Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah 2013 Jelajah Negeri Sendiri 2014 | Best Teacher 2022 Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi ANBK | Penggerak KomBel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bijak Menyikapi Ekspansi Latto-Latto di Sekolah

3 Januari 2023   14:32 Diperbarui: 12 Januari 2023   14:02 2198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa yang kedapatan sedang memainkan latto-latto di sekolah (foto Akbar Pitopang)

Tatkala latto-latto sudah berekspansi ke sekolah, bagaimana cara menyikapi?

Semester Genap untuk Tahun Ajaran 2022-2003 telah bergulir terhitung sejak Senin kemarin, tanggal 2 Januari 2023.

Ada banyak hal menarik yang mewarnai aktivitas belajar di sekolah dan saya sebagai guru ikut mengalaminya.

Satu hal yang menarik dan butuh perhatian kita bersama terkait dengan fenomena peserta didik yang membawa latto-latto ke sekolah.

Bolehkah peserta didik membawa latto-latto ke sekolah?

Mari kita ketahui jawabannya dengan meneliti fakta dan resiko di dalamnya.

Di hari pertama masuk sekolah pada Semester Genap ini, saya langsung menjumpai adanya peserta didik yang memainkan latto-latto di sekolah.

Sedangkan di hari kedua atau tepatnya hari Selasa ini (3/1), saya pun kembali menjumpai adanya peserta didik yang memainkan latto-latto di sekolah.

Siswa yang memainkan latto-latto di sekolah tidak hanya laki-laki tapi juga perempuan.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa permainan latto-latto tetap ada manfaatnya. Diantaranya adalah;

Walau demikian, menurut hemat saya bahwa latto-latto ini cukup dimainkan oleh siswa setelah pulang sekolah.

Saya memiliki alasan mengapa melarang siswa untuk memainkan latto-latto di sekolah.

Pertama, memainkan latto-latto di sekolah dapat mengganggu konsentrasi dalam belajar.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa saat ini semua anak-anak yang ada di Indonesia sedang menggandrungi permainan latto-latto yang tengah trending topic.

Semua anak sedang senang-senangnya untuk memainkan latto-latto. Baik anak laki-laki maupun pula anak perempuan sedang senang memainkan permainan yang disebut juga dengan clackers ball.

Anak-anak dari berbagai usia pun juga sedang memiliki ketertarikan yang kuat dengan latto-latto. Bahkan anak prasekolah seperti anak saya sendiri pun yang masih berusia 3 tahun juga sedang senang memainkan latto-latto ini.

Nah, ketika siswa mendengar bunyi latto-latto ketika dimainkan di sekolah maka hal itu jelas sekali akan mempengaruhi konsentrasi siswa ketika sedang mengikuti pembelajaran di kelas.

Pasti bagi siswa yang mendengar bunyi latto-latto akan menimbulkan hasrat dan keinginan yang kuat dalam dirinya untuk ikut bergabung memainkan latto-latto.

Di momen saya menjumpai ada siswa yang memainkan latto-latto tersebut di depan kelas, saya perhatikan banyak temannya yang lain yang mendekat dan ingin pula untuk memainkannya.

Itu bukti bahwa permainan latto-latto telah berhasil menyita perhatian siswa.

Kedua, permainan latto-latto bisa menyebabkan kontak fisik atau kekerasan antar siswa.

Permainan yang satu ini jelas sekali berpotensi dapat menimbulkan kontak fisik tatkala siswa yang memainkannya tidak mampu mengontrol ritme permainannya.

Alhasil, bisa saja latto-latto tersebut terhempas dari tangannya lalu menghantam temannya atau benda-benda yang ada di sekitarnya.

Adapun yang paling diwanti-wanti adalah latto-latto bisa melukai siswa, seperti kepala bengkak, gigi atau rahang berdarah, dan seterusnya.

Contoh di atas bisa terjadi tanpa disengaja. Sedangkan dalam skala kecil bisa jadi siswa saling berebutan untuk memainkan latto-latto.

Ketika hal tersebut terjadi tentu dapat menimbulkan kekerasan di antara siswa tersebut.

Kerumunan siswa dan latto-latto (foto Akbar Pitopang)
Kerumunan siswa dan latto-latto (foto Akbar Pitopang)

Ketiga, memainkan latto-latto secara bersamaan menimbulkan kebisingan yang menggangu kondusifitas pembelajaran.

Jika siswa tidak dicegah untuk membawa dan atau memainkan latto-latto di sekolah maka lambat laun pasti akan mempengaruhi siswa yang lain untuk ikut memainkannya.

Ketika misalkan latto-latto dimainkan oleh 10 orang siswa, maka hal tersebut sudah berhasil membuat kebisingan yang mengganggu konsentrasi belajar.

Coba bayangkan jika hampir seluruh siswa yang berasal dari kelas yang sama memainkannya di dalam kelas secara bersama-sama.

Atau mungkin, jika saja ada 2/3 dari total keseluruhan murid yang ada di sekolah tersebut memainkan latto-latto secara bersamaan, maka terjadilah kebisingan yang luar biasa dan sangat mengganggu kenyamanan bersama.

Kerjasama guru dan orangtua untuk mencegah siswa bermain latto-latto di sekolah

Sebagai upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kebisingan yang dapat mengganggu jalannya proses pembelajaran di sekolah. 

Maka pihak sekolah, guru dan orang tua/wali murid harus saling bekerja sama memastikan siswa tidak membawa latto-latto ke sekolah.

Pada masa awal dimulainya pembelajaran di Semester Genap ini maka hendaknya pihak sekolah perlu mengumpulkan seluruh siswa untuk diberi pengarahan agar tidak membawa latto-latto ke sekolah.

Sekolah atau guru perlu mengambil langkah tegas atas konsekuensi adanya siswa yang kedapatan membawa dan atau memainkan latto-latto di sekolah. Konsekuensi yang relevan diantaranya adalah dilakukan penyitaan.

Selain itu, orang tua perlu menegaskan kepada anaknya untuk tidak usah ikut-ikutan temannya untuk membawa latto-latto ke sekolah.

Dengan menyampaikan alasan bahwa apabila latto-latto dimainkan ke sekolah bisa mengganggu konsentrasi belajar dan kenyamanan siswa di lingkungan sekolah.

Kita semua harus bijak dalam menyikapi fenomena permainan latto-latto yang sedang booming di kalangan anak atau siswa saat ini.

Namun, semua itu harus kita kontrol atau diawasi secara baik dan penuh tanggung jawab.

Segala sesuatu pasti ada aturannya. Latto-latto cukup dimainkan di lingkungan rumah saja dan tidak perlu ikut-ikutan dimainkan di sekolah.

Hal ini dilakukan demi mewujudkan suasana pembelajaran di sekolah yang kondusif agar ketika siswa kembali ke rumah ada ilmu yang esensial yang dibawanya pulang.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

Akbar Pitopang, Januari 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun