Menjadi single parent tentu bukanlah cita-cita siapa pun. Tak ada seorang pun yang bermimpi menjalani hidup seorang diri mengurus anak-anak tanpa pasangan. Namun, hidup sering menghadirkan takdir di luar kendali manusia.
Banyak orang beranggapan bahwa membesarkan anak bersama pasangan adalah kebahagiaan yang sempurna. Suami dan istri saling bahu-membahu, saling menguatkan, dan saling menopang dalam suka maupun duka.
Tetapi, bagaimana jika takdir berkata lain? Bagaimana jika pasangan hidup tiba-tiba tidak lagi bisa menjalankan peran sebagai penopang keluarga?
Kisah ini dialami oleh ibunda saya sendiri. Beliau seorang guru sederhana yang harus menjalani peran sebagai single parent dengan segala keterbatasan.
Ayah kami sakit hingga tidak mampu bekerja. Praktis, ibundalah yang menjadi tulang punggung keluarga. Yang membuat semakin berat, ibunda harus membesarkan lima orang anak sekaligus. Bukan satu, bukan dua, melainkan lima mulut yang harus diberi makan setiap hari.
Cukup dengan gaji seorang guru? Semua orang tahu, apalagi di masa itu, gaji guru tidaklah seberapa. Jauh dari kata cukup untuk menopang kebutuhan sehari-hari.
Bisa dibayangkan betapa berat beban seorang guru sekaligus single parent yang harus membiayai lima anak dengan gaji terbatas.
Demi bertahan hidup, ibunda tidak hanya mengandalkan gaji bulanannya. ibunda menjalani hidup dengan cara "gali lubang, tutup lubang". Berhutang ke sana kemari, entah kepada tetangga, teman, atau bahkan pihak bank.
Semua dilakukan agar dapur tetap mengepul dan anak-anak tetap bisa sekolah. Berbagai pekerjaan tambahan pun pernah dilakoni ibunda. Beliau pernah menjadi buruh tani, ikut menanam dan memanen padi hanya untuk mendapat upah seadanya.