Mohon tunggu...
Aji Sutrisno
Aji Sutrisno Mohon Tunggu... -

"Menulis seperti belajar menjadi Tuhan; menghidupkan yang mati, memberi makna yang hidup" -Aji Sutrisno-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teman yang Tak Terlihat

2 Mei 2014   03:18 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:57 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saya dianggap gila oleh tetangga, teman sebaya, bahkan keluarga saya sendiri. Saya tidak tahu menahu apa yang membuat mereka men-judge saya seperti itu sedangkan pada diri saya, baik-baik saja. Hal asing yang saya rasakan pada malam yang mencekam. Saya disapa seorang wanita cantik, berbaju putih, berambut lurus-panjang, berdiri di samping almari kamar; membelakangi saya. Mata yang belum sepenuhnya celik, sadar yang masih mengawang, membuat saya tak lekas sadar tuk menyapanya. Awalnya saya menganggap wanita itu kakak saya, karena esok harinya adalah hari ulang tahun saya, tetapi sekali lagi saya amati ternyata bukan. Mengetahui wanita itu bukan kakak atau ibu, dengan rasa agak takut saya memanggilnya, "Hey, kamu siapa?!" Namun dia diam saja. Sekali lagi saya amati dari bawah ke atas, saya kembali terperanjat, oh Tuhan, ternyata kakinya tak menginjak tanah.

"Dag dig dug"

Detak jatung memukul keras.

Saya belum berani menyebutnya hantu, karena seumur-umur saya tak pernah bisa melihat makhluk astral. Dua kali saya panggil, "Kamu siapa, sih!" Saya sedikit menggertak. Perlahan wanita itu membalikkan badannya. "Astagfirullah" matanya berurai airmata, deras mengucur. Saya dekati. Dia malah merengek.

"Kamu kenapa?" tanya saya pelan.

Belum juga dia menjawab. Ibu, Bapak, kakak saya entah mengapa bangun dan langsung menghampiri saya. Mereka ternyata kaget dengan omongan saya. Disangka ngigo.

"Zam... istighfar...istighfar. Ada apa?" Mereka menyuruh saya untuk "nyebut".

"Oh, tidak ada apa-apa kok." Saya memilih menyembunyikan kejadian tadi, sebab saya belum yakin hal itu patut untuk saya ceritakan.

"Ya, sudah, tidak lagi sana!" pinta ibu. Sedang bapak dan kakak sudah lebih dulu kembali ke kamarnya masing-masing.

Saya lanjutkan tidur. Mimpi indah yang terpotong hendak saya sambung. Ah, belum juga memejamkan mata, wanita itu datang lagi.

"Tolong aku, aku kesepian, tak punya teman." penuh sauk dia menuturkan kesahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun