Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebut bahwa aksi demonstrasi Indonesia Gelap dan tagar viral #KaburAjaDulu didanai oleh koruptor memantik perdebatan sengit di ruang publik. "Ada pihak-pihak yang memanfaatkan momen ini, termasuk koruptor yang ingin membuat rakyat kehilangan kepercayaan pada negara," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat lalu.
Tuduhan itu langsung memicu reaksi keras, terutama dari kalangan masyarakat sipil, aktivis HAM, hingga pengamat politik. Banyak yang mempertanyakan: koruptor yang mana? Benarkah para penjarah uang rakyat itu tiba-tiba peduli mendanai gerakan protes yang sejatinya menuntut transparansi dan akuntabilitas negara? Atau tudingan ini justru cara membungkam suara-suara kritis?
Gerakan Organik yang Berakar dari Warga
Fakta di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Aksi Indonesia Gelap dan #KaburAjaDulu lahir dari keresahan organik masyarakat sipil.
Menurut riset terbaru ARC UI dan PolGov UGM (2025), mayoritas peserta aksi adalah anak muda, terutama pelajar kelas menengah, mahasiswa, dan pekerja urban. Mereka turun ke jalan karena gerah dengan berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada rakyat, mulai dari akses kesehatan, pendidikan, hingga isu lingkungan.
Aksi-aksi ini dikomandoi secara horizontal, tanpa tokoh sentral, dan berkembang melalui ajakan di media sosial. Mereka yang hadir adalah orang-orang biasa: pegawai swasta, pekerja agensi kreatif, mantan jurnalis, bahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diam-diam ikut menyuarakan aspirasi.
Komunitas seperti NCTzen Humanity---penggemar K-Pop---bahkan ikut terlibat dengan menyediakan ambulans dan logistik makanan untuk para demonstran. Sementara itu, kelompok Suara Ibu Indonesia menyumbang konsumsi demi memastikan aksi berlangsung damai dan tertib.
"Kalau gerakan ini dibiayai koruptor, kenapa banyak warga yang patungan logistik sendiri? Kita bahkan harus rogoh kocek pribadi untuk beli masker dan air mineral," ujar Laila, seorang pekerja kantoran yang ikut aksi di Jakarta.
Pernyataan yang Dinilai Tak Kredibel
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut tuduhan Prabowo tidak kredibel. "Ini tuduhan yang tidak bisa dibuktikan. Jika ada bukti, tunjukkan siapa koruptornya dan bagaimana mereka mendanai gerakan ini. Jangan sampai pernyataan seperti ini jadi alat untuk mendiskreditkan masyarakat sipil," tegasnya.
Menurutnya, framing seperti ini berbahaya karena bisa mematikan ruang demokrasi. Alih-alih mendengar aspirasi rakyat, pemerintah justru memilih untuk mencurigai warganya sendiri.
Rokok dan Gula Asing Boleh, Suara Rakyat Tidak?
Ironisnya, kritik juga muncul karena pemerintah di saat yang sama membuka pintu investasi asing untuk rumah sakit dan kampus elite, namun alergi dengan protes warga. Meme-meme sarkastik bermunculan di media sosial: "Kalau rumah sakit asing boleh, kenapa suara rakyat dibilang antek asing?"
Pernyataan Presiden yang menyebut gerakan ini sengaja memunculkan rasa pesimis juga menuai kritik. "Yang bikin rakyat pesimis justru ketika suara mereka tidak pernah didengar," tulis seorang pengguna X (Twitter).
Harus Apa Supaya Didengar?
Pertanyaan besar kemudian muncul: apa lagi yang harus dilakukan masyarakat supaya didengar pemerintah tanpa dicurigai terus-menerus?
Selama ini, para demonstran sudah:
- Menggelar aksi damai tanpa rusuh.
- Membawa logistik sendiri dan transparan soal dana.
- Menjaga ketertiban dengan relawan medis dan bantuan komunitas.
Namun, semua itu tidak cukup untuk menghapus kecurigaan. Pemerintah masih melihat gerakan seperti ini sebagai ancaman, alih-alih peluang dialog.
Warga Bergerak Bukan Karena Bayaran
Gerakan Indonesia Gelap dan #KaburAjaDulu bukanlah soal siapa yang membayar, tapi soal keresahan warga terhadap arah bangsa. Tuduhan adanya koruptor di balik demo justru terasa kontradiktif---mungkinkah mereka yang serakah mau "bagi-bagi" dana untuk memperjuangkan kepentingan rakyat?
Jika aspirasi warga terus-menerus dicurigai, lalu kapan ruang demokrasi bisa terwujud? Ataukah rakyat harus terus "kabur dulu" untuk menyelamatkan diri?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI