Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah 2013 Jelajah Negeri Sendiri 2014 | Best Teacher 2022 Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kompasianer Reborn: Saatnya Menulis Lagi

25 Mei 2022   08:58 Diperbarui: 10 Juni 2022   15:55 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mengetik Artikel di Kompasiana (Credit: pexels.com/cottonbro)

Kompasianer Reborn?

Tak terasa sudah dua bulan lamanya kami pulang ke rumah lama kami, Rumah Kompasiana. Rumah tempat kami mencurahkan dan mendengar apa isi hati.

Sudah lebih kurang delapan tahun lamanya kami tersesat dalam proses pertahanan hidup di dunia nyata dan realita. Selama itu lapak (baca: akun profil) artikel kami ini sepi dari hiruk pikuk-sudah seperti rumah kosong.

Kami minggat meninggalkan lapak di Kompasiana terhitung sejak tanggal 25 Mei 2014, tanggal terakhir kami menayangkan artikel di tahun 2014.

Waktu yang sangat lama bagi kami untuk mati suri dari Kompasiana ini. Habituasi yang memakan waktu yang sangat panjang.

Dalam masa habituasi yang panjang itu, kami tidak memiliki satu pun kesempatan untuk menulis sebuah artikel. Benar, tak ada satupun artikel yang bisa kami tulis atau ketik.

Padahal dulunya mungkin kami termasuk salah seorang Kompasianer yang cukup produktif terbukti dari banyaknya jumlah artikel yang sempat ditayangkan.

Dalam kurun waktu tiga tahun sejak kami mendaftar sebagai Kompasianer pada tanggal 29 April 2011, terdapat 386 artikel yang sudah ditayangkan.

Entah mengapa kok bisa-bisanya kami melupakan rutinitas yang begitu bermanfaat ini, menulis dan menayangkan artikel di Kompasiana.

Namun ada satu kesempatan saat kami menayangkan satu artikel yang pada awalnya artikel tersebut kami ikutkan untuk lomba menulis yang ditaja oleh dinas terkait dari Provinsi Sumatera Barat.

Baca juga: Tekad dan Harapan Memajukan Sumatera Barat

Karena artikel diatas tidak lolos penilaian. Mungkin karena tidak sesuai dengan kategori pesertanya yang  mensyaratkan harus berdomisili disana sedangkan saat itu kami masih kuliah di Jogja.

Lalu ketika kami mengutak-atik laptop secara kebetulan kami menjumpai file tentang artikel itu masih tersimpan rapi dalam folder.

Daripada nanti file-nya hilang atau rusak terkontaminasi virus. Artikel itu lebih baik kami tayangkan disini. Sehingga opini dan gagasan kami dapat dijangkau oleh pembaca dari segala penjuru wilayah.

Itulah alasan mengapa ada satu artikel yang ditayangkan di tahun 2016. Setelah itu kami kembali habituasi dan mati suri hingga pertengahan Maret di tahun 2022 ini.

Zaman dulu, pada rentang tahun 2010-2015 adalah masa-masa kebangkitan Kompasiana. Arus informasi yang beredar di Kompasiana begitu besar dan menarik perhatian.

Suasana yang begitu dinamis dapat kami alami secara langsung dari interaksi yang dilakukan secara online maupun offline.

Baik dengan para admin dan pengasuh Kompasiana maupun dengan sesama rekan Kompasianer-dari Sabang sampai Merauke.

Dulu sering sekali Kompasiana mengadakan kegiatan-kegiatan untuk menumbuhkan minat di dunia tulis-menulis artikel dan blogging yang diadakan di sekolah atau kampus di beberapa wilayah di indonesia.

Kami termasuk salah seorang Kompasianer yang ikut bergabung menyukseskan agenda-agenda tersebut. seperti ID-Kompasiana goes to campus. Ada juga kegiatan lain yang diadakan di Solo.

Rekonsiliasi yang terjalin dari interaksi antar sesama Kompasianer membuat terbangunnya relasi yang positif termasuk intensitas interaksi di media sosial.

Para Kompasianer, termasuk saya pribadi saat itu saling menjalin pertemanan di media sosial. Kami sering melalukan diskusi-diskusi yang diadakan di grup yang ditetaskan di media sosial.

Sehingga karena intensitas interaksi di media sosial ini cukup besar, akhirnya membuat banyak Kompasianer yang "melarikan diri" lalu berkumpul bersama di grup medsos.

Maka akhirnya Kompasiana menjadi terlupakan. Intensitas penayangan artikel yang menjadi semakin berkurang. Serta timbulnya rasa malas untuk menulis sebuah artikel.

Padatnya aktifitas di tempat bekerja sebagai main job menyebabkan waktu yang tersisa menjadi sangat minim. Sehingga bisa dibilang tidak ada lagi kesempatan untuk menengok Kompasiana.

Begitulah aktifitas yang kami lakukan setiap hari. Waktu yang tersisa menjadi sangat terbatas untuk dapat terlibat dalam interaksi di Kompasiana.

Seingat kami, di tahun 2017 kami pernah singgah menengok sebentar lapak yang telah lama ditinggalkan.

Ternyata kondisi tampilan Kompasiana telah berubah dan sangat menarik dari tampilan sebelumnya. Sebagaimana tampilan Kompasiana yang kita alami saat ini.

Pada saat itu status kami masih setia bertahan sebagai seorang Taruna. Dengan akumulasi poin di angka 8.000-an.

Salah satu artikel Kompasianer menjadi referensi ajang menulis skala internasioanl (tangkapan layar dokumentasi pribadi)
Salah satu artikel Kompasianer menjadi referensi ajang menulis skala internasioanl (tangkapan layar dokumentasi pribadi)

Menulis Artikel, Memberikan Dampak Luar Biasa bagi Sesama

Di masa pandemi beberapa waktu yang lalu, banyak sekali beredar informasi tentang pelaksanaan webinar, worksop, diklat online yang dapat diikuti oleh para pendidikan dari segi metode pembelajaran selama daring.

Sehingga secara sengaja kami mendaftarkan diri sebagai peserta sebuah seminar daring tentang bagaimana guru melakukan manajemen waktu.

Dan secara kebetulan ternyata pematerinya adalah seorang Kompasiner. Ialah Bapak Wijaya Kusumah atau yang biasa dipanggil omjay.

Omjay berkisah kepada para peserta seminar bahwa salah satu cara beliau mengisi waktunya adalah dengan kegiatan menulis artikel di Kompasiana.

Kegiatan menulis yang dilakukan omjay setiap hari, katanya memberikan banyak manfaat dan efek  yang luar biasa baik bagi dirinya maupun untuk khalayak.

Memang benar apa yang disampaikan beliau. Kami pun ikut mengamini hal itu. Banyak sekali dampak positif yang kami peroleh karena menulis di Kompasiana, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Bahkan ketika masih dalam keadaan vakum ber-Kompasiana, ada dua orang pembaca yang menghubungi kami untuk menanyakan hal terkait proses penyembuhan hidrosefalus.

Hal tersebut dikarenakan kami pernah menulis tentang bagaimana seharusnya yang dilakukan dalam proses penyembuhan hidrocefalus. Hingga kini total jumlah pembacanya sudah menyentuh angka ribuan.

Baca juga: Kunci Keberhasilan Penyembuhan Hidrocephalus

Begitulah impact dan dampak yang luar biasa yang bisa kita sebarkan melalui kekuatan tulisan yang tayang di Kompasiana ini.

Saya rasa alasan rekan-rekan Kompasianer around the world menulis disini, pasti tujuannya agar dapat memberikan manfaat bagi para Pembaca dimanapun berada.

Oleh karena itulah kami akhirnya kembali kesini ke rumah lama, Kompasiana.

Memerdekakan diri sendiri dari belenggu drama kehidupan yang setiap harinya pasti akan kita alami.

Pencapaian dan Apresiasi sebagai Mesin Penggerak Rutinitas Menulis

Sejak tanggal kembalinya kami situs blog keroyokan ini di tanggal 26 maret 2022 yang lalu. Sudah 58 artikel berhasil kami tayangkan.

Dari semua artikel yang telah ditayangkan tersebut, alhamdulillah semuanya langsung memperoleh label highlight atau pilihan.

Bahkan diantara 58 artikel tersebut, 27 artikel diganjar headline atau sebagai Artikel Utama (AU).

Selain itu, berkat kegigihan menulis kami dapat berubah status dari Taruna menjadi Penjelajah. Perubahan status ini sangat berarti dan dinanti oleh seluruh Kompasianer.

Berkat dukungan dan support dari sesama rekan Kompasiana sehingga membuat akumulasi poin yang kami terkumpul menjadi bertambah. Poin sebagai syarat muthlak perubahan status.

Tak lama setelah perubahan status ini, kami pun memperoleh notifikasi dari Kompasiana yang dikirimkan melalui fitur notifikasi dan email terkait status akun yang berubah dari tervalidasi menjadi terverifikasi.

Atau isitilahnya dari "centang hijau" berubah menjadi "centang biru". Perubahan ini terjadi pada 10 Mei 2022 yang lalu.

Pada bulan Ramadhan tahun ini kami dapat ikut meramaikan program kegiatan menulis yang diadakan oleh Kompasiana bertajuk Samber THR 2022.

Alhamdulilah kami juga terpilih menjadi salah seorang pemenang kategori Mystery Topic dan Mystery Challenge. Hadiahnya cukup menarik karena nantinya bisa digunakan untuk membeli buku atau bahan bacaan.

Tak berhenti sampai disitu, ternyata kami juga menerima K-Reward periode April 2022. Dimana baru pertama kali kami memperolehnya.

Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan atas kemudahan-kemudahan yang telah kami peroleh. Serta rasa terima kasih sebesar-besarnya kami haturkan kepada admin atau pengelola Kompasiana atas amanat yang diberikan kepada kami.

Tulisan kali ini merupakan sebuah bentuk apresiasi terhadap diri sendiri. Bukan bermaksud menyombongkan diri dan berbangga-bangga atas pencapaian-pencapaian yang telah diraih. Tidak sama sekali !

Namun niat mulia dibalik itu semua adalah sebagai upaya menghargai diri sendiri atas kinerja yang telah dilakukan.

Setiap orang butuh yang namanya apresiasi walaupun tidak pernah dilontarkan secara gamblang kepada orang lain.

Sesuatu yang paling dibutuhkan pertama kali oleh diri kita sendiri adalah sebuah apresiasi yang datang dari diri sendiri.

Gunanya untuk apa? Jelas sangat berguna sekali dan memiliki dampak yang luar biasa dari segi revolusi semangat dan motivasi diri untuk terus konsisten melalukan sesuatu hal yang bernilai-daya guna.

Pada akhirnya, mengapresiasi diri sendiri merupakan sebuah upaya dalam menjaga kesehatan mental diri kita sendiri.

Penekanannya adalah apresiasi untuk diri sendiri ini tidak boleh dilakukan secara berlebihan. Gunanya adalah agar terhindar dari segala penyakit hati.

Termasuk didalamnya sikap superior atau merasa lebih hebat dari orang lain. Tentu hal itu adalah perbuatan yang dipandang sangat tercela.

Kami pun juga menyadari bahwa perlunya membangun interaksi sesama Kompasianer dengan saling support dengan cara saling kunjung-mengunjungi lapak antar sesama Kompasiner

Pada kesempatan kali ini, kami sampaikan disini sebagai surat terbuka bagi seluruh rekan Kompasianer bahwa kami sangat berterima kasih atas dukungan yang rekan-rekan sumbangkan. Berupa komentar dan rating sebuah artikel.

Berkat kebaikan hati rekan-rekan Kompasianer serta kebaikan dari para viewers, kami bisa memperoleh banyak hal seperti yang telah kami sampaikan diatas.

Izinkan pula kami mengutarakan permohonan maaf yang setulus-tulusnya jika kami terkadang belum bisa terlalu sering membalas setiap kunjungan dari sesama rekan Kompasianer.

Dikarenakan kami masih memiliki banyak kesibukan di luar sana, di kehidupan nyata-realita kehidupan dunia.

Untuk itu semoga rekan Kompasianer dapat memaklumi keadaan kami dan jangan sampai berkecil hati karena hal itu.

Tentu saja sebisa mungkin ketika kami memiliki kesempatan maka kami akan langsung membalas kunjungan ke lapak artikel rekan Kompasianer. As soon as possible.

Bagaimana Sebaiknya Kita Menulis di Kompasiana?

Setiap Kompasianer pasti memiliki strategi, tips, kiat, dan cara-cara yang dilakukan dalam menulis di Kompasiana.

Dan setiap Kompasianer pun pasti punya trik bagaimana menjadikan tulisannya menarik minat Pembaca untuk menyimak dan mehamami apa isi dari artikelnya tersebut.

Begitu pula halnya, kami secara pribadi memiliki kiat tersendiri bagaimana kegiatan tulisa menulis ini dapat berjalan dengan baik.

Ide dan inspirasi kami dalam menulis artikel Kompasiana datang dari berbagai hal. Misalnya dari interaksi yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Seperti yang pernah kami kisahkan bahwa inspirasi datang dari sebuah interaksi.

Baca: Inspirasi Datang dari Interaksi

Masalah-masalah yang tengah dihadapi atau yang pernah dihadapi pun bisa dijadikan ide atau inspirasi untuk diangkat ke permukaan menjadi sebuah tulisan yang isinya mengandung cara bagaimana keluar dari permasalahan tersebut.

Pada momen reinkarnasi setelah mati suri ini, kami menjadi punya lebih banyak inspirasi menulis yang berhubungan dengan profesi yang saat ini dijalani.

Ternyata hal sepele pun bisa menjadi sebuah tulisan yang sangat menarik dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi khalayak ketika ditulis dalam sudut pandang dan penggunaan bahasa dan kosakata yang benar.


  • Belajar menyampaikan opini secara lugas

Di Kompasiana ini penulis akan belajar sendiri bagaimana menghasilkan karya tulis artikel yang kaya akan sudut pandang dan opini membangun negeri.

Banyak topik-topik menarik yang disediakan oleh Kompasiana pada menu Topik Pilihan untuk merangsang Kompasianer menyampaikan gagasan dan opininya terkait sebuah isu yang sedang hangat dibicarakan khalayak.

Bagaimana seorang Kompasianer mengolah pemikiran dan sudut pandangnya mengenai suatu isu atau topik pembahasan dapat menunjukkan seberapa luas tingkat pengetahuan dan wawasan tentang isu tersebut.

Proses ini membutuhkan waktu yang panjang dan sangat lama untuk menjadi seorang Kompasianer yang mampu menghadirkan opini yang membangun dan dapat diterima oleh segala lapisan terkhusus pembaca dan sesama Kompasianer.


  • Mencatat ide dan inspirasi agar tidak hilang dan ingatan

Jujurly, saat ini dalam buku catatan maupun aplikasi note di handphone penulis terdapat banyak ide, topik, tema dalam bentuk judul tulisan yang akan direncanakan untuk diangkat sebagai sebuah tulisan.

Sedari dulu sejak awal kami memang mengamalkan cara ini agar ide tulisan yang terlintas dalam pikiran dan interaksi sosial menjadi tidak lupa begitu saja.

Karena terkadang seringkali kami memperoleh ide dengan cara yang tidak disangka-sangka atau datang begitu saja dari segala arah.

Bahkan saat berkendara di jalan raya sekalipun kami terkadang mendapati ada sebuah ide yang terlintas dalam pikiran. Sehingga setelah itu langsung kami catat dulu di dalam catatan pribadi untuk dijadikan kerangka tulisan setelahnya.


  • Menulis itu esensi bukan sensasi

Sebagaimana tagline Kompasiana dimasa-masa awal dulu dengan mengabarkan kepada para Kompasianer bahwa tulisan yang disebarkan di Kompasiana ini harus memiliki esensi atau nilai. Bukan sekedar sensasi yang tak memiliki arti-nihil inspirasi.

Hal pertama yang harus dibenamkan dalam alam bawah sadar kita bahwa tujuan kita menulis adalah untuk menyebarkan inspirasi yang membawa kebermanfaatan bagi sesama.

Menulislah sesuai kapasitas diri sehingga apa yang akan kita sampaikan mengalir dengan penuh keyakinan bahwa tulisan itu memiliki nilai dan pesan kebaikan.

Bahkan predikat tulisan kita akan dilabeli sebagai headline atau Artikel Utama pun bisa kita dapatkan jika tulisan itu "berisi" dan mengadung arti.

Ketika kita telah menghadirkan karya tulisan yang berasal dari hasil pemikiran secara waras dan penuh kesadaran maka secara langsung kita akan merasakan sensasi kenikmatan lain yang begitu bersahaja.

Pasti para Kompasianer disini pernah mendapati bahwa tulisannya mungkin dijadikan referensi dalam daftar pustaka seorang mahasiswa, para praktisi atau seorang ahli di bidang tertentu.

Hal semacam itulah yang menjadi sensasi tersendiri dari aktifitas menulis di Kompasiana ini. Sensasi yang berbeda.

******

Mari terus semangati diri ini untuk terus menulis. Jangan sampai sebuah asa hilang begitu saja.

Menulislah selagi usia masih dikandung badan. Sebagai bentuk eksistensi dan aktualisasi diri menjadi pribadi yang lebih berarti.

Baca juga: Tujuan Menulis sebagai Refleksi, Eksistensi dan Aktualisasi Diri

Selamat terlahir kembali, Kompasianer.

(Akbar Pitopang, 24 Mei 2022)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun