Setiap hari Selasa pagi, sekolah kami punya agenda rutin yang cukup spesial yaitu Hari Literasi. Bukan sekadar membaca buku di pojok kelas tapi kerap dilakukan bersama-sama di halaman sekolah dengan melibatkan seluruh siswa dan guru. Suasana pagi itu biasanya hangat, penuh semangat, dan sedikit berbeda dari hari-hari lainnya. Anak-anak duduk berjejer, guru-guru mendampingi, dan ada narasumber yang ditunjuk berbagi pengetahuan atau inspirasi sesuai tema yang telah dirancang tim literasi sekolah.
Saya pun turut sebagai salah satu guru pembina kegiatan literasi. Rasanya ada perasaan bangga sekaligus tanggung jawab. Saya bahkan pernah diminta untuk memberikan materi khusus tentang tips menjadi seorang penulis pemula. Sebuah topik yang cukup menantang tapi juga dekat dengan keseharian saya selaku guru sekaligus Kompasianer.
Rekan-rekan guru dan Kepala Sekolah sudah tahu kalau saya aktif menulis di Kompasiana. Bahkan, pada November 2024 lalu saya berangkat ke Jakarta untuk menerima penghargaan sebagai Kompasianer of The Year. It's one in a million moment!
Itu momen yang sangat berarti. bukan hanya untuk diri saya pribadi tapi juga untuk menunjukkan bahwa guru bisa berkarya di luar kelas. Saat diminta berbicara, saya langsung mengiyakan. Saya pikir, ini kesempatan bagus untuk menularkan semangat menulis kepada para siswa.
Saya bukan penulis kondang. Saya juga belum punya banyak buku yang terpajang di toko buku. Tapi menulis bagi diri ini adalah perjalanan panjang yang penuh makna.
Di hadapan para siswa, saya mulai bercerita tentang pengalaman menulis . Dari sejak kuliah di Jogja hingga sekarang, ketika sudah menjadi guru SD. Dan justru karena saya seorang guru, niat saya maju ke depan sederhana saja yakni keinginan mengedukasi siswa agar mencintai dunia tulis-menulis supaya meningkatkan minat baca dan literasi.
Saya percaya, menulis bukan hanya soal mengejar ketenaran. Lebih dari itu, menulis adalah cara untuk merawat ingatan, menyalurkan ide, berbagi manfaat kepada orang lain atau pembaca, menjadi lebih inovatif, dan kolaboratif dalam menghadapi tantangan.
Menulis juga bisa menjadi terapi. Banyak penulis yang mengaku merasa lebih lega, lebih teratur pikirannya, dan lebih kreatif setelah menuangkan isi hati ke dalam kata-kata.
Saya pun ingin siswa-siswi tahu bahwa menulis bisa menjadi hobi yang bermanfaat. Maka saya melontarkan pertanyaan sederhana.
"Siapa yang mau jadi penulis?"