Mohon tunggu...
Aisyatul Fitriyah
Aisyatul Fitriyah Mohon Tunggu... -

mahasiswa ulul albab,berjiwa pancasila

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sweet Memoar Hayati

19 Juni 2015   20:55 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:38 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

            Jemari Ay mulai bergerak melepas ikatan pita yang yang menggulung karton yang aku berikan. Kemudian Ay menghampar karton di tangannya. Dalam karton itu aku membuat sketsa wajah Aya’ yang ranum. Dia mengenakan kerudung nan anggun, lengkap dengan senyum khasnya yang langka. Sungguh betapa kesulitan aku ketika menggambar senyum di wajahmu, Ay. Semalam suntuk aku tidur demi mengejar senyummu sebelum pudar dari ingatanku.

            “Sudah bisa menggambar nihh_” celetuknya padaku. Betapa malu aku Ay, karena kamu sudah faham aku tidak pandai menggambar. Dan kali ini aku berani memperlihatkannya padamu. “Nah, begitulah wajahmu kalau tersenyum, Hayati...!”

            “Terima kasih..”

            Aku mengangguk. Senyum Ay semakin melebar sempurna. Dia terlihat manis dengan gigi ginsulnya. Seandainya menjelma di mataku semalam, sungguh aku tak akan kesulitan mengabadikannya di sketsa itu. Lhaaa, kemudian Ay tertawa dengan tawa khasnya pula yang tak pernah aku dengarkan dari orang yang berbeda darinya. Suatu saat tawa dan senyum mahalmu itu akan aku rindukan.

# # #

            Ternyata itu adalah tawamu yang terakhir aku dengar darimu, Hayati. Setelah itu kita disibukkan dengan ujian di sekolah dan tak ada waktu bercanda lagi. Hingga lonceng perpisahan telah berbunyi. Padahal aku tak ingin mengetuk waktu kala itu. Sekarang Ay telah menghilang entah kemana. Ay. Aya’. Hayati, aku merindukan senyum dan tawa pada wajahmu yang ranum.

            Bagaimana kabarmu? Apa akhir dari keputusanmu Ay, antara menjadi Sastrawati atau menjadi Psikolog? Apakah kamu pilih salah satu dari keduanya, atau tidak sama sekali? Apakah kamu sudah menikah, Ay? Dengan siapa? Kapan dan tinggal dimana kamu sekarang? Pertanyaan pertanyaan ini belum terjawab menunggumu Ay.

            Semoga kamu selalu bahagia, Hayati. Seharusnya aku juga berbagi cerita denganmu tentang keluarga kecilku yang bahagia. Aku menikah dengan Syifa. Kebahagiaan kami semakin lengkap setelah kehadiran ‘Hayati’ kecil, buah dari cinta kasih kami. Naura Hayati. Cahaya Hidupku. Itulah nama peri kecilku yang menjadi pelita harapan hidup kami menelusuri zaman. Hayati, peri kecilku yang cantik mewarisi ibunya. Tetapi dia memiliki gigi ginsul seperti yang kamu punya, Ay. Ketika tersenyum, juga terlihat ranum seperti dirimu. Hayati_

            Tuhan mengabulkan ceramah yang kau katakana padaku waktu itu. Aku mengenganggapnya itu adalah kebiasaanmu yang cerewet. Namun, bukan. Ya, aku salah. Itu adalah doa tersirat yang diterima oleh Tuhan. Sekali lagi kau benar, Syifa adalah jodohku. Rupanya aku terlalu larut bernostalgia dengan kenangan bersamamu. Sampai aku rangsang telingaku tak merespon ketika istriku memanggil. Kemudian dia duduk bersejajar di sebelahku dan berkata,

            “Hamka, siapa gadis itu?”

            Syifa menatapku seperti tatapan Ay ketika memaksaku menjawab pertanyaannya. Aku khawatir bidadariku yang cantik ini akan marah. Aku terlalu sayang padanya, Syifa yang shalihah bidadari yang Tuhan hadiahkan padaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun