Ketika Kesabaran Indonesia Mencapai Batas
Ketika sebuah negara memberikan kesempatan emas kepada investor asing untuk berpartisipasi dalam megaproyek strategis, tentu harapannya bukan hanya sekadar janji atau wacana.Â
Sejak tahun 2020, Indonesia secara terbuka menyambut konsorsium Korea Selatan yang dipimpin LG Energy Solution (LGES) untuk membangun rantai pasok baterai kendaraan listrik, sebuah proyek dengan nilai investasi mencapai Rp129 triliun.Â
Proyek ini tak main-main, karena menjadi tumpuan Indonesia dalam memasuki era energi hijau dan kendaraan listrik, serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Namun, selama lima tahun berjalannya negosiasi, progres yang ditunjukkan oleh LGES ternyata jauh dari ekspektasi. Tak ada groundbreaking, tak ada perjanjian final, dan tak ada kepastian investasi. Proses yang berlarut-larut ini pada akhirnya membuat pemerintah Indonesia harus mengambil sikap tegas.Â
Negara tak boleh terus berada dalam posisi menunggu. Apalagi, kebutuhan pengembangan ekosistem kendaraan listrik saat ini menjadi semakin mendesak seiring meningkatnya kompetisi global di sektor teknologi hijau. Ketika negara-negara lain berpacu membangun gigafactory dan mempercepat produksi EV, Indonesia tak bisa berjalan lambat.
Akhirnya, keputusan untuk mengakhiri kerja sama dengan LGES melalui surat resmi yang dikirim pada 31 Januari 2025, adalah sinyal bahwa Indonesia bukan lagi tempat di mana investor bisa bersantai tanpa target.Â
Ini juga menjadi pelajaran penting: dalam dunia investasi masa depan, kecepatan dan keseriusan lebih bernilai daripada nama besar. Di sinilah babak baru dimulai, di mana Indonesia tak segan untuk memilih mitra yang sejalan dengan visinya, bukan yang sekadar memenuhi etika diplomatik.
LGES: Korban Ketidakpastian Pasar, atau Kurang Serius?
LG Energy Solution, sebagai salah satu pemain besar global dalam industri baterai, sejatinya memiliki potensi dan pengalaman yang sangat memadai untuk membangun ekosistem EV di Indonesia. Namun, alih-alih bergerak cepat dan responsif, mereka justru mengambil sikap terlalu hati-hati.Â