Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah 2013 Jelajah Negeri Sendiri 2014 | Best Teacher 2022 Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ada 8 Cara Sukses Survive sebagai Pelajar Perantauan

26 Juni 2022   23:56 Diperbarui: 27 Juni 2022   14:12 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahasiswa di kampus| Dok UMN via Kompas.com

Pada tahun 2010, merupakan momentum yang sangat berarti bagi kami dalam menjalani proses kehidupan ini.

Di tahun itu, penulis menjadi mahasiswa sekaligus sebagai anak rantau di daerah orang. Kami adalah anak Sumatera yang kemudian kuliah di pulau Jawa.

Ketika memasuki kelas 3 di MAN, kami sudah berencana dan berharap sekali bisa kuliah di pulau Jawa khususnya kota Yogyakarta yang telah lama dikenal sebagai "kota pelajar".

Ekspektasi kami bahwa di kota pelajar ini kami akan memperoleh segudang ilmu pengetahuan dan wawasan yang nantinya pasti akan bermanfaat dan bernilai guna.

Sebagai anak yang dilahirkan, dibesarkan dan didoktrinisasi dalam kebudayaan Minangkabau, bahwa seorang anak lelaki di Minang wajib baginya untuk sekali dalam seumur hidup untuk merantau ke negeri orang.

Oleh karena itu, ketika kesempatan itu datang kami tak akan menyia-nyiakannya begitu saja. Kesempatan itu dijalani bagaikan "sambil menyelam minum air".

Cara Sukses Survive sebagai Pelajar Perantauan (ilustrasi via youthmanual.com)
Cara Sukses Survive sebagai Pelajar Perantauan (ilustrasi via youthmanual.com)

Sambil kuliah, penulis ikut berkecimpung dalam berbagai aktivitas kampus, organisasi, dan kerelawanan. 

Sambil hidup merantau di negeri orang, penulis ikut menyelami tradisi dan budaya setempat sebagai bekal hidup bermasyarakat yang nantinya akan sangat dibutuhkan.

Empat tahun merantau di Jogja, benar-benar menjadi suatu kenangan dan bahan pembelajaran hidup yang sangat berguna bagi kami secara pribadi.

Banyak sekali hal-hal penting, pelajaran, momen kebersamaan yang mengajarkan kami banyak nilai moral dan humanisme.

Izinkan kami untuk mengklaim secara sepihak, bahwa Jogja adalah rumah kedua kami. Jogja adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang belajar kebijaksanaan dalam hidup.

Kenangan kuliah di Jogja yang begitu syahdu dan luar biasa (ilustrasi via krjogja.com)
Kenangan kuliah di Jogja yang begitu syahdu dan luar biasa (ilustrasi via krjogja.com)

Memutuskan kuliah di Jogja, merupakan salah satu bentuk uji nyali tingkat dewa yang kami pilih lantaran kami sama sekali tidak memiliki sanak famili atau kerabat dekat yang tinggal di kota pelajar itu.

Kami hanya punya rekan yang sama-sama kuliah di Jogja dan berasal dari satu sekolah yang sama. 

Lalu, bagaimana cara kami bertahan hidup atau survive selama merantau di Jogja?

Berikut beberapa hal yang bisa kami bagikan kepada para pembaca budiman, terkhusus bagi adik-adik pelajar atau calon mahasiswa baru (MaBa) yang hendak menimba ilmu di kota yang terkenal juga dengan sebutan "kota gudeg" ini.

1. Restu orangtua adalah kunci utama kesuksesan anak

Sebelum memutuskan untuk kuliah di luar daerah asal yang jaraknya sangat jauh, seperti misalkan antar pulau seperti yang kami jalani. Hal yang pertama sekali dilakukan seorang anak adalah meminta restu orangtua.

Hal ini memang terkadang dianggap sepele oleh kebanyakan anak karena mereka menganggap bahwa orangtua pasti akan mengizinkan anaknya untuk kuliah di negeri orang.

Tapi, lebih dari itu bahwa dengan restu yang diberikan orangtua maka si anak akan lebih punya tujuan hidup dan tidak akan meremehkan amanah yang telah diberikan oleh orangtua. 

Hidup jauh dari pengawasan orangtua, berbagai kemungkinan bisa saja akan terjadi. 

Nah, dengan adanya restu dari orangtua maka Tuhan juga akan meridhoi setiap langkah dan aktiftas yang dilakukan si anak di perantauan.

2. Mencari tahu informasi dari senior yang sudah berpengalaman

Walaupun penulis tidak memiliki satu pun anggota keluarga maupun karib kerabat di tanah rantau, maka jalan satu-satunya mendapatkan informasi seluk-beluk tentang daerah tujuan rantau maupun informasi tentang kampus yang hendak dituju dapat dikulik dari senior dari sekolah asal yang sudah duluan berada dan menimba ilmu di sana.

Dulu, hal itulah yang penulis lakukan sebelum berangkat ke Jogja. Berbekal informasi yang penulis rangkum dari pihak sekolah. Akhirnya penulis dapat menemukan kontak dan media sosial senior sehingga penulis dapat mengulik informasi yang dibutuhkan dan yang diperlukan selama merantau dan belajar di kampus tujuan.

Syukurlah pada saat itu senior mau berbagi informasi terkait hal-hal yang penulis butuhkan dan yang ingin diketahui. Akhirnya perasaan sedikit khawatir jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat sedikit ditepis dan penulis memiliki suntikan nyali dan keberanian untuk berangkat ke tujuan.

3. Berangkat ke daerah tujuan bersama rekan satu angkatan

Pada saat itu penulis memutuskan untuk kuliah di Jogja karena adanya undangan dari kampus tempat penulis akhirnya berlabuh tersebut. 

Pada saat itu masih ada program penjaringan calon mahasiswa dari sekolah tertentu dengan mengundang siswa-siswi yang berada di peringkat 10 besar dari kelas X sampai kelas XII. Namanya program PMDK.

Pada waktu itu dari sekolah kami terpilih enam orang siswa yang dinyatakan lulus setelah melewati serangkaian proses seleksi. Enam orang siswa termasuk penulis sendiri berasal dari lintas jurusan yang ada di sekolah kami saat itu.

Ketika kami berenam dinyatakan lulus seleksi. Selanjutnya kami berembuk kapan tanggal yang tepat untuk berangkat ke Jogja agar dapat melakukan pendaftaran ulang sesuai jadwal yang telah ditentukan pihak kampus.

Selain itu, kami berencana untuk berangkat bareng karena kebetulan ada salah seorang rekan yang ditemani atau diantar oleh keluarganya. 

Berangkat ke kota tujuan kuliah bisa dilakukan bersama rekan satu angkatan (friend ilustration by pixabay via Kompas.com)
Berangkat ke kota tujuan kuliah bisa dilakukan bersama rekan satu angkatan (friend ilustration by pixabay via Kompas.com)

Penulis dan rekan yang lainnya yang sebelumnya tidak pernah merasakan naik pesawat terbang menyetujui tawaran tersebut. 

Apa jadinya nanti jika tidak ada orang yang telah berpengalaman menuntun kami. Bisa saja kami akan tersesat di bandara atau malah tertinggal oleh maskapai penerbangan lantaran tidak melakukan boarding pass.

Akhirnya, kami berenam dapat sampat dengan selamat dan menginjakkan di kota gudeg, kota yang berada di daerah yang istimewa di Indonesia ini.

4. Tinggal di mess atau asrama daerah

Sebagai mahasiswa baru yang masih buta tentang seluk-beluk tanah rantau dan masih ragu untuk memutuskan tinggal di kost atau kontarakan. Maka menumpang sementara di asrama daerah adalah opsi jitu yang bisa diandalkan oleh mahasiswa baru.

Di Jogja sendiri karena memang sudah sejak lama dikenal sebagai daerah tujuan studi oleh mahasiswa luar daerah maka sudah banyak dibangun asrama sebagai tempat tinggal yang menampung para mahasiswa dari daerah yang bersangkutan.

Berbagai asrama daerah se-Indonesia sudah banyak ditemukan di Jogja. Termasuk asrama daerah asal penulis yaitu Sumatera Barat. 

Baik itu asrama pemprov maupun asrama yang disediakan oleh pemkot/pemkab sudah dapat ditemukan di Jogja. Mahasiswa tinggal menyesuaikan mana asrama yang lokasinya lebih dekat ke kampus yang bersangkutan.

Disamping itu, banyak juga keuntungan yang akan diperoleh oleh mahasiswa baru jika tinggal di asrama daerah. Ada rasa kekeluargaan yang akan terjalin antar mahasiswa lantaran sama-sama jauh dari kampung halaman dan tidak memiliki keluarga di tanah rantau.

Dengan adanya rasa kekeluargaan yang terjalin tersebut maka segala bentuk suka-duka selama berada di rantau bisa saling sharing ke sesama rekan mahasiswa. 

Sehingga hidup di rantau menjadi lebih menyenangkan dan seru. Karena memiliki rekan yang sefrekuensi dan senasib seperjuangan demi orangtua dan kampung halaman yang sama.

5. Bergaul dengan rekan setempat dan penduduk asli 

Jika mahasiswa baru pada akhirnya merasa lebih nyaman untuk tinggal di asrama daerah dan sudah enggan untuk mencari kost atau kontrakan di luar. Maka ada hal penting yang harus dilakukan oleh mahasiswa baru yakni bergaul dan menjalin keakraban dengan mahasiswa setempat serta dengan penduduk asli.

Hal ini penting dilakukan oleh mahasiswa baru agar tidak menjadi "katak dalam tempurung". 

Gunanya agar mahasiswa tersebut dapat berkembang dan pola pikirannya terbuka akan perbedaan dan toleransi dari upaya saling mengenal satu sama lain.

Penulis merasakan betul betapa besarnya manfaat bergaul dengan rekan-rekan yang berasal dari wilayah Jogja sendiri. Mereka mahasiswa yang baik dan sangat welcome terhadap para pendatang seperti kami.

Mahasiswa rantau dengan berbagai latar belakang (sumber u-report via viva.co.id)
Mahasiswa rantau dengan berbagai latar belakang (sumber u-report via viva.co.id)

Tak jarang kami para perantau sering diajak ke rumahnya ketika sedang musim durian dan salak pondoh. Itu contoh sederhananya saja bukti kebaikan dan manfaat yang akan diperoleh oleh mahasiswa rantau.

Dulu, penulis pernah memutuskan tidak pulang kampung ketika Hari Raya Idul Fitri. 

Tanpa kami minta, rekan kami yang asli Jogja yang beralamat di Cangkringan malah menawari penulis untuk merayakan lebaran bersama keluarganya. 

Betapa syahdu momen berharga seperti itu. Yakinlah, itu adalah keberkahan karena menjalin silaturahmi dengan warga lokal.

6. Masak makanan sendiri? kenapa tidak!

Semasa kuliah, penulis sering memasak makanan sendiri. Karena kebetulan penulis termasuk salah satu mahasiswa yang memiliki keterampilan memasak yang dipelajari secara otodidak. 

Keterampilan memasak pada masyarakat Minang, khususnya kaum lelaki bukanlah sesuatu hal yang aneh karena merupakan sebuah bagian dari budaya.

Dengan memasak makanan sendiri, selain makanan tersebut dijamin kebersihan, higienis dan kualitas rasanya. Tentu pula alasannya adalah biar lebih irit dan hidup hemat.

Ya, maklum saja bahwa dengan latar belakang sebagai mahasiswa yang bukan berasal dari keluarga kaya raya, penulis harus menerima keadaan dan memanfaatkan dana yang ada dengan semaksimal mungkin. 

Tidak hanya untuk makan, uang kiriman orangtua juga harus dimanfaatkan untuk transportasi, biaya perkuliahan seperti bayar fotokopian, serta untuk biaya-biaya lainnya selama kuliah.

7. Mencari peluang penghasilan tambahan

Kerja sambil kuliah, apakah bisa? Jawabannya tentu bisa saja. 

Kuncinya, manajemen waktu yang tepat.

Selain kuliah, lalu berorganisasi. Mahasiswa rantau juga dapat mengisi waktu luang untuk hal-hal yang bermanfaat yang mungkin mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah. 

Seperti misalnya penulis sendiri, bahwa semasa kuliah dengan aktif menulis di blog keroyokan a.k.a Kompasiana tercinta ini. Dari artikel-artikel yang pernah ditulis pernah sempat dibukukan dalam rangka kegiatan penerbiatan buku kolaboratif para kompasianer. 

Beberapa artikel penulis berhasil lolos dan akhirnya ikut menjadi bagian dari buku yang telah dicetak dan dipublikasikan.

Dari hasil menulis tersebut, penulis dapat menghasilkan uang jajan tambahan untuk bertahan hidup di perantauan. dan dapat sedikit mengurangi beban orangtua dari segi finansial.

Mahasiswa bisa menjadi guru les privat (via latisprivat.com)
Mahasiswa bisa menjadi guru les privat (via latisprivat.com)

Itu hanya contoh sederhananya saja. Banyak contoh lain pekerjaan sampingan yang bisa dilakukan oleh mahasiswa rantau untuk bertahan hidup. 

Tapi ingat, jangan sampai bekerja paruh waktu malah membuat kegiatan penting lainnya menjadi kacau balau. Jangan biarkan hal itu terjadi, ya!

8. Selalu menjaga komunikasi dan kontak batin dengan orangtua

Seorang mahasiswa yang menuntut ilmu di negeri orang pasti akan terjaga kedekatannya dengan orangtua yang berada di kampung halaman. 

Caranya dengan menjaga kualitas komunikasi dengan orangtua. hal mudah yang bisa dilakukan tentu dengan panggilan telepon. 

Karena teknologi semakin canggih, untuk zaman seperti saat sekarang ini cara komunikasi yang bisa dilakukan anak dengan orangtuanya menggunakan fitur video call.

Sering-seringlah menghubungi orangtua, bahkan saat sedang sibuk mengikuti segala aktifitas di dunia kampus maupun kegiatan berorganisasi.

Terutama, pada saat si mahasiswa hendak melakukan kegiatan seperti touring atau berkunjung ke tempat tinggal rekan mahasiswa yang berada di luar daerah tempat berkuliah.

Dulu, penulis punya sahabat yang diantara kami memiliki kedekatan dan keakraban yang terjaga hingga saat ini.

Ketika musim liburan tiba, kami sering bergiliran mengunjungi tempat tinggal sahabat-sahabat kami tersebut.

Kami pernah ke Wonogiri, Ponorogo, Pacitan, Solo, Karangayar, serta tentunya mengunjungi sahabat-sahabat kami yang tinggal di daerah DIY seperti di Gunungkidul, Bantul, Sleman dan Kulon Progo.

Ilustrasi Video Call dengan orangtua (via kapanlagi.com)
Ilustrasi Video Call dengan orangtua (via kapanlagi.com)

Sebelum penulis melakukan kegiatan touring, penulis wajib mengabari terlebih dahulu ke orangtua di kampung halaman.

Walaupun mungkin dianggap sepele, tapi efeknya sungguh luar biasa. Orangtua di kampung akan ikut mendoakan kegiatan tersebut sehingga aman dan selamat dalam menjalaninya.

*****

Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan selama menjadi status sebagai pelajar atau mahasiswa yang tinggal di perantauan. 

Jadilah mahasiswa yang bijak dan peka akan segala kondisi yang ada. 

Dengan menjadi mahasiswa rantau, menjadikan dirinya seorang mahasiswa yang tahan banting karena mentalnya sudah ditempa sedemikian rupa.

Para mahasiswa rantau pasti akan menjadi generasi yang unggul dan membanggakan. 

Keberadaan mereka sebagai bagian dari bonus demografi dapat pula menjadi bagian dari agen perubahan untuk negeri tercinta ini.

Salam berbagi dan menginspirasi.

[Akbar Pitopang]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun