Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah 2013 Jelajah Negeri Sendiri 2014 | Best Teacher 2022 Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi ANBK | Penggerak KomBel

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menepis Quiet Quitting dan Quiet Firing dengan Prinsip "Simbiosis Mutualisme"

26 September 2022   10:05 Diperbarui: 26 September 2022   10:20 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dunia kerja yang kondusif (Foto via www.hcrlaw.com)

Quiet quitting tak muncul pula begitu saja dengan sendirinya. Ada angin, ada hujan.

Dari faktor eksternal seperti pola kepemimpinan atasan yang "kurang manusiawi", banyaknya tekanan dari pekerjaan dan tugas-tugas yang tak terselesaikan dengan tepat waktu, deadline yang penuh konsekuensi, persaingan yang tidak sehat antar sesama pekerja, dan lain sebagainya.

Belakangan bekerja secukupnya menjadi tren di kalangan generasi Z. Tujuannya adalah untuk memulihkan kondisi fisik hingga mental (Foto: Shutterstock via kompas.com)
Belakangan bekerja secukupnya menjadi tren di kalangan generasi Z. Tujuannya adalah untuk memulihkan kondisi fisik hingga mental (Foto: Shutterstock via kompas.com)

Lama-kelamaan jika fenomena seperti itu terus terjadi kepada para pekerja, maka quiet quitting bagi mereka dianggap sebagai tindakan apresiatif dalam bentuk mekanisme pertahanan diri terhadap tuntutan tinggi perusahaan yang begitu membabi buta.

Perusahaan atau tempat kerja bagi pekerja yang terkena quiet quitting diibaratkan sebagai penjara dengan berbagai kekangan hidup yang dirasakan oleh pekerja tersebut.

Sikap dan perilaku seorang pekerja yang terkena quiet quitting tentu dapat dengan mudah dibedakan oleh pihak perusahaan dengan pekerja lain yang bekerja dengan tetap mengedepankan etos kerja yang baik walau tekanan yang mereka hadapi sama persis dengan tekanan yang dialami pekerja dengan quiet quitting.

Perbedaan sikap dan cara pandang dari sesama pekerja mengenai pekerjaan dan "kontak batin" dengan tempat ia bekerja bisa dipahami oleh pihak perusahaan tanpa rumus tertentu.

Sehingga ketika perusahaan mendapati pekerja yang melakukan tindakan quiet quitting ini maka selanjutnya perusahaan akan melakukan tindakan quiet firing.

Fenomena quiet firing bagi pihak perusahaan disinyalir menjadi respons terhadap aksi quiet quitting yang ditunjukkan oleh pekerja.

Langkah yang biasanya kerap ditempuh oleh perusahaan, yakni dengan mendiamkan karyawan atau pekerja yang hanya menunjukkan performa ala kadarnya. Perusahaan cenderung tidak melibatkan pekerja tersebut dalam proyek dan promosi yang mana hal tersebut sangat berguna bagi para pekerja demi menunjang karirnya.

Sesuai dengan arti dari quiet firing ini, perusahaan sebenarnya hendak melakukan upaya pemecatan secara diam-diam kepada pekerja dengan quiet quitting tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun