Buku adalah pengalaman yang personal. Setiap pembaca akan menemukan rasa yang berbeda pada cerita yang sama. Begitu pula saat saya membaca Southern Eclipse karya Asabell Audida. Judulnya langsung mengundang rasa penasaran. Seolah menjanjikan misteri dan romansa yang tak biasa.
Identitas Buku
- Judul: Southern Eclipse
- Penulis: Asabell Audida
- Penerbit: Grasindo
- Tahun Terbit: 2022
- Tebal: 326 halaman
- Jenis: Fiksi Remaja
Novel ini bercerita tentang Luna dan Ara, dua remaja yang terjalin dalam kisah romansa di Sulawesi Selatan. Perjalanan membacanya menghadirkan campuran antara rasa penasaran, kelelahan, sekaligus hiburan ringan yang mengalir.
Misteri Ara dan Dualitasnya
Sejak awal, misteri tentang kepribadian Ara yang terbagi menjadi "Ara siang" dan "Ara malam" menjadi premis utama. Penulis seolah mengajak pembaca menebak-nebak alasan di balik kepribadian ganda ini. Namun, eksekusinya terasa kurang meyakinkan. Twin trope yang dipakai tidak sepenuhnya solid, sehingga membuat beberapa adegan terasa tidak realistis.
Lebih jauh lagi, karakter Ara digambarkan sebagai "broken cool guy"---tokoh yang bisa disembuhkan hanya dengan cinta sejati. Pola ini sering ditemukan dalam teenfic, namun di sini terasa terlalu mengandalkan romantisasi tanpa memberi ruang pada realitas, misalnya perlunya pertolongan profesional dalam menghadapi masalah psikologis yang serius.
Romantisme, Misteri, dan Ekspektasi yang Terlalu Tinggi
Beberapa bagian terasa repetitif, khususnya percakapan yang ditulis panjang dalam bahasa Korea lalu diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Padahal, sedikit petunjuk di awal sudah cukup memberi nuansa budaya tanpa harus menjejali pembaca dengan dialog ganda yang tidak menambah substansi.
Dari segi latar, Southern Eclipse mengeksplorasi beberapa tempat di Sulawesi Selatan seperti Toraja, Rammang-Rammang, dan Trans Studio. Sayangnya, lokasi-lokasi ini hanya menjadi tempelan suasana untuk mendukung adegan, bukan bagian integral dari cerita. Padahal, dengan latar seindah itu, potensi untuk menghadirkan atmosfer yang lebih kuat sangat besar.
Pola penceritaan di awal hingga pertengahan terasa lambat dan mudah ditebak. Namun, menjelang akhir, cerita mulai mengalir lebih natural. Beberapa dugaan saya terpatahkan oleh keputusan penulis yang mengikuti logika cerita alih-alih memaksakan drama berlebihan---hal ini patut diapresiasi.