Perjalanannya dari seorang kuli bangunan hingga menjadi gubernur adalah bukti nyata bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih mimpi. "Nothing is impossible," tegasnya, mengutip Sang Legenda Tinju Dunia, Muhammad Ali.
BEBERAPA hari kemarin selama selama tiga hari berturut-turut aku mengikuti kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru atau PKKMB 2025. Kegiatan yang cukup menarik sebagai bekal aku memulai perkuliahan sebagai mahasiswa baru tahun ajaran 2025.
Melalui pembekalan ini, aku sebagai mahasiswa baru Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) dibimbing untuk mempersiapkan diri secara matang menghadapi dunia perkuliahan, menumbuhkan karakter unggul, hingga diharapkan mampu berkontribusi positif dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Aku juga diberikan arahan akan pentingya menekankan kesehatan mental, pengembangan potensi diri, dan pemanfaatan layanan konseling sebagai bekal untuk beradaptasi, berprestasi, dan berkarakter positif di lingkungan kampus.
Dihari terakhir kemarin Rabu, 13 Agustus 2025 aku diberikan beragam wawasan tentang unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang memberikan banyak peluang bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri di luar ruang kelas.
Sayangnya, selama tiga hari kemarin itu semuanya dilakukan secara daring melalui saluran youtube kampus. Alhasil, aku tak punya kesempatan untuk berinteraksi secara langsung. Berbeda dengan anak mahasiswa yang menghadiri PKKMB secara offline yang bisa berbincang dan berdiskusi langsung dengan para nara sumber. Di moment tiga hari itu dari pagi hingga sore aku lebih banyak menyimak, menyimak, dan menyimak pemaparan materi pembekalan dari para nara sumber mulai dari rektorat, para dosen, staf akademik, hingga panitia PKKMB.
Nah, yang menarik bagiku adalah ketika ada salah seorang nara sumber yang merupakan alumnus kampus Untirta yang lebih banyak berbagi pengalaman hidup. Di dalam penyampaian orasinya selama sekira kurang lebih 24 menit, ia tak sungkan menceritakan alur kehidupannya sejak lulus sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) hingga akhirnya menjadi orang nomor satu.
Bukan orang nomor satu di kabupaten atau kota yang karib dipanggil Bupati atau Walikota. Bukan juga orang nomor satu di Republik ini. Melainkan orang nomor satu di level provinsi. Siapa dia? Ia adalah Andra Soni, Â yang baru menjabat sebagai Gubernur Banten sekira enam bulan lalu.
Dari cerita singkatnya itu, aku menyaksikan banyak anak mahasiswa baru yang antusias mendengar kisah haru sekaligus heroik dari Sang Gubernur. Meski di kehidupan awalnya kurang beruntung, Andra Soni akhir menapaki tangga sebagai orang nomor satu di "Tanah Jawara" Provinsi Banten.
Aku sih hanya menyimak saat Sang Gubernur menyampaikan kisahnya. Yang menarik bagiku adalah salah satu kalimat penting dalam orasinya yang disebutnya - seingatku lebih dari sekali yakni "Tidak ada yang tidak mungkin".
Dari orasinya itu aku mulai faham bahwa "Tidak ada yang tidak mungkin" itu bisa berlaku bagi Sang Gubernur, namun dari ceritanya, belum tentu bisa mengenai siapa saja. Bergantung ikhtiar yang kuat tanpa mengenal lelah dan tentu ada faktor keberuntungan juga dalam hidup ini. Itulah yang aku tangkap dari orasinya.
Sebelum membahas lebih jauh, alangkah baiknya aku memberikan rangkuman dari orasi Sang Gubernur saat memberikan pembekalan di hari pertama PKKMB Untirta 11 Agustus 2025.
Setelah itu baru masuk pada ulasan mengapa "Tidak ada yang tidak mungkin" bagi Andra Soni yang bisa jadi cerita inspiratif penyemangat bagi siapa saja yang merasa tidak beruntung hari ini, agar terus berikhtiar tanpa henti hingga kesuksesan itu akhirnya datang dengan segala lika-likunya.
Tidak Ada yang Tidak Mungkin bagi Andra Soni
Di hadapan ribuan mahasiswa baru Untirta, Gubernur Banten, Andra Soni, berdiri dengan penuh semangat. Wajahnya menyiratkan kebanggaan sekaligus kerendahan hati saat menyambut para generasi muda yang akan mengisi masa depan bangsa.
Dalam sambutan orasinya, ia tak sekadar memberikan ucapan selamat datang kepada seluruh mahasiswa baru yang diterima di Untirta sebanyak 9.000 pada tahun ajaran 2025/2026, tetapi juga membagikan kisah hidupnya yang penuh inspiratif, sebuah perjalanan panjang dari keterbatasan hingga menapaki karier di dunia pemerintahan sebagai seorang gubernur.
Andra Soni mengawali ceritanya dari masa remajanya yang kurang lebih masih identik dengan yang dialami mahasiswa sekarang. Bedanya, setelah lulus SLTA pada tahun 1995, ia tak langsung melanjutkan kuliah. Keterbatasan ekonomi keluarga membuatnya harus menunda mimpinya untuk langsung kuliah. Ia bahkan harus rela bekerja sebagai kuli bangunan selama enam bulan, menerima upah harian sebesar Rp10.000. Uang itu kemudian ia kumpulkan sedikit demi sedikit hingga pada tahun 1996 ia mampu mendaftar kuliah Diploma 3 di bidang ekonomi.
Pilihan jurusan ini pun diambil bukan karena minat semata, tetapi demi peluang kerja yang lebih cepat, meski di hati kecilnya waktu itu ia memendam cita-citaenjadi pengacara atau wartawan.
Perjalanan kuliahnya pun diakui tak berjalan mulus. Krisis moneter yang melanda Indonesia pada akhir 1990-an memaksanya mengambil cuti karena tak mampu membayar biaya kuliah.
Ia kemudian bekerja sebagai messenger, mengantar surat dan paket kecil keliling Jakarta dengan sepeda motor. Sambil bekerja, ia melanjutkan kuliah, meski harus sering bolak-balik mengulang mata kuliah akibat jadwal kerja yang padat. Alhasil, ia sampai membutuhkan waktu lima tahun untuk menyelesaikan program Diploma 3.
Meski perjuangan itu berat, momen wisuda dan menyandang gelar Sarjana Muda menjadi kebanggaan besar bagi keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Ia mengenang saat-saat dirinya menjadi orang pertama di kampungnya yang berhasil mengenakan toga, dan hal itu menjadi motivasi bagi kerabat dan tetangganya untuk menggapai pendidikan yang lebih tinggi.
Dari situlah kariernya terus menanjak. Dari seorang messenger, ia memberanikan diri melamar posisi sales di perusahaan yang sama. Berkat kerja keras dan kemampuannya beradaptasi, ia menjadi sales terbaik, lalu diangkat menjadi kepala cabang, hingga akhirnya meraih posisi marketing manager.
Namun, ketika kebijakan perusahaan berubah, ia memilih keluar dan memulai usaha sendiri. Usahanya pun terus berkembang, hingga memberinya kesempatan untuk berinteraksi lebih dekat dengan masyarakat dan mengantarkannya masuk ke dunia politik.
Langkah politiknya pun tak kalah cemerlang yang dimulai dari menjadi anggota DPRD Banten, lalu Ketua Partai Gerindra di Banten, hingga menjabat sebagai Ketua DPRD Provinsi Banten.
Meski jabatan terus meningkat, ia menyadari pentingnya pendidikan. Motivasi ini muncul karena sebagian besar koleganya bergelar sarjana, sementara ia "hanya" lulusan Diploma 3. Ia pun melanjutkan studi S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Banten.
Pengalaman unik terjadi saat pertama kali masuk kuliah pun diceritakannya. Kala itu, diusianya yang jauh lebih senior membuat teman-teman kuliah seangkatannya sempat mengira ia adalah seorang dosen, sebuah anggapan yang sempat membuatnya sedikit tersentuh.
Beruntungnya Andra Soni. Saat ia mulai kuliah terjadi Pandemi COVID-19 yang kemudian mengubah sistem belajar menjadi daring, yang justru memudahkannya menyelesaikan kuliah sambil tetap bekerja.Tak berhenti di situ, Ia melanjutkan pendidikan S2 di Untirta, mengambil jurusan Administrasi Pemerintahan.
Namun tak lama berselang Pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir, sehingga perubahan sistem kuliah tatap muka di semester akhir sempat membuatnya panik. Lagi-lagi, beruntungnya Andra Soni. Dukungan para dosen membantunya menyelesaikan studi pascasarjana dengan baik. Bahkan sebelum menjabat sebagai Gubernur Banten, ia sudah merencanakan untuk melanjutkan pendidikan S3, yang kini sedang ia jalani di Untirta di mana dirinya sekarang sedang berorasi.
Untuk memotivasi para mahasiswa baru ia pun tak pelit berbagi kisah suksesnya. Bagi Andra Soni, kunci sukses hidup ada pada banyak hal antara lain memperluas jaringan pertemanan dan menjaga integritas. Lain itu, Ia percaya, doa orang tua adalah kekuatan yang tak ternilai. "Jangan jadikan harapan orang tua sebagai beban, tapi sebagai motivasi," ujarnya dihadapan ribuan mahasiswa baru yang menyimak orasinya baik secara offline maupun daring melalui kanal youtube Untirta Official.
Ia menutup kisah perjalanan hidupnya dengan pesan penuh optimisme. Menurutnya, tidak ada yang mustahil jika dikerjakan dengan niat baik dan usaha yang sungguh-sungguh. Perjalanannya dari seorang kuli bangunan hingga menjadi gubernur adalah bukti nyata bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih mimpi. "Nothing is impossible," tegasnya, mengutip Sang Legenda Tinju Dunia, Muhammad Ali. Kisah lengkapnya bisa diakses disini.
Oh, ya, dalam menceritakan perjalanan hidupnya, Andra Soni memang beberapa kali menegaskan kalimat bahwa "tidak ada yang tidak mungkin" jika seseorang mau berusaha, berdoa, dan konsisten pada tujuan. Ungkapan ini rupanya bukan sekadar slogan, melainkan refleksi nyata dari proses hidup yang dijalaninya selama ini.
Kisah Andra Soni kayaknya bisa jadi contoh konkret, bagaimana ia memulai dari titik hidup yang serba kekurangan, lalu ia menggunakan setiap kesempatan untuk belajar dan membangun relasi, kemudian ia menjaga reputasi dan integritasnya tersebut, sehingga kepercayaan publik tumbuh dan mengukuhkannya menjadi orang nomor satu di Pemerintahan Provinsi Banten.
Jadi, pengalaman hidup seorang Andra Soni membuktikan bahwa "Nothing is impossible" bukan hanya retorika belaka, tetapi bisa jadi sebuah prinsip hidup yang dapat dibuktikan secara empiris.
Terlepas dari apa yang dikisahkan Sang Gubernur, ungkapan "Tidak ada yang tidak mungkin" bukan berarti semua akan terjadi tanpa usaha.
Sebaliknya, ini adalah ajakan untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin, karena saat kesempatan datang, hanya mereka yang siap yang mampu mengubahnya menjadi kenyataan.
Dari cerita Andra Soni yang disampaikan dihadapan ribuan mahasiswa tersebut, faktanya memang banyak ditemukan dalam kehidupan nyata. Artinya sebetulnya banyak contoh seperti apa yang diorasikan Sang Gubernur terjadi disekliling kita, Misalnya seorang tokoh wanita, Susi Pudjiastuti. Ia walaupun sempat drop out (DO) semasa SMA tapi bisa jadi pengusaha sukses, bahkan pernah jadi menteri. Susi Pudjiastuti menyampaikan pesan inspiratifnya bahwa, pendidikan formal bukan satu-satunya jalan hidup sukses. Sosok ini juga membuktikan dengan keberanian dan kerja keras bisa membawa kesuksesan luar biasa. Dan masih banyak cerita-cerita inspiratif lain di sekeliling kita.
Lantas modal hidup apa yang dipunyai Andra Soni hingga begitu yakin akan prinsip hidup "Tidak Ada yang Tidak Mungkin" atau dalam kalimat positifnya "semuanya mungkin" terjadi di dunia ini, hingga memngantarkannya menjadi seperti sekarang ini?
Dari kisah inspiratif yang ia ungkapkan dalam acara PKKMB dan mungkin pada beberapa momen sebelumnya ia juga pernah mengungkapkan hal serupa yang dapat diketahui melalui jejak digital, setidaknya aku menangkap beberapa modal hidup yang dipunyai seorang Andra Soni dengan karakteristik yang menginspirasi, setidaknya ada tiga poin antara lain:
1. Daya Juang dan Ketangguhannya
Bayangkan, Andra Soni menempuh D3 nya selama lima tahun, kemudian melanjutkan pendidikan S1 di usia yang jauh di atas rata-rata mahasiswa, bahkan berani mengambil S2 dan S3 sambil memegang jabatan tinggi. Itu adalah wujud bahwa ia memiliki daya juang yang tinggi sebagai modal untuk mendaki puncak sukses yang dipenuhi jalan berliku.
Lain itu Andra Soni Muda sudah terlatih mengalami beragam keterbatasan hidup keluarganya, seperti gagal kuliah tepat waktu, krisis ekonomi, harus bekerja kasar, hingga terpaksa cuti kuliah. Namun ia mampu bangkit dan melanjutkan studi di tengah kesibukannya. ketangguhan seperti inilah yang membuat Andra Soni mampu beradaptasi dalam situasi sulit apapun.
2. Kecerdasan dan Relasinya
Dari ceritanya yang aku simak ternyata Andra Soni adalah seorang yang amat cerdas. Terutama mumpuni dalam soal kecerdasan beradaptasi. Ia sukses melakukan adaptasi dari sistem kuliah tatap muka ke daring saat pandemi, memanfaatkan relasi untuk mendukung studi, termasuk kecerdasannya mengambil keputusan dengan mengubah strategi karier saat perusahaan tempatnya bekerja berubah kebijakan.
Lain itu, Andra Soni juga memiliki modal sosial sebagai sumber daya yang diperoleh dari jaringan relasi yang kuat. Ia secara sadar membangun dan memelihara hubungan baik, dari teman kuliah hingga kolega kerja, yang membantunya membuka peluang baru hingga  dengan modal sosial yang dimiliki mampu mempercepat pencapaian yang diraihnya kini.
3. Kekuatan Keyakinannya
Sepertinya, dalam diri Andra Soni memiliki keyakinan bahwa kemampuan itu dapat dikembangkan melalui dedikasi dan kerja keras. Oleh karenanya, dengan keyakinannya itu, ia bertekad terus belajar meski sudah sukses di politik. Ia melihat pendidikan sebagai proses berkelanjutan, bukan hanya syarat formal, melainkan sarana meningkatkan kapasitas diri.
Lain itu, Andra Soni percaya akan do'a orang tua dan petuah para gurunya sebagai kekuatan yang tak ternilai. Sehingga dengan itu dirinya menjadi lebih termotivasi dalam setiap pencapaian tujuan. "Jangan jadikan harapan orang tua sebagai beban, tapi sebagai motivasi," begitu ia mengungkapkannya.
Alhasil, dengan bekal kombinasi modal kesemuanya, membuatnya seperti hari ini, dimana Andra Soni dengan perjalanan panjang hidupnya yang begitu rumit mampu menembus batas-batas keterbatasan awal dan mencapai posisi strategis di pemerintahan secara elegan.
Akhir kalimat, kalau boleh aku mengutip pernyataan pakar yang tak asing kala menyebut, "Pemimpin yang lahir dari perjalanan panjang akan memiliki daya tahan, fleksibilitas, dan empati yang lebih tinggi dibanding mereka yang hanya melewati jalur mulus". Itulah Kisah Inspiratif dari Sang Gubenur di Tanah Jawara, Andra Soni. (Akbar)*
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI