Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Love Story of Dreaming Part 4

21 Juni 2022   19:41 Diperbarui: 21 Juni 2022   20:00 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Part 4. Membuka Luka Lama

Bias sinar jingga membayang. Burung-burung terbang beriringan ke arah barat. Mencari sarang tempat pulang. Derit roda mobil dan klakson tua samar terdengar. Sepertinya mereka tidak sabar untuk segera sampai di rumah setelah seharian menjalani rutinitas. Ataukah justru baru keluar untuk mencari kesenangan?

Entahlah. Bagi sang Ibu, senja adalah awal untuk mencari rejeki. Langkahnya sedikit terseok ketika keluar dari gang sempit. Tenong di punggungnya sempat menyentuh tembok rumah Babah Liem. Kakinya yang hanya beralas sandal jepit, terkena cipratan air sisa hujan. 

Ibu Keti berhenti sejenak. Merapikan selendang motif bunga warna biru yang sudah pudar. Kini tenong berisi lontong sayur, gorengan dan jajanan pasar sudah kembali ke tempat semula, menyatu dengan punggung. Tangannya meraih keranjang berisi makanan ringan. 

Paling enak, makan lontong bareng peyek, kata sang Ibu kepada setiap pembelinya. Senyumnya akan mengembang jika si pembeli mengikuti sarannya. Ibu Keti yakin pembeli itu esok akan datang lagi setelah makan peyek buatannya. 

Perempuan paruh baya yang berjalan membungkuk itu melanjutkan langkahnya. Menyusuri jalanan kota kecil di pantai utara yang sudah diakrabi sejak puluhan tahun lalu. Sang Ibu menyaksikan banyak perubahan yang terjadi. Dari jalanan yang dulu hanya berlapis kerikil, sekarang mulus dan banyak menelan korban karena penggunanya semakin banyak dan ugal-ugalan.

Belum lagi deretan ruko di depan kantor kejaksaan. Juga pom bensin dan halte bus malam. Di ujung dekat gapura juga sudah ada bangunan warna-warni tempat belanja orang-orang berduit. 

Dia sudah berjanji akan membawa Kedua anaknya ke sana, tapi entah kapan bisa terlaksana akhir-akhir ini sedang sepi pembeli. Meski sudah keliling ke gang-gang hingga kompleks perumahan yang baru dibangun, dagangannya tidak pernah habis. 

Mungkin hanya saya yang tidak berubah, keluh Sang Ibu. Namun ia buru-buru menepis. Tidak! Saya juga sudah berubah. Sudah mulai ada uban di kepala. Kaki pun kadang gemetaran, tidak sekuat dulu. Saya bukan lagi gadis yang dikejar laki-laki dari berbagai desa, tetapi ia sudah memiliki dua calon anak gadis, batinnya. 

"Mak Yah, bawa apa? Sini dong!" teriak perempuan muda dari teras rumah. 

Sang Ibu yang biasa disapa dengan Mak Yah pun mendekat. Senyumnya mengembang. Setelah menurunkan tenong. Mulutnya tak henti menawarkan semua makanan yang dibawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun