Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Tiongkok vs Korsel, Duel Baterai Rp129 Triliun di Bumi Nusantara

24 April 2025   12:20 Diperbarui: 25 April 2025   04:31 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Battery System Assembly (BSA), baterai mobil listrik yang diproduksi PT Hyundai Energy Indonesia (HEI)(Kompas.com/Donny)

Ketika Kesabaran Indonesia Mencapai Batas

Ketika sebuah negara memberikan kesempatan emas kepada investor asing untuk berpartisipasi dalam megaproyek strategis, tentu harapannya bukan hanya sekadar janji atau wacana. 

Sejak tahun 2020, Indonesia secara terbuka menyambut konsorsium Korea Selatan yang dipimpin LG Energy Solution (LGES) untuk membangun rantai pasok baterai kendaraan listrik, sebuah proyek dengan nilai investasi mencapai Rp129 triliun. 

Proyek ini tak main-main, karena menjadi tumpuan Indonesia dalam memasuki era energi hijau dan kendaraan listrik, serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.

Namun, selama lima tahun berjalannya negosiasi, progres yang ditunjukkan oleh LGES ternyata jauh dari ekspektasi. Tak ada groundbreaking, tak ada perjanjian final, dan tak ada kepastian investasi. Proses yang berlarut-larut ini pada akhirnya membuat pemerintah Indonesia harus mengambil sikap tegas. 

Negara tak boleh terus berada dalam posisi menunggu. Apalagi, kebutuhan pengembangan ekosistem kendaraan listrik saat ini menjadi semakin mendesak seiring meningkatnya kompetisi global di sektor teknologi hijau. Ketika negara-negara lain berpacu membangun gigafactory dan mempercepat produksi EV, Indonesia tak bisa berjalan lambat.

Akhirnya, keputusan untuk mengakhiri kerja sama dengan LGES melalui surat resmi yang dikirim pada 31 Januari 2025, adalah sinyal bahwa Indonesia bukan lagi tempat di mana investor bisa bersantai tanpa target. 

Ini juga menjadi pelajaran penting: dalam dunia investasi masa depan, kecepatan dan keseriusan lebih bernilai daripada nama besar. Di sinilah babak baru dimulai, di mana Indonesia tak segan untuk memilih mitra yang sejalan dengan visinya, bukan yang sekadar memenuhi etika diplomatik.

LGES: Korban Ketidakpastian Pasar, atau Kurang Serius?

LG Energy Solution, sebagai salah satu pemain besar global dalam industri baterai, sejatinya memiliki potensi dan pengalaman yang sangat memadai untuk membangun ekosistem EV di Indonesia. Namun, alih-alih bergerak cepat dan responsif, mereka justru mengambil sikap terlalu hati-hati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun