Ia adalah petani Hebron yang bisa panen zaitun tanpa digusur. Ia adalah ibu di Yerusalem Timur yang bisa melahirkan anaknya tanpa harus melewati pos pemeriksaan tentara.
Sejarah penuh ironi, tetapi juga penuh harapan. Afrika Selatan bebas, Timor Leste merdeka, Vietnam bangkit. Semua dulu dianggap mustahil, kini menjadi kenyataan. Palestina pun bisa.
Di antara puing dan darah, masih tumbuh harapan yang kokoh militan. Itu keyakinan bahwa suatu hari Palestina bukan sekadar isu geopolitik, melainkan rumah nyata bagi rakyatnya.
Di situlah esensi kemerdekaan berdiri---bukan hadiah dari luar, tapi hasil keberanian bangsa mengklaim masa depannya sendiri.
Filosofi akhirnya: Negara lahir bukan hanya dari hukum internasional, tetapi dari militansi  kolektif sebuah bangsa mengubah penderitaan menjadi harapan.***
Jakarta, 26 September 2025
Referensi
1.Ramzy Baroud -- The Last Earth: A Palestinian Story (2018)
2.Rashid Khalidi -- The Hundred Years' War on Palestine (2020)
3. Maa de la Baume -- Palestine as a state -- what would that actually look like? Euronews (24 September 2025). Link
-000-