menanamkan nilai disiplin, rasa hormat, dan semangat belajar melalui teladan sehari-hari. Sikap penuh perhatian ini menjadikannya sosok ibu kedua bagi santriwatinya di sekolah.

Dengan kehangatan dan keteladanan itu, Ustadzah Novira Ramadhani menjadi figur inspiratif di lingkungan AAIBS. Dari sapaan sederhana setiap pagi, ia menunjukkan bahwa perhatian kecil dapat melahirkan semangat besar, mengajarkan arti kepedulian, dan menumbuhkan karakter positif pada generasi muda.

Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)
Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)

Makna Ruhani di Balik Amanah Wali Kelas

Menjadi wali kelas di Al-Azhar Asy-Syarif Sumatera Utara bukanlah sekadar tugas administratif atau rutinitas dari pukul 07.00 hingga 17.00. Bagi Ustadzah Novira, peran ini jauh lebih dari sekadar mengawasi kehadiran atau memastikan pekerjaan rumah selesai. Ia memandang tugas ini sebagai amanah ruhani --- tanggung jawab spiritual yang menuntut ketulusan, kesabaran, dan kepedulian mendalam terhadap pertumbuhan setiap santriwati, baik dari sisi akademik maupun karakter.

"Setiap anak memiliki dunia batin yang unik. Tugas saya bukan hanya memastikan mereka belajar, tapi memastikan mereka tumbuh sebagai pribadi beradab, beriman, dan percaya diri," tuturnya sambil menatap mata santriwatinya seolah ingin memahami lebih dari sekadar apa yang terlihat di permukaan. Baginya, setiap senyum, keluh kesah, atau keraguan yang ditunjukkan santriwati adalah sinyal untuk memberikan bimbingan, dukungan, dan arahan yang tepat.

Ustadzah Novira percaya bahwa pendidikan sejati tidak bisa hanya diukur dari nilai akademik atau ranking kelas. Ia menekankan bahwa pendidikan lahir dari hati yang ikhlas dan niat yang lurus. Dari niat itu muncul kesabaran yang tak terbatas, empati yang tulus, dan kekuatan untuk mendampingi santriwati menghadapi berbagai tantangan hidup. Ia sering mengatakan bahwa seorang wali kelas bukan sekadar guru, tapi juga teman, pembimbing, dan terkadang figur ibu yang menenangkan saat mereka menghadapi kesulitan.

Setiap santriwati membawa kisah, karakter, dan pengalaman berbeda. Ada yang percaya diri, ada yang pemalu, ada yang cerdas secara akademik, namun kesulitan mengelola emosinya. Ustadzah Novira memandang keberagaman ini sebagai kesempatan untuk belajar satu sama lain dan menanamkan nilai-nilai kehidupan yang lebih dalam. "Menyentuh hati santriwati bukan tentang memberi jawaban cepat, tapi menemani mereka menemukan jawaban sendiri, sambil memastikan mereka tetap berada di jalur yang benar," ujarnya.

Lebih dari itu, amanah sebagai wali kelas juga menuntut kesadaran spiritual. Ustadzah Novira melihat setiap interaksi dengan santriwati sebagai ibadah kecil yang bernilai besar di sisi Allah. Setiap senyum yang diberikan, setiap kata penyemangat, bahkan teguran yang disampaikan dengan lembut, dianggap sebagai bentuk menanam benih kebaikan dalam hati santriwati. Menurutnya, ketika santriwati merasa dihargai, didengar, dan dicintai, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara emosional dan spiritual.

"Bimbingan wali kelas itu seperti menyalakan lentera dalam kegelapan. Tugas saya adalah menyalakan lentera itu, lalu membiarkan santriwati melihat jalan mereka sendiri, sambil sesekali membantu menyingkirkan rintangan di depan mereka," ungkapnya dengan nada penuh rasa tanggung jawab.

Dengan pandangan yang begitu mendalam, jelas bahwa amanah wali kelas di Al-Azhar Asy-Syarif bukan sekadar pekerjaan harian. Ini adalah perjalanan jiwa, yang menuntut ketekunan, kesabaran, dan kepedulian yang tulus, agar setiap santriwati tidak hanya cerdas dalam pelajaran, tetapi juga beradab, beriman, dan siap menghadapi dunia dengan hati yang mantap.

Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)
Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)

Membangun Ikatan Emosional: Disiplin dengan Kasih Sayang

Menjaga keseimbangan antara disiplin dan kedekatan emosional adalah seni mendidik yang rumit dan penuh tantangan. Tidak semua guru mampu melakukannya dengan konsisten, karena kadang disiplin diasosiasikan dengan ketegangan, sementara kedekatan emosional dianggap mengurangi kewibawaan. Namun bagi Ustadzah Novira, prinsipnya sederhana: hadir sepenuhnya dengan hati, memahami setiap santriwati sebagai individu dengan kebutuhan, emosi, dan potensi unik.

Setiap pagi, sebelum bel masuk berbunyi, ia sudah berada di depan kelas, menyapa satu per satu santriwatinya dengan senyuman hangat dan kata-kata penyemangat. "Selamat pagi, semoga hari ini penuh berkah dan semangat," ucapnya lembut sambil menatap mata mereka. Gestur sederhana ini ternyata memiliki efek luar biasa: santriwati merasa dihargai, diperhatikan, dan siap memulai hari dengan energi positif. Menurut Ustadzah Novira, perhatian kecil bisa menjadi awal dari kepercayaan besar, dan kepercayaan inilah yang menjadi fondasi pembelajaran efektif.

Namun, perhatian dan kelembutan bukan berarti mengabaikan aturan. Ketika disiplin dilanggar, Ustadzah Novira tidak ragu untuk menegakkan aturan. Tetapi ia melakukannya dengan ketegasan yang berlandaskan kasih, bukan kemarahan. Teguran yang disampaikan selalu dengan nada menenangkan dan jelas, sehingga santriwati memahami kesalahan mereka tanpa merasa dihina atau takut berlebihan. "Menegur anak bukan berarti memarahinya. Tapi menuntunnya kembali ke jalur yang benar dengan kata-kata yang menenangkan," ujarnya.

Ia menekankan bahwa disiplin sejati bukan soal menakuti atau menghukum, tetapi menanamkan kesadaran bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi. Dari ruang kelas Sutayta Al Mahamali, para santriwati belajar bahwa aturan ada bukan untuk mengekang, melainkan untuk membimbing mereka menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Setiap konsekuensi diberikan dengan tujuan membangun karakter, bukan sekadar menegakkan kekuasaan.

Lebih jauh, Ustadzah Novira percaya bahwa kedekatan emosional memungkinkan santriwati merasa aman untuk berbagi kesulitan dan keraguan mereka. Dengan hubungan yang hangat, santriwati lebih mudah menerima nasihat, terbuka mengenai kesalahan, dan termotivasi untuk memperbaiki diri. Ia sering meluangkan waktu di luar jam pelajaran untuk berbicara santai dengan santriwati yang sedang mengalami tekanan akademik atau masalah pribadi. "Mereka bukan hanya anak didik, tapi amanah yang harus saya pandu dengan hati," ujarnya.

Di kelasnya, disiplin dan kasih sayang berjalan beriringan. Setiap peraturan dipahami bukan sebagai batasan, melainkan sebagai panduan untuk hidup harmonis bersama. Ketika santriwati melakukan kesalahan, mereka diberi kesempatan untuk belajar dari pengalaman itu, dengan bimbingan lembut dari wali kelas. Pendekatan ini menumbuhkan rasa tanggung jawab, empati, dan kemandirian pada santriwati, sekaligus memperkuat ikatan emosional antara guru dan murid.

Dengan metode ini, Ustadzah Novira berhasil menciptakan suasana belajar yang tidak hanya tertib dan disiplin, tetapi juga hangat, aman, dan mendukung pertumbuhan pribadi setiap santriwati. Ia percaya bahwa disiplin yang disertai kasih sayang adalah fondasi bagi santriwati untuk berkembang menjadi pribadi yang beradab, percaya diri, dan siap menghadapi tantangan di luar lingkungan sekolah.

Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)
Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)

Saat Cahaya Prestasi Tumbuh: Dari Ide Sederhana ke Panggung Nasional

Ada satu momen yang selalu membuat mata Ustadzah Novira berbinar: ketika santriwatinya berhasil mengukir prestasi nasional di ajang National Youth Invention and Innovation Award. Bagi beliau, itu bukan sekadar kemenangan, melainkan bukti bahwa ketekunan, kreativitas, dan bimbingan yang penuh kasih dapat melahirkan hasil luar biasa.

Ustadzah Novira masih ingat bagaimana semuanya bermula. Suatu pagi, di sela-sela jam pelajaran, terjadi percakapan santai tentang kehidupan sehari-hari dan masalah yang mereka temui di sekitar lingkungan sekolah. "Santriwati sering bertanya, 'Bu, bagaimana ilmu yang kita pelajari bisa memberi solusi nyata?' Dari pertanyaan sederhana itulah lahir ide-ide kreatif yang menakjubkan," katanya. Dari diskusi itu, mereka merancang obat kumur alami dari bahan herbal dan lilin aromaterapi untuk membantu insomnia, sebuah inovasi sederhana namun bernilai tinggi.

Namun, perjalanan menuju panggung nasional bukan jalan mudah. Puluhan percobaan gagal, formula yang harus diperbaiki berkali-kali, laporan penelitian yang harus direvisi hingga beberapa kali, dan lelah fisik maupun mental yang tak terhitung jumlahnya menjadi bagian dari proses. Banyak santriwati sempat merasa putus asa, namun dukungan Ustadzah Novira selalu hadir di saat-saat kritis. Ia duduk bersama mereka, menenangkan saat frustrasi datang, dan memberikan semangat ketika motivasi mulai menurun. "Saya hanya menuntun, mereka yang bekerja keras, mencoba lagi, dan tidak menyerah," ujarnya.

Lebih dari sekadar teknik atau strategi, Ustadzah Novira menekankan pentingnya mental juang dan ketulusan hati. Ia selalu mengingatkan santriwati bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar, bukan akhir dari perjalanan. Dalam setiap kegagalan, ada pelajaran yang berharga: bagaimana bersabar, bagaimana memperbaiki kesalahan, dan bagaimana tetap percaya diri untuk mencoba kembali.

Ketika hari pengumuman tiba, kegembiraan dan kebahagiaan membuncah. Para santriwati menerima piala dan penghargaan, namun yang lebih berharga bagi Ustadzah Novira adalah proses panjang yang telah mereka lalui. "Yang membuat saya bangga bukan pialanya, tapi proses mereka yang luar biasa. Mereka belajar dari kegagalan, berdoa dalam kelelahan, dan akhirnya menuai hasil dengan penuh kebahagiaan," ujarnya dengan mata berkaca.

Bagi Ustadzah Novira, momen ini adalah bukti bahwa pendidikan sejati bukan sekadar mengejar hasil atau prestasi, tetapi membentuk karakter, kesabaran, dan semangat pantang menyerah. Ia percaya, pengalaman ini akan membekali santriwati untuk menghadapi tantangan lebih besar di masa depan, dengan keberanian, kreativitas, dan hati yang tulus.

Prestasi ini juga menjadi inspirasi bagi seluruh kelas. Kisah tentang perjuangan, kesabaran, dan kegigihan santriwati mengajarkan bahwa ide sederhana bisa berkembang menjadi karya besar jika dibarengi kerja keras, bimbingan yang tepat, dan ketulusan. Dan itulah makna sesungguhnya dari pendidikan: bukan sekadar hasil, tapi perjalanan panjang yang menumbuhkan mental juang, ketulusan, dan karakter yang kuat dalam diri setiap santriwati.

Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)
Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)

Tantangan yang Menguras Emosi

Tidak ada perjalanan mendidik yang benar-benar bebas dari ujian. Setiap hari menghadirkan tantangan baru, dan bagi seorang wali kelas seperti Ustadzah Novira, sebagian tantangan itu datang dari hal-hal yang paling tidak terduga --- pelanggaran berat yang dilakukan oleh seorang santriwati. Saat kejadian itu terjadi, campuran perasaan menyelimuti hatinya: kecewa, sedih, khawatir, bahkan sedikit rasa takut akan dampak terhadap suasana kelas.

Alih-alih bereaksi dengan kemarahan atau kata-kata yang menyinggung, Ustadzah Novira memilih menenangkan diri terlebih dahulu. Ia menarik napas panjang, menata pikirannya, dan memastikan bahwa tindakannya akan mendampingi, bukan menghukum semata. Dengan langkah tenang, ia memanggil santriwati tersebut, menatap matanya dengan penuh perhatian, dan mendengarkan setiap kata penjelasan dari hati ke hati. Tidak ada celaan yang menyakitkan, hanya ruang untuk pengakuan, refleksi, dan pembelajaran.

"Saya merasa seperti seorang ibu yang anaknya salah langkah. Tapi saya tahu, anak ini masih bisa diselamatkan. Maka saya tegur dengan lembut, saya beri konsekuensi yang adil, lalu saya peluk dengan doa," ujarnya pelan, suaranya penuh ketulusan. Kata-kata itu bukan sekadar nasihat, tetapi perwujudan cinta yang mengalir dalam setiap tindakan guru yang memahami makna mendidik secara menyeluruh.

Bagi Ustadzah Novira, menjadi wali kelas berarti siap terluka secara emosional, karena ketika kita benar-benar peduli, hati kita akan ikut merasakan setiap kegagalan dan kesalahan santriwati. Tetapi ia juga percaya bahwa cinta sejati dalam pendidikan selalu diiringi kesabaran dan empati. Teguran yang disampaikan bukan untuk menghukum, melainkan untuk membimbing santriwati kembali ke jalan yang benar, agar mereka belajar memahami konsekuensi dari tindakan mereka dengan hati yang lapang, bukan karena takut atau rasa bersalah yang menghancurkan.

Momen seperti ini mengajarkan banyak hal bagi Ustadzah Novira sendiri. Ia belajar menyeimbangkan antara disiplin dan kasih sayang, antara ketegasan dan kelembutan. Ia menyadari bahwa setiap pelanggaran bukan hanya kesalahan yang harus diperbaiki, tetapi juga kesempatan untuk menanamkan nilai-nilai tanggung jawab, kejujuran, dan keberanian mengakui kesalahan. Dalam proses itu, hubungan antara guru dan santriwati semakin dalam; kepercayaan yang lahir dari komunikasi yang jujur dan tulus menjadi pondasi kuat bagi pertumbuhan karakter mereka.

Akhirnya, melalui pengalaman emosional yang menantang ini, Ustadzah Novira semakin yakin bahwa mendidik adalah seni hati. Tidak cukup sekadar mengajar materi pelajaran, tetapi juga menemani santriwati menghadapi kesalahan mereka, menuntun mereka belajar dari pengalaman, dan tetap menyalakan semangat mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Karena di balik setiap ujian yang menguras emosi, ada kesempatan bagi guru untuk menanamkan keteguhan, kesabaran, dan cinta tanpa syarat dalam hati santriwati.

Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)
Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)

Konsistensi dan Energi yang Tak Pernah Padam

Menjalani tugas dari pukul 07.00 hingga 17.00 setiap hari tentu bukan perkara ringan. Bagi banyak orang, rutinitas panjang seperti ini bisa menjadi beban fisik dan mental yang berat. Namun bagi Ustadzah Novira, setiap hari di sekolah bukan sekadar menjalankan kewajiban, melainkan perjalanan spiritual dan ladang pahala. Kesadaran inilah yang memberi energi dan motivasi untuk tetap konsisten meskipun tubuh lelah dan tantangan terus berdatangan.

"Saya tidak pernah melihat waktu panjang itu sebagai beban. Saya melihatnya sebagai kesempatan --- setiap detik bersama santriwati adalah investasi akhirat," katanya tegas. Bagi Ustadzah Novira, setiap menit yang dihabiskan mendampingi santriwati, mendengar keluh kesah mereka, atau memberi dorongan kecil adalah benih kebaikan yang akan menuai hasil di masa depan. Tidak ada pekerjaan lain yang bisa menandingi kepuasan batin ketika melihat perkembangan santriwati yang ia bimbing.

Memang ada kalanya tubuh terasa lelah, ketika hari-hari penuh kegiatan, pelajaran, rapat, dan bimbingan menumpuk. Ada saat-saat hati ingin menyerah, ketika masalah santriwati tampak rumit dan tidak ada jalan keluar yang mudah. Tetapi di momen-momen itulah kekuatan hati dan cinta terhadap pendidikan muncul. Melihat senyum santriwati yang berhasil memahami pelajaran, mendengar cerita kecil tentang mimpi dan harapan mereka, atau menyaksikan mereka berhasil melewati kesulitan, seketika membangkitkan kembali semangat yang sempat redup.

"Lelah saya terbayar lunas saat melihat mereka bahagia belajar. Di situ saya merasa, inilah arti menjadi guru --- menjadi bagian dari perjalanan hidup mereka," ujarnya. Kata-kata itu bukan sekadar ungkapan, melainkan refleksi dari pengalaman panjangnya mendampingi santriwati, menuntun mereka melewati tantangan akademik maupun emosional. Setiap keberhasilan, sekecil apa pun, menjadi energi baru untuk terus melangkah.

Lebih dari sekadar mengajar, konsistensi Ustadzah Novira juga terlihat dalam perhatian kecil sehari-hari: menanyakan kabar, memberi motivasi, atau sekadar tersenyum hangat saat santriwati datang dengan wajah lesu. Hal-hal sederhana ini menanamkan rasa dihargai dan dicintai pada santriwati, sekaligus menjaga energi positif di kelas. Bagi Ustadzah Novira, konsistensi bukan hanya soal hadir fisik, tetapi energi yang tak pernah padam untuk membimbing, mendengar, dan menyemangati.

Dalam setiap langkahnya, ia menegaskan bahwa menjadi guru adalah pekerjaan yang membutuhkan hati yang kuat, sabar, dan tulus. Konsistensi dan energi yang tak pernah padam bukan hanya untuk mengajar, tetapi untuk menjadi teladan bagi santriwati, menanamkan semangat belajar, dan membimbing mereka menuju keberhasilan di dunia maupun akhirat.

Maudy Ailsa Ramadhani: Cermin Kedisiplinan dan Ketulusan

Setiap kelas memiliki sosok inspiratif yang mampu menjadi teladan bagi teman-temannya, dan bagi kelas XII Sutayta Al Mahamali, sosok itu adalah Maudy Ailsa Ramadhani. Namanya tidak hanya dikenal oleh teman sekelas, tetapi juga oleh guru-guru lain, sebagai santriwati yang memiliki kedisiplinan dan ketulusan hati yang luar biasa.

Maudy dikenal rajin dan sopan, dengan semangat belajar yang konsisten. Ia tidak pernah menunda pekerjaan, selalu hadir tepat waktu, dan menunjukkan keseriusan dalam setiap tugas yang diberikan. Bahkan di tengah kesibukan akademik dan kegiatan ekstrakurikuler, ia selalu memancarkan aura positif yang menular kepada teman-temannya. Kehadirannya membuat suasana kelas lebih hidup, penuh energi, dan harmonis.

"Yang membuat Maudy istimewa bukan hanya kepintarannya, tapi ketulusannya. Ia belajar bukan untuk mengejar nilai, tapi untuk memahami. Dan itu sangat langka," puji Ustadzah Novira dengan senyum hangat. Menurutnya, Maudy adalah contoh nyata bahwa ketulusan dalam belajar mampu membentuk karakter yang kuat dan pribadi yang beradab.

Kedisiplinan Maudy tidak muncul begitu saja; ia lahir dari tiga hal sederhana namun mendasar: pengaturan waktu yang matang, keberanian untuk mencoba hal baru, dan hati yang rendah diri sehingga selalu terbuka untuk belajar dan menerima masukan. Ketiga aspek ini menjadikan Maudy bukan hanya pintar secara akademik, tetapi juga tangguh dalam menghadapi tantangan dan mampu bekerja sama dengan teman-temannya.

Karakter Maudy memiliki pengaruh positif yang besar bagi lingkungan kelas. Sikapnya yang konsisten dan teladan yang ditunjukkannya membuat teman-temannya terdorong untuk ikut disiplin, bekerja keras, dan saling mendukung. Dalam kelas XII Sutayta Al Mahamali, ia menjadi pengikat suasana belajar yang harmonis --- tempat energi positif dan semangat belajar mengalir ke seluruh anggota kelas.

Lebih dari sekadar prestasi akademik, Maudy membuktikan bahwa kedisiplinan dan ketulusan hati adalah kunci untuk menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter. Setiap guru yang mengenalnya menekankan bahwa sosok seperti Maudy adalah investasi moral bagi masa depan, karena ia mampu menularkan nilai-nilai baik melalui teladan sehari-hari, bukan hanya kata-kata.

Dalam pandangan Ustadzah Novira, santriwati seperti Maudy adalah bukti bahwa pendidikan yang baik bukan sekadar mengisi kepala dengan pengetahuan, tetapi membentuk hati dan karakter yang berintegritas, penuh empati, dan siap menghadapi tantangan hidup dengan semangat dan kesabaran.

Ketika Anak Malas Belajar Didekati dengan Cinta

Tidak semua santriwati datang ke kelas dengan semangat menyala. Ada kalanya energi mereka menurun, motivasi belajar luntur, atau bahkan rasa jenuh dan putus asa muncul di tengah beban pelajaran. Situasi seperti ini menjadi ujian tersendiri bagi seorang wali kelas. Bagaimana menjaga disiplin tetap berjalan tanpa memadamkan hati mereka? Bagaimana menyalakan kembali api semangat yang hampir padam?

Bagi Ustadzah Novira, kunci pertama adalah mendengar dengan penuh perhatian. Ia tidak langsung menegur atau menekan santriwati yang malas belajar, tetapi mengajak mereka berbicara santai, seolah ingin memahami dunia mereka dari perspektif mereka sendiri. Dengan sabar, ia menanyakan apa yang membuat mereka kehilangan semangat, apakah karena kesulitan pelajaran, masalah pribadi, atau sekadar rasa jenuh. Mendengarkan, menurutnya, adalah langkah pertama untuk membuka pintu motivasi yang terkunci.

Setelah mengetahui penyebabnya, Ustadzah Novira perlahan menumbuhkan kembali motivasi belajar santriwati. Ia menggunakan pendekatan lembut namun tegas, mengingatkan mereka bahwa belajar bukan sekadar untuk mengejar nilai di kertas, tetapi untuk membekali diri menghadapi kehidupan. "Saya selalu katakan, belajar itu bukan untuk nilai, tapi untuk hidupmu sendiri. Setiap ilmu adalah bekal masa depan," tuturnya dengan nada penuh keyakinan. Kata-kata ini bukan sekadar motivasi, tetapi dorongan agar santriwati memahami tujuan sejati pendidikan.

Selain itu, Ustadzah Novira mengapresiasi setiap perubahan kecil, sekecil apa pun. Ia menyadari bahwa bagi sebagian santriwati, satu langkah maju saja adalah perjuangan besar yang patut dihargai. Senyum yang kembali muncul, tugas yang diselesaikan meski lambat, atau keberanian bertanya di kelas, semuanya dianggap sebagai tanda pertumbuhan yang harus diberi perhatian dan pujian. Penghargaan kecil ini menumbuhkan rasa percaya diri, sehingga santriwati merasa usaha mereka dihargai dan termotivasi untuk mencoba lebih baik lagi.

Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan semangat belajar, tetapi juga menguatkan hubungan emosional antara guru dan santriwati. Santriwati merasa aman untuk berbagi kesulitan, mengetahui bahwa mereka tidak akan dihakimi, tetapi didampingi dengan cinta dan perhatian. Dengan cara ini, Ustadzah Novira menanamkan nilai penting: bahwa belajar bukan beban, tetapi perjalanan yang bisa dinikmati dan dihargai setiap prosesnya.

Melalui kesabaran, keteladanan, dan cinta, Ustadzah Novira berhasil mengubah kemalasan menjadi motivasi, keraguan menjadi kepercayaan diri, dan kelelahan menjadi energi baru. Ia percaya bahwa pendekatan yang lembut dan penuh empati seringkali lebih efektif daripada tekanan atau hukuman, karena cinta yang tulus bisa menyalakan semangat yang hampir padam.

Nilai-Nilai Islam sebagai Napas Pendidikan

Sebagai pendidik di Al-Azhar Asy-Syarif, Ustadzah Novira menempatkan nilai-nilai Islam sebagai fondasi dari setiap tindakan dan keputusan yang ia ambil di kelas. Bagi beliau, pendidikan bukan sekadar menyampaikan materi akademik, tetapi juga membentuk karakter dan kepribadian santriwati melalui prinsip-prinsip agama yang hidup dalam praktik sehari-hari. Nilai-nilai seperti ikhlas, tawadhu', dan amanah bukan hanya kata-kata, melainkan budaya yang meresap dalam interaksi, disiplin, dan suasana kelas.

Keikhlasan diajarkan bukan melalui ceramah panjang atau nasihat yang membosankan, tetapi melalui teladan nyata. Ustadzah Novira selalu hadir dengan hati tulus, memberi perhatian tanpa pamrih, dan mendampingi setiap santriwati dengan kesabaran. Dari cara ia menatap mata santriwati, menanggapi pertanyaan mereka, hingga sabar menghadapi kesalahan kecil, santriwati belajar bahwa tindakan yang ikhlas jauh lebih bermakna daripada kata-kata.

Sementara itu, tawadhu' atau kerendahan hati ditunjukkan dalam setiap interaksi. Ustadzah Novira mendengarkan dengan sungguh-sungguh, menghargai pendapat santriwati, dan menempatkan diri sebagai pendamping, bukan penguasa. Ia mengajarkan bahwa menjadi guru bukan tentang menunjukkan superioritas, tetapi tentang membimbing dengan hati terbuka dan menghormati setiap individu. Santriwati belajar bahwa penghargaan terhadap orang lain dan kerendahan hati adalah bagian penting dari pembentukan karakter.

Nilai amanah atau tanggung jawab ditanamkan melalui ketegasan dan konsistensi dalam setiap aturan dan keputusan. Santriwati memahami bahwa amanah bukan sekadar mematuhi peraturan, tetapi juga bertanggung jawab atas perilaku, waktu, dan komitmen mereka. Dari setiap tugas, projek, maupun tanggung jawab kecil di kelas, mereka belajar memegang kepercayaan dengan serius dan menjalankannya dengan sepenuh hati.

Namun, Ustadzah Novira menyadari bahwa pendidikan karakter tidak bisa berdiri sendiri hanya di ruang kelas. Oleh karena itu, kolaborasi dengan orang tua menjadi aspek yang sangat penting. Melalui komunikasi terbuka, laporan perkembangan, pertemuan rutin, dan diskusi santai, hubungan antara sekolah dan rumah berjalan selaras. Santriwati merasa didukung tidak hanya di sekolah, tetapi juga di rumah, sehingga nilai-nilai yang ditanamkan menjadi lebih kokoh dan menyatu dalam kehidupan sehari-hari.

"Ketika guru dan orang tua bersinergi, santriwati akan tumbuh dalam lingkungan yang stabil dan penuh kasih. Di situlah karakter terbentuk," ujarnya yakin. Pesan ini menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya urusan akademik, tetapi proses menyeluruh yang membentuk akhlak, mental, dan kepribadian. Dalam pandangan Ustadzah Novira, santriwati yang dibimbing dengan prinsip Islam yang konsisten akan tumbuh menjadi pribadi yang ikhlas, rendah hati, dan bertanggung jawab --- bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk masyarakat dan masa depan bangsa.

Pesan Kehidupan: Ikhlas, Sabar, dan Konsisten

Di akhir wawancara, Ustadzah Novira menutup percakapan dengan senyuman hangat yang menenangkan. Sorot matanya memancarkan ketenangan dan keyakinan, seolah ingin menekankan bahwa segala pengalaman mendidik yang ia lalui selama bertahun-tahun memiliki satu benang merah: ikhlas, sabar, dan konsisten. Ketika ditanya mengenai pesan terpenting bagi santriwati dan calon wali kelas baru, ia menjawab dengan lembut namun tegas, seolah setiap kata adalah doa yang ia panjatkan untuk generasi muda.

"Belajarlah dengan hati yang ikhlas. Jangan takut gagal, karena kegagalan hanyalah bagian dari proses menuju keberhasilan. Tidak ada langkah yang sia-sia selama niat dan usaha kita tulus," ucapnya. Ia menekankan bahwa keikhlasan dalam belajar bukan sekadar menerima materi pelajaran, tetapi juga memahami tujuan hidup dan tanggung jawab sebagai seorang insan yang beradab. Setiap ilmu yang dicari dengan niat baik akan menjadi cahaya dalam kehidupan, membimbing santriwati menghadapi tantangan, dan menuntun mereka untuk membuat keputusan yang bijaksana di masa depan.

Bagi Ustadzah Novira, kegagalan bukan musuh, melainkan guru. Ia selalu mendorong santriwati untuk melihat kegagalan sebagai bagian dari perjalanan belajar yang lebih besar. "Setiap kesalahan adalah pelajaran, setiap hambatan adalah kesempatan untuk tumbuh. Jangan takut jatuh, karena dari jatuhlah kita belajar bangkit dengan lebih kuat," katanya. Pesan ini bukan hanya untuk santriwati, tetapi juga bagi para guru yang tengah mendampingi, agar selalu bersabar dan menjaga ketulusan hati dalam menghadapi tantangan mendidik.

Kepada calon wali kelas baru, Ustadzah Novira menyampaikan pesan sederhana namun penuh makna:

"Mendidik bukan hanya mengajar akal, tapi juga menyentuh hati. Tugas ini melelahkan, tapi sangat mulia. Sabar, ikhlas, dan konsisten adalah kuncinya. Karena di balik setiap peluh guru, ada masa depan bangsa yang sedang tumbuh."

Pesan itu menegaskan bahwa menjadi wali kelas bukan sekadar menjalankan rutinitas administratif atau mengajar pelajaran akademik. Lebih dari itu, menjadi guru berarti menjadi teladan hidup, hadir untuk membimbing santriwati melewati kebingungan, kegagalan, dan tantangan hidup. Kesabaran dibutuhkan ketika menghadapi santriwati yang berjuang memahami pelajaran, keikhlasan diperlukan agar setiap energi yang dikeluarkan tidak tercampur dengan rasa jenuh atau kecewa, dan konsistensi menjadi pondasi agar bimbingan yang diberikan terus menumbuhkan karakter positif.

Di balik setiap senyum santriwati yang berhasil memahami pelajaran, di balik setiap tuntasnya tugas dan proyek, tersimpan kerja keras guru yang tak terlihat-kerja keras yang penuh cinta, kesabaran, dan pengorbanan. Ustadzah Novira meyakini bahwa setiap tetes peluh seorang guru adalah investasi jangka panjang bagi kehidupan santriwati dan masa depan bangsa.

Pesan terakhir yang ia titipkan bukan hanya kata-kata motivasi, tetapi refleksi dari pengalaman panjangnya mendidik: bahwa ilmu, karakter, dan cinta dalam mendidik adalah benih yang akan terus tumbuh, menghasilkan buah keberhasilan, dan menumbuhkan generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga berakhlak mulia, sabar, dan konsisten dalam menjalani hidup.

Prestasi Kelas XII Sutayta Al Mahamali: Bukti Nyata Sinergi dan Doa

Kelas XII Sutayta Al Mahamali bukan sekadar ruang belajar; ia adalah laboratorium karakter dan prestasi di mana santriwati tumbuh, belajar, dan mengukir prestasi yang menginspirasi. Di bawah bimbingan Ustadzah Novira, kelas ini dikenal bukan hanya karena kehangatan dan kekompakannya, tetapi juga karena capaian yang luar biasa, baik di bidang akademik, spiritual, maupun olahraga.

Prestasi mereka mencerminkan kombinasi dari bimbingan sabar, disiplin tinggi, kolaborasi yang kuat, dan doa yang tak pernah berhenti. Setiap santriwati didorong untuk mengembangkan potensi terbaiknya, dipandu agar talenta dan minat mereka tidak hanya menonjol di kelas, tetapi juga di arena nasional dan internasional.

Beberapa pencapaian yang membanggakan antara lain:

Gold Medal National Youth Invention and Innovation Award
Santriwati kelas ini berhasil menunjukkan kreativitas dan inovasi yang luar biasa. Mereka merancang proyek ilmiah yang lahir dari pengamatan sehari-hari, riset mendalam, dan kerja sama tim yang solid. Prestasi ini bukan sekadar kemenangan di atas kertas, tetapi bukti nyata dari kemampuan mereka mengubah ide sederhana menjadi solusi nyata untuk masyarakat.

Tahfidz 15 Juz
Tak hanya cemerlang di bidang akademik dan inovasi, santriwati kelas XII Sutayta Al Mahamali juga menorehkan prestasi spiritual. Menghafal Al-Qur'an 15 Juz bukan pekerjaan mudah; ia membutuhkan ketekunan, konsistensi, dan kedisiplinan tinggi. Di sinilah terlihat bahwa pendidikan di kelas ini menyeimbangkan antara ilmu dunia dan iman, membentuk santriwati yang cerdas sekaligus berakhlak mulia.

Juara 1 Atletik Lari 100m, 200m, dan Tolak Peluru -Pekan Olahraga dan Seni Antar Pesantren Daerah Sumut
Prestasi olahraga mereka menunjukkan bahwa pengembangan fisik juga menjadi fokus pendidikan di kelas ini. Santriwati tidak hanya belajar di kelas, tetapi juga dilatih untuk memiliki daya tahan, kecepatan, dan ketekunan di lapangan. Setiap kemenangan menjadi simbol kerja keras, strategi, dan semangat juang yang tinggi.

Delegasi Asia Youth Model United Nations ke-14 & ke-15
Kelas XII Sutayta Al Mahamali juga menghasilkan santriwati yang mampu bersaing di tingkat internasional. Menjadi delegasi dalam forum internasional seperti Asia Youth Model United Nations membutuhkan kemampuan analisis, diplomasi, komunikasi, dan keberanian berbicara di hadapan publik. Prestasi ini menegaskan bahwa kelas ini tidak hanya menyiapkan santriwati untuk dunia akademik, tetapi juga untuk dunia global yang menuntut kemampuan berpikir kritis dan kepemimpinan.

Deretan prestasi ini bukan hasil kebetulan. Di balik setiap piala, medali, dan sertifikat, ada bimbingan penuh kesabaran dari Ustadzah Novira, disiplin yang tertanam dalam diri santriwati, kerja sama tim yang kuat, dan doa yang tiada henti dari guru maupun orang tua. Setiap pencapaian adalah cerminan dari perjalanan panjang, proses belajar yang intens, dan semangat yang tak pernah padam.

Kelas XII Sutayta Al Mahamali membuktikan bahwa prestasi lahir dari kombinasi ilmu, iman, karakter, dan kerja keras. Di sinilah nilai-nilai kehidupan dan pendidikan menyatu, membentuk generasi santriwati yang siap menghadapi tantangan dunia, tanpa kehilangan akhlak dan nilai spiritual yang menjadi pondasi mereka.

Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)
Mengintip Cahaya di Kelas XII Sutayta Al Mahamali Bersama Wali Kelas Inspiratif Ustadzah Novira Ramadhani, S.Pd (Foto: AAIBS)

Refleksi: Menjadi Guru Adalah Perjalanan Jiwa

Menjadi wali kelas bagi Ustadzah Novira bukan sekadar tanggung jawab administratif atau mengajar pelajaran di kelas. Lebih dari itu, menjadi wali kelas berarti menyelami dunia santriwati setiap hari-memahami pikiran mereka, mendengar cerita mereka, menguatkan hati mereka ketika lemah, dan menuntun mereka perlahan menuju kedewasaan. Setiap hari membawa pengalaman baru, tantangan baru, dan kesempatan untuk membimbing santriwati menjadi pribadi yang lebih baik.

Ustadzah Novira selalu menyadari bahwa setiap santriwati adalah amanah yang dipercayakan kepadanya. Tugas ini bukan ringan, karena setiap kata, tindakan, dan keputusan yang diambilnya akan memengaruhi perkembangan mental, spiritual, dan emosional santriwati. Setiap masalah yang muncul, baik kecil maupun besar, dianggapnya sebagai ujian yang mengajarkan kesabaran, kebijaksanaan, dan ketekunan. Setiap keberhasilan yang diraih santriwati, baik akademik, olahraga, maupun prestasi spiritual, ia pandang sebagai hadiah dari Allah, bukti bahwa bimbingan yang tulus akan menghasilkan buah yang membahagiakan.

"Kalau ditanya apa yang paling saya syukuri, saya akan jawab: kesempatan untuk menjadi bagian dari perjalanan hidup mereka. Melihat mereka tumbuh, berubah, dan berjuang- itulah kebahagiaan yang tak bisa dibayar," ucapnya dengan mata berbinar, menandakan betapa besar rasa cinta dan tanggung jawab yang ia rasakan terhadap santriwati. Kebahagiaan itu bukan sekadar melihat prestasi yang mereka raih, tetapi juga menyaksikan proses transformasi mereka- dari santriwati yang ragu dan takut, menjadi pribadi yang percaya diri, berani mengambil keputusan, dan memiliki karakter yang kuat.

Bagi Ustadzah Novira, menjadi wali kelas adalah perjalanan jiwa yang penuh makna. Ia belajar dari setiap interaksi, dari setiap cerita dan masalah yang dibagikan santriwati. Ia memahami bahwa mendidik bukan hanya tentang mengisi kepala dengan ilmu, tetapi juga menyentuh hati, menumbuhkan empati, dan membimbing karakter. Dalam setiap langkah, ia mengingatkan dirinya bahwa keberhasilan seorang guru tidak diukur dari nilai semata, tetapi dari kemampuan menanamkan nilai-nilai kehidupan, membentuk mental juang, dan menyiapkan santriwati menghadapi dunia dengan penuh keyakinan dan integritas.

Menjadi wali kelas adalah perjalanan panjang yang menuntut kesabaran, ketulusan, dan ketekunan. Namun, bagi Ustadzah Novira, setiap tantangan itu menjadi ladang pahala dan kesempatan untuk memberi. Dengan hati yang ikhlas, ia menerima setiap perjuangan, merayakan setiap kemajuan, dan terus memotivasi santriwati untuk tidak takut gagal, tetapi selalu belajar dari pengalaman. Itulah inti dari pendidikan yang ia jalankan: bukan sekadar mengajar, tetapi menjadi bagian dari perjalanan hidup santriwati yang penuh makna.

Di Balik Nama "Sutayta Al Mahamali"

Nama kelas Sutayta Al Mahamali bukan sekadar label atau identitas administratif. Nama ini diambil dari seorang ilmuwan perempuan Muslim abad pertengahan yang terkenal dengan kepiawaiannya dalam matematika dan logika. Pilihan nama ini memiliki makna yang mendalam: sebagai simbol bahwa perempuan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin dalam ilmu, iman, dan integritas, sekaligus inspirasi bagi setiap santriwati untuk menorehkan prestasi tanpa batas.

Di bawah bimbingan Ustadzah Novira Ramadhani, semangat Sutayta kembali hidup dalam diri setiap santriwati. Setiap pelajaran tidak hanya mengasah kecerdasan akademik, tetapi juga melatih kemampuan berpikir kritis, bersikap beradab, dan berani berinovasi. Santriwati diajak untuk mempertanyakan, menganalisis, dan menemukan solusi dari permasalahan yang mereka temui bukan hanya di buku, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini, pendidikan di kelas ini tidak berhenti pada teori, tetapi menjadi pengalaman nyata yang menumbuhkan karakter dan kepribadian.

Kelas ini bukan sekadar ruang belajar konvensional. Ia menjadi laboratorium kehidupan, di mana santriwati belajar mengelola waktu, mempraktikkan disiplin, menghadapi kegagalan, dan merayakan keberhasilan bersama. Di sini, nilai-nilai akhlak seperti kejujuran, tanggung jawab, dan empati ditanamkan seiring dengan penguasaan ilmu pengetahuan. Setiap kegiatan, mulai dari diskusi kelas, eksperimen ilmiah, hingga kegiatan sosial, menjadi sarana bagi santriwati untuk mengembangkan karakter, kecerdasan, dan ketangguhan mental.

Lebih dari itu, kelas Sutayta Al Mahamali menekankan bahwa prestasi akademik dan spiritual harus berjalan seiring. Santriwati dibimbing agar tidak hanya cerdas dalam ilmu, tetapi juga beriman, berakhlak mulia, dan siap menjadi pemimpin masa depan yang membawa manfaat bagi masyarakat. Setiap proyek, lomba, maupun aktivitas kreatif yang mereka ikuti menjadi latihan untuk berpikir strategis, bekerja sama, dan berinovasi  sambil memegang prinsip nilai-nilai Islam sebagai pedoman hidup.

Dengan bimbingan Ustadzah Novira Ramadhani, kelas ini telah menjadi tempat tumbuhnya generasi perempuan yang inspiratif, yang mampu memadukan kepandaian intelektual dengan kedalaman spiritual dan karakter yang kokoh. Di sinilah, setiap santriwati belajar bahwa menjadi pintar saja tidak cukup, tetapi keberanian untuk berinovasi, berpikir kritis, dan bertindak dengan integritas adalah kunci untuk menjadi pemimpin sejati.

Sutayta Al Mahamali bukan hanya nama, tetapi simbol aspirasi dan harapan. Ia mengingatkan setiap santriwati bahwa mereka memiliki potensi luar biasa, yang dapat dikembangkan melalui bimbingan, disiplin, doa, dan ketekunan. Kelas ini menjadi saksi perjalanan mereka dari santriwati yang belajar dan mencoba, hingga menjadi pribadi yang siap menghadapi dunia dengan kepala tegak, hati yang ikhlas, dan semangat yang tak pernah padam.

*****

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun