Mohon tunggu...
ajril sabillah
ajril sabillah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan Mengejar Impian

25 Juni 2025   08:40 Diperbarui: 25 Juni 2025   08:40 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Lompat Tebing (Sumber Foto: Merdeka.com)

Ia keluar dari warnet dengan air mata mengalir tanpa suara. Di jalan pulang, ia berlari seperti anak kecil, menerobos angin dan semak-semak, menuju rumahnya. Saat sampai, ia memeluk ibunya erat-erat.

"Kita bisa sekolah, Bu. Kita bisa!"

Malam itu, rumah mereka yang biasanya sunyi menjadi hangat oleh suara harapan. Meski tak ada pesta, tak ada kue, dan hanya ada nasi putih dengan tempe goreng, malam itu adalah malam paling mewah dalam hidup mereka.

Di tahun pertama kuliah, Dika sempat tersesat. Kota terlalu ramai, terlalu asing. Tapi seperti biasa, ia tetap berjalan. Ia belajar dari siapa pun---dosen, penjaga kos, bahkan tukang koran di pinggir jalan. Ia menulis dan terus menulis. Puisinya pernah dibacakan di acara kampus. Cerpennya dimuat di media daring. Semua itu ia lakukan sambil bekerja paruh waktu sebagai penjaga toko buku.

Empat tahun kemudian, ia lulus dengan predikat cumlaude.

Saat nama "Dika Setiawan" dipanggil di upacara wisuda, auditorium penuh tepuk tangan. Di antara para hadirin, seorang ibu berkain batik lusuh berdiri paling depan, menahan tangis bahagia. Ia bukan ibu pejabat, bukan pengusaha. Ia hanya ibu penjual pisang goreng yang tak pernah berhenti berdoa.

Kini, Dika kembali ke kampung halamannya. Ia bukan lagi siswa yang berjalan kaki melewati sawah, tetapi seorang guru yang berdiri di depan kelas, mengajarkan anak-anak menulis puisi dan merangkai impian. Ia mengubah ruang kosong menjadi perpustakaan kecil. Ia mengajak murid-muridnya menulis cerita tentang hidup mereka, tentang sawah, tentang mimpi.

Dan setiap kali ia melihat salah satu muridnya menatap papan tulis dengan mata berbinar, Dika tahu: langkah-langkah kaki yang dulu terasa berat, telah sampai pada tujuan. Mimpi itu nyata, dan ia ingin menjadi bukti hidup bahwa siapa pun yang terus melangkah, meski pelan, meski jatuh bangun, suatu hari akan sampai.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun