Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Entrepreneur

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik kepada lingkungan alam dan lingkungan sosial dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pandji "The Undecided Voter" Pragiwaksono dan Cognitive Dissonance

13 Februari 2019   13:29 Diperbarui: 13 Februari 2019   14:39 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Selain memberikan contoh, metode perbandingan adalah metode berpikir yang telah ada sejak manusia ada, karena dari sononya mekanisme kerja otak dalam hal belajar memang demikian jika ditelaah berdasarkan Neurologi.

Kedua.

Pandji Pragiwaksono dulunya adalah seorang pendukung berat dan sekaligus menjadi "opinion leader" atau "buzzer"-nya Jokowi pada Pilpres 2014. Sosok yang memiliki pengaruh yang signifikan, terlepas dari apakah beliau dibayar atau tidak untuk itu.

Baiklah kita asumsikan bahwa ia adalah pendukung murni tanpa bayaran.

Yang jadi pertanyaan, mengapa menjelang semakin dekatnya Pilpres 2019 ia jadi berubah? Dari seorang pendukung menjadi seseorang yang belum punya pilihan, "undecided voter", "swing voter" atau apapun istilahnya, yang sama saja dengan mengatakan bahwa Pandji tidak lagi atau setidak-tidaknya jadi ragu mendukung Jokowi jadi presiden lagi.

Secara logika, satu-satunya alasan beliau berubah dikarenakan oleh kekecewaannya kepada petahana, tidak terwujudnya berbagai keinginan atau harapan-harapan yang dulu diamanahkannya kepada Jokowi. Cak sebutkan alasan lain klo memang ada. Sangat sulit, bukan?

Ketiga.

Apa yang terjadi dengan kondisi kejiwaan Pandji dan para swing voter atau undecided voter? Cognitive Dissonance!

Istilah psikologis ini pertama kali disebutkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Kondisi kejiwaan dimana seseorang sedang kebingungan. Apa yang dipikirkan dan dirasakannya tidak sinkron atau tidak konsisten dengan ucapan atau perbuatannya sendiri. Hal yang membuat penderitanya jadi gegana, galau gelisah merana.

Nah, untuk kasus Pandji dkk, mereka kecewa dan jadi ragu untuk mendukung Jokowi lagi, sementara di sisi lain mereka enggan memilih Prabowo yang kemungkinan besar dikarenakan benaknya telah penuh tercekoki oleh berbagai tudingan negatif dan fitnah terkait beliau.

Pandji dalam videonya mengaku objektif, berada di tengah-tengah, namun pemaparannya mengesankan bahwa ia condong memilih Jokowi lagi karena lawannya gak jelas programnya, dengan pemaparan argumentasi yang rapuh. Jika disimak dari sisi lain, ia mungkin saja akan memilih Prabowo yang terbaca dari keinginannya (yang rancu) supaya Prabowo dan timnya membuktikan programnya terlebih dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun