Mohon tunggu...
Roeslan Hasyim
Roeslan Hasyim Mohon Tunggu... Editor - Cerpen Mingguan

Penyiar Radio Mahardhika Bondowoso, Pengajar Prodi PSPTV dan Perfilman SMKN 1 Bondowoso

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seperti Roti Tawar

17 Desember 2020   06:16 Diperbarui: 17 Desember 2020   06:46 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah beberapa saat aku mengamati, tetap saja aku tak menemukan apa-apa, kecuali hanya tanah putih yang begitu luas membentang tanpa batas. Tak ada batas garis cakrawala ataupun batas-batas lainnya yang bisa terlihat oleh mata. Jika aku gambarkan, aku mungkin berada di atas satu sisir roti tawar yang tekstur dagingnya berwarna putih, tapi ini dalam versi roti semesta, roti yang tak memiliki ukuran panjang dan lebar yang bisa dihitung, sekalipun menggunakan kecanggihan teknologi penghitungan yang bisa memperkirakan jarak dari langit pertama hingga langit ke tujuh sekalipun.

Namun, entah mengapa, tanpa sebab, aku teringat dengan satu hal terkait tempat ini. Karena tiba-tiba, tempat ini tak lagi asing bagiku. Aku merasa bahwa tempat ini sering sekali aku dengar, dari mereka para penceramah agama yang suka berkhotbah tentang kebaikan, kebajikan dan tipu daya setan. Ya, meskipun mereka juga suka tertipu oleh setan dengan atas dasar dan dalil keagamaan, terkadang mereka tanpa sadar menjual agama mereka sendiri, demi keuntungan pribadi.

Ada hal yang paling aku ingat. Ketika itu, entah tahun berapa, ada sosok menteri agama yang justru tertangkap oleh KPK karena melakukan tindak korupsi dana haji. Tepatnya seperti apa, aku tak mau tahu menahu secara mendetail tentang kasus yang mencoreng agamaku itu. Setelahnya, masih saja ada kasus yang dibuat oleh tokoh penting yang basis politiknya dari background agama. Lagi – lagi, agama yang tercoreng meski sebenarnya pelakunya hanya oknum saja. Ah, sudah lupakan saja hal itu. Itu bukan kesalahan agamanya, tapi pemeluknya yang suka berdalih dengan pintar dan terasa masuk akal tapi ternyata hanya suka membual dan menjual ‘agama’ mereka sendiri.

“owh, inikah yang disebut dengan padang mahsyar!” bisikanku dalam hati.

“ berarti aku ini sudah mati ya?” berbicara pada diri sendiri, dengan perasaan geli tapi juga sedikit ngeri.

“Aaaah, ini hanya mimpi. Tak mungkin aku mati tanpa sebab.” Suara dari pikiranku yang sebenarnya untuk menenangkan diri sendiri. Karena setelah mengamati keadaan sekeliling, tempat ini memang mirip, bahkan bisa dikatakan ini adalah padang mahsyar yang sering diceritakan.

Ditengah-tengah kesibukanku mondar-mandir, bertanya-tanya pada diri sendiri dan sedang dalam usaha untuk tetap berpikir positif dan berprasangka baik pada Tuhan, tiba-tiba orang itu berbicara.

“hei kamu, anak muda. Coba berhentilah mondar-mandir, berhentilah bertanya-tanya terhadap apa yang terjadi disini. Coba saja duduk diam, dan nikmati keadaan ini. Maka kamu akan mengerti apa yang sebenarnya terjadi.” Katanya

“wooooow, kamu bisa bicara ya.” Ujarku tak sopan

“kenapa kamu baru bicara setelah aku cukup lelah mondar-mandir mencari jawaban atas apa yang terjadi ini dengan caraku sendiri.” Kataku.

“sudahlah, kamu duduk saja disini.” Orang itu menunjuk dengan ibu jarinya, semacam memberi isyarat bahwa aku harus duduk berhadapan dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun