Mohon tunggu...
Ahmad Jauhari
Ahmad Jauhari Mohon Tunggu... profesional -

MENULIS SEBAGAI TINDAKAN MENDENGAR.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ikhlas

28 Januari 2015   22:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:12 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

IKHLAS*

Ahmad Jauhari

Sebagai langkah awal menyisir makna ikhlas, saya berangkat dari makna kata. Ungkapan ikhlas dari kata Arab (kh-la-sho), punya arti “murni, tidak tercampur, dan memisahkan”. Dari tiga kata tersebut, yakni 'murni', 'tidak tercampur' dan 'memisahkan' tampaknya menarik untuk ditelisik, sebagai bahan menyelami kata ikhlas.

Pertama, ungkapan murni mengandung makna ada kenyataan yang mesti dinafikan, sehingga suatu hal bisa menemui derajat murni. Dalam realitas tindakan tidak ada yang disebut ambigu. Kenyataan disebut ambigu, itu pada ruang pertimbangan. Nah, jiwa manusia, sekurang-kurangnya 'ditunggangi' oleh dua hal, atau bisa lebih, oleh hal-hal, yang darinya manusia menimbang. Bila manusia sedang menimbang, setelahnya ada pekerjaan yang lebih lanjut, menuntutnya untuk melangkah lebih jauh. Nah, langkah itulah yang disebut mengambil keputusan. Artinya, memutuskan, berarti melakukan 'pemurniaan' atau melakukan tindakan 'memisahkan' atas fakta yang ditimbang sebagai 'yang murni' dan ‘yang tidak murni’ dalam mengambil keputusan. Karenanya, sikap ikhlas adalah 'menyingkirkan' realitas yang, setelah ditimbang oleh kemampuan akal sehat, bahwa ada yang murni dengan yang tidak murni, ada yang palsu ada yang asli, ada yang usang ada yang awet.

Kedua, ungkapan 'tidak tercampur'. Ikhlas juga bermakna upaya untuk tidak mencampurkan hal yang palsu dan hal yang murni. Artinya, bila pertimbangan pikiran memilih yang palsu dengan mengalahkan yang murni, maka kejadian setelahnya, manusia akan mengalami penurunan martabatnya sebagai manusia. Martabat dalam arti ketertiban dan urut-urutan bahwa manusia sebagai sosok yang mempunyai akal sehat, sedang turun tingkat kesadarannya, oleh sebab terpeleset akibat kekeliruannya mencampurkan atas apa yang oleh akal sehat telah dipilah sebagai yang palsu dan yang murni, namun ia tergoda oleh kehendak yang lebih rendah derajatnya. Disebut lebih rendah derajatnya, sebab pilihan itu punya kandungan makna yang cepat usang, dangkal, banal, dan palsu.

Ikhlas juga bermakna tidak tercampurnya pilihan sikap atas kenyataan yang palsu. Kenyataan yang mudah usang sekaligus mudah dilibas waktu. Ikhlas adalah tindakan 'mengawetkan' menuju yang lebih segar, lebih luas, lebih mengairahkan akal sehat untuk menyelami hidup yang penuh kesegaran-kesegaran dalam menjalani. Dan, kesegaran pemaknaan itu bisa ditempuh dengan terus-menerus tidak mencampurkan hal yang bersifat padat dan memilih hal yang bersifat cair. Itulah mengapa, bila orang masih melihat kenyataan pada ruang yang bersifat padat, ia akan selalu menemukan ‘perbedaan’ dengan orang lain, yang mendorong untuk berselisih pendapat. Namun, bila orang mau melampauinya, ia akan memjumpai kegairahan saat berjumpa dengan orang lain, sebab darinya ia akan menemukan ‘kesamaan’ dengan orang lain. ‘Kesamaan’ dalam arti sama-sama mahluk yang rindu untuk mencecap kesegaran makna di dalam menjalani kehidupan. Sehingga, memang orang yang terus setia kepada sikap ikhlas, akan selalu muda, bahagia dan bergairah dalam hidupnya, sebab akalnya dipenuhi oleh kesegaran-kesegaran makna yang terus-menerus mengucur dari maksimalisasi akal sehatnya.

Ketiga, kata 'memisahkan'. Dalam ungkapan 'memisahkan' mengandung makna ada dua kenyataan. Nah, realitas yang sesungguhnya adalah 'tunggal' artinya tindakan itu tunggal, meskipun dalam proses menimbang itu mengandung dua kenyataan bahkan lebih. Namun, 'memisahkan' juga bermakna peneguhan atas sikap untuk melampaui untuk memilah dan memilih yang lebih berjangka panjang dan kemungkinan tak lekang oleh zaman.

Nah, saya mencoba masuk kepada uraian tentang Ikhlas dengan contoh. Meskipun contoh tak akan bisa dengan persis mewakili pengertian. Sekurang-kurangnya, membantu untuk penyegaran lebih lanjut.

Ibn Athoillah punya telaah terhadap istilah tersebut. Bahwa roh atau inti sari dari tindakan adalah ikhlas. Ibarat manusia, bila tindakan tanpa ikhlas, serupa tubuh tanpa jiwa. Maka, Ibn Athoillah punya ungkapan, "kuburlah wujudmu dalam bumi penyamaran, sebab apa saja yang ditanam tanpa di pendam, tak akan tumbuh dengan sempurna".Dengan kata lain, salah satu cara supaya bisa ikhlas adalah dengan memendam wujud. artinya, tindakan terus dilakukan, tapi pengakuan atas tindakan dikembalikan kepada asal-usul manusia (sangkan paran).

Hanya, memendam wujud diri merupakan proses latihan, supaya wujud diri, dalam bertindak, sudah tidak lagi menjadi pertimbangan utama.

Artinya, Ikhlas adalah mengolah diri bahwa kesadaran tentang diri dalam bertindak bukan lagi menjadi pertimbangan utama, melainkan 'melemparkan' diri kepada yang pertama-tama memasukkan kesadaran tentang diri.

Dengan ungkapan lain, ikhlas merupakan upaya 'mengosongkan diri', dan 'membuang diri'. Dan, penghalang utama menuju ikhlas justru 'kesadaran yang berpusat kepada diri'.

Maka, titik awal sejak bertindak dalam ikhlas adalah 'meninggalkan' kepentingan diri, untuk meloncat kepada 'kepentingan yang Lain' (NYA). Prinsipnya, ikhlas adalah tindakan batin dalam upaya 'melawan' dan melampaui 'bujukan' akan pengutamaan diri di atas yang lain. Artinya, yang ditinggal bukan tindakannya, melainkan penisbahan tindakan kepada pengakuan diri.

Maka, dalam konsep lain, langkah untuk dapat menempuh perjalanan ikhlas adalah konsep HIJRAH (meninggalkan, atau memutuskan). Artinya, meninggalkan tempat ruang kepentingan diri menuju ruang lain yang luas, melampaui diri.

Maka, penghambat jalan menuju ikhlas adalah mendua dalam bersikap. Mendua dalam istilah konsep teologi Islam disebut musyirik (Arab: sya-ri-ka: menyekutukan; menduakan).

Maka, orang yang sungguh menyelami kesadaran tentang ikhlas, ia akan senantiasa tidak pernah punya beban dalam melangkah. Sebab, yang memberatkan orang dalam bertindak/melangkah dalam hidup, karena ditutupi oleh setiap tindakan dinisbahkan atau dialamatkan kepada diri, sehingga langkah itu terhalang, terhambat, dan tertutupi, dan jatuh cinta dengan diri sendiri.Pada titik inilah, segala problem hidup menyebar, dan bertumbuh-kembang menjadi penyakit-penyakit jiwa yang kompleks.

Kalau ditelusuri lebih jauh, sebetulnya akal sehat bisa menerima konsep ikhlas. Pertama, bahwa manusia hidup ini adalah diadakan/diwujudkan, maka kalau 'di' berarti segala hal bukan dari dirinya, melainkan manusia diberi tugas pada ruang ikhtiar (Arab: kho-ya-ra: menentukan pilihan). Artinya, apa yang dipilih sudah disediakan, tinggal menentukan pilihan. Kalau ditelusuri lebih lanjut, di dalam menentukan pilihan pun manusia, hakikatnya tidak pernah bisa mengetahui yang betul-betul 'murni' atau yang 'asli'. Itulah mengapa dalam Hadist Qudsi,yang maknanya dari Allah, Tuhan berkata,"al-Ikhlasu sirri waddoktuhu fi qolbin man akhbab tani" (Ikhlas itu rahasia-KU, AKU meletakkannya kepada hamba-hamba yang AKU cintai). Nah, makna yang muncul adalah siapa yang tahu, bahwa ia dicintai-Nya? sekali lagi hanya IA yang tahu hakikatnya.

Lantas, apa tanda kalau kita dalam bertindak masuk dalam 'kategori' ikhlas. Kalau diambil contoh suasana ikhlas itu serupa kalau kita tidur tapi tidak bermimpi. Pertanyaannya, apa yang dirasakan bila kita tidur, tapi tidak bermimpi? Dalam suasana tersebut tidak ada apa-apa, sebab dalam kondisi tersebut hilanglah kesadaran tentang apa itu diri. Titik yang disebut: aku, diri, saya, lenyap, tapi orang yang tidur tersebut tetap ada, namun kesadarn tentang diri sudah tidak ada.

Kenyataan semacam ini, bila diasosiasikan dengan tindakan ikhlas adalah, orang tersebut terus bertindak, tapi kesadaran tentang dirinya yang bertindak sudah lenyap, dan tidak menjadi pertimbangan utama pada penisbatan tindakan kepada kesadaran diri, sebab konsep diri dalam kesadarannya sudah lenyap, dan ia meloncat dan berfokus kepada tindakannya itu sendiri.

Dengan langkah lain, jalan dalam ikhlas adalah tidak lagi bahwa dalam bertindak, ia membuang pertimbangan tentang perhatian dari orang lain. Logikanya, kalau aku bertindak masih menimbang demi orang lain, maka aku masih memandang penting kesadaran tentang aku, sehingga aku perlu menimbang demi orang lain.

Nah, dari sini nampak bahwa, memang sikap ikhlas merupakan perilaku batin, perilaku pola pikir, yang justru darinyalah, kualitas tindakan ditentukan. Problem penghadang sikap untuk ikhlas adalah jatuh cinta dengan kepentingan sendiri. Dan, repotnya, sikap ikhlas tidak tampak pada perilaku lahir. Inilah disebutkan diatas bahwa sikap dari hakikat ikhlas adalah dirahasiakan Tuhan.

Lantas, apa makna bahwa ikhlas itu justru dirahasiakan oleh Tuhan? Makna pertama, justru dengan diklaim bahwa hanya DIA yang tahu hakikat ikhlas, manusia justru ditantang untuk terus berproses menguaknya lebih mendalam. Kedua, dengan dirahasiakan, maka antar sesama manusia tidak punya ruang untuk saling menghakimi, sebab manusia hanya pada ruang mempelajari sesuatu, bukan dalam ruang membenarkan hal yang dipelajari.

Maka, prinsip dasar dari Ikhlas ialah upaya manusia untuk terus-menerus ‘membunuh dirinya’. Dalam pengertian, ‘menghancurkan diri’nya supaya bisa melangkah dalam hidup menuju keluasan dan cakrawala yang tiada batas. Nah, bila ikhlas dimaknai semacam ini, maka orang akan bergairah menelusuri fitrah-nya (Arab: fa-tho-ra): keterpecahan dan kelembutan. Fitrah itu dimaknai ‘keterpecahan’ dalam pengertian bahwa diri manusia itu punya kecenderungan menghendaki pada kenyataan yang tak terbatas. Dan, bila ia menghendaki ‘yang tak terbatas’ ia mesti melampaui ‘kesadaran tentang diri-nya’.

Sebagai penutup, ikhlas bukanlah sikap yang tetap, melainkan refleksi yang terus-menerus, sebab darinya manusia akan menemukan makna baru. Istilah makna (Arab: ‘a-na-ya: kesegaran’) baru di dalam menatap realitas. Itulah inti makna ikhlas yang bisa ditilik pada kesempatan ini.***

* Dimuat di Majalah PRABA (Tahun Ke 66-No. 21 NOVEMBER 1-2014; hlm: 30-31)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun