Lebih dari sekadar prestasi akademik, Maudy membuktikan bahwa kedisiplinan dan ketulusan hati adalah kunci untuk menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter. Setiap guru yang mengenalnya menekankan bahwa sosok seperti Maudy adalah investasi moral bagi masa depan, karena ia mampu menularkan nilai-nilai baik melalui teladan sehari-hari, bukan hanya kata-kata.
Dalam pandangan Ustadzah Novira, santriwati seperti Maudy adalah bukti bahwa pendidikan yang baik bukan sekadar mengisi kepala dengan pengetahuan, tetapi membentuk hati dan karakter yang berintegritas, penuh empati, dan siap menghadapi tantangan hidup dengan semangat dan kesabaran.
Ketika Anak Malas Belajar Didekati dengan Cinta
Tidak semua santriwati datang ke kelas dengan semangat menyala. Ada kalanya energi mereka menurun, motivasi belajar luntur, atau bahkan rasa jenuh dan putus asa muncul di tengah beban pelajaran. Situasi seperti ini menjadi ujian tersendiri bagi seorang wali kelas. Bagaimana menjaga disiplin tetap berjalan tanpa memadamkan hati mereka? Bagaimana menyalakan kembali api semangat yang hampir padam?
Bagi Ustadzah Novira, kunci pertama adalah mendengar dengan penuh perhatian. Ia tidak langsung menegur atau menekan santriwati yang malas belajar, tetapi mengajak mereka berbicara santai, seolah ingin memahami dunia mereka dari perspektif mereka sendiri. Dengan sabar, ia menanyakan apa yang membuat mereka kehilangan semangat, apakah karena kesulitan pelajaran, masalah pribadi, atau sekadar rasa jenuh. Mendengarkan, menurutnya, adalah langkah pertama untuk membuka pintu motivasi yang terkunci.
Setelah mengetahui penyebabnya, Ustadzah Novira perlahan menumbuhkan kembali motivasi belajar santriwati. Ia menggunakan pendekatan lembut namun tegas, mengingatkan mereka bahwa belajar bukan sekadar untuk mengejar nilai di kertas, tetapi untuk membekali diri menghadapi kehidupan. "Saya selalu katakan, belajar itu bukan untuk nilai, tapi untuk hidupmu sendiri. Setiap ilmu adalah bekal masa depan," tuturnya dengan nada penuh keyakinan. Kata-kata ini bukan sekadar motivasi, tetapi dorongan agar santriwati memahami tujuan sejati pendidikan.
Selain itu, Ustadzah Novira mengapresiasi setiap perubahan kecil, sekecil apa pun. Ia menyadari bahwa bagi sebagian santriwati, satu langkah maju saja adalah perjuangan besar yang patut dihargai. Senyum yang kembali muncul, tugas yang diselesaikan meski lambat, atau keberanian bertanya di kelas, semuanya dianggap sebagai tanda pertumbuhan yang harus diberi perhatian dan pujian. Penghargaan kecil ini menumbuhkan rasa percaya diri, sehingga santriwati merasa usaha mereka dihargai dan termotivasi untuk mencoba lebih baik lagi.
Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan semangat belajar, tetapi juga menguatkan hubungan emosional antara guru dan santriwati. Santriwati merasa aman untuk berbagi kesulitan, mengetahui bahwa mereka tidak akan dihakimi, tetapi didampingi dengan cinta dan perhatian. Dengan cara ini, Ustadzah Novira menanamkan nilai penting: bahwa belajar bukan beban, tetapi perjalanan yang bisa dinikmati dan dihargai setiap prosesnya.
Melalui kesabaran, keteladanan, dan cinta, Ustadzah Novira berhasil mengubah kemalasan menjadi motivasi, keraguan menjadi kepercayaan diri, dan kelelahan menjadi energi baru. Ia percaya bahwa pendekatan yang lembut dan penuh empati seringkali lebih efektif daripada tekanan atau hukuman, karena cinta yang tulus bisa menyalakan semangat yang hampir padam.
Nilai-Nilai Islam sebagai Napas Pendidikan
Sebagai pendidik di Al-Azhar Asy-Syarif, Ustadzah Novira menempatkan nilai-nilai Islam sebagai fondasi dari setiap tindakan dan keputusan yang ia ambil di kelas. Bagi beliau, pendidikan bukan sekadar menyampaikan materi akademik, tetapi juga membentuk karakter dan kepribadian santriwati melalui prinsip-prinsip agama yang hidup dalam praktik sehari-hari. Nilai-nilai seperti ikhlas, tawadhu', dan amanah bukan hanya kata-kata, melainkan budaya yang meresap dalam interaksi, disiplin, dan suasana kelas.