Mohon tunggu...
Aisyatul Fitriyah
Aisyatul Fitriyah Mohon Tunggu... -

mahasiswa ulul albab,berjiwa pancasila

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sweet Memoar Hayati

19 Juni 2015   20:55 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:38 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

# # #

            Aku melihat Aya’ berbincang dengan teman temannya di depan kelas mereka. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Ay belum tahu tentang luka yang menusuk tajam di ulu hatiku. Kali ini aku ingin berbagi cerita dengannya. “Ayaa’... Ay, Ay !!” panggilku.

            Aya’ menghentikan tawanya ketika mendengar panggilanku. Dia menghampiriku dengan buah senyum yang mengambang sempurna. Pipinya ada goresan lesung pipit yang cekung dan indah. Bersih, tak ada mendung yang menggantung di wajahnya. “Ada yang aku ceritakan padamu, Ay. bersediakah kamu menengarnya?”

            Aya’ mengangguk. Matanya menatapku tajam. Namun mata itu terlihat teduh dan mengayomi bathinku. Wajah Ay kali ini tampak manis dan penuh kasih. Naluri Ay tak keliru menafsiri hatiku yang sedang dilanda lara. Maafkan aku Ay. Selam ini aku menganggapmu cuek juga tidak peduli padaku. Ternyata kamu teman yang meneduhkan bagiku.

            “Mulailah apa yang akan kamu ceritakan padaku, Hamka” pintanya.

            “Syifa melepas benang merah yang pernah kami ikat bersama. Dia meninggalkanku, Ay” ucapku lirih, tak tega pada diriku sendiri.

            Kamu terlihat kaget mendenga apa yang aku ucapkan padamu. Dan aku tidak mengerti Ay, tiba tiba kamu memalingkan wajah. Matamu berubah nanar dan berair. Sebelum ini aku belum pernah meihatmu menangis. Aku tahu itu. Bahkan membayangkan dirimu menangis di hadapanku, aku tak pernah. Airmatamu semakin mengalir deras menganak sungai di pipimu. Bukankah aku yang sedang terluka, mengapa dirimu yang menangis, Ay..??

            Jika melihatmu menangis Ay, aku ingin mengulurkan tanganku untuk menghapus airmata itu. Tapi tenanglah Aya’ aku tidak akan melakukannya. Aku tahu jika aku lakukan, kamu akan marah padaku.

            “Mengapa menangis, Ay?”

            “Maafkan aku, Hamka” wajahmu menunduk semakin mendalam. “Aku rasa dia meninggalkanmu karena kehadiranku dalam hidupmu” dia terisak dalam tangisnya.

            Tentu saja aku tak dapat menjawab pertanyaanmu, Ay. Sementara matamu menatapku. Tolong Ay, jangan menatap seruncing itu padaku. Aku memejamkan mata, lari dari tatapan matamu karena tak sanggup melihat Kristal bening yang berloncatan dari matamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun