Masing-masing orang mempunyai ciri khasnya untuk bertahan. Ada yang tetap tertawa meski hatinya terluka. Ada yang tetap melangkah meski kakinya sedang lelah. Bahkan ada yang menguatkan orang lain, padahal hatinya sedang rapuh dan hampir terjatuh. Kita hidup di era dimana ketangguhan sebuah pujaan, sedangkan air mata sebuah bentuk kelemahan. Karena sejatinya, tak ada manusia satu pun yang selalu kuat dan tahan banting. Bahkan batu pun perlahan akan hancur jika di pukul terus menerus. Tak semua luka sembuh oleh waktu---sebagian hanya bisa dirangkul, diberi tempat, dan dijadikan bagian yang kita miliki.
Rapuh itu wajar......!
Rasa itu hadir karena hati kita masih peka-----masih bisa merasakan, bukan membatu.
Masih ada getar yang tersisa di hati, tanda bahwa jiwa ini belum sepenuhnya membatu.
Masih tersisa harapan yang menanti untuk diwujudkan.
Kerap kali, kita harus terlihat kuat untuk orang lain. Kita memaksa diri untuk tetap tertawa, sedangkan hati terluka, agar tidak ada yang merasa tersiksa oleh rasa sakit yang kita bawa. Kita menahan air mata supaya tetap terlihat ceria. Pada akhirnya, kita terbiasa menyimpan semuanya sendiri---sunyi yang tak pernah pergi, luka yang tak pernah terobati, dan lelah yang  sudah menjiwai. Di tengah perjuang yang membuat kuat, kita lupa mengakui bahwa rapuh adalah sumber kekuatan yang sangat hebat.
Boleh rapuh, asal jangan runtuh
Terkesan heran, tapi itulah bentuk sebuah perjuangan.
Karena hidup tak selalu semuanya tentang kemenangan.
Terkadang, kekuatan terbesar adalah sebuah bentuk kejujuran akan kelemahan diri sendiri.