Ganti Menteri, Ganti Kebijakan? Â Prof Abe Bawa Angin Segar Pendidikan Lewat Deep Learning
Saat Angin Segar Datang dari Pergantian Menteri
Di Indonesia, perubahan kursi menteri sering kali berarti perubahan haluan kebijakan. Slogan tak resmi "ganti menteri, ganti kebijakan" telah mengakar dalam benak masyarakat, terutama dalam sektor pendidikan yang kerap menjadi ladang uji coba ide-ide besar nan belum matang. Kurikulum berganti dalam jeda singkat, konsep baru menggantikan konsep lama sebelum sempat benar-benar dipahami, dan dunia pendidikan pun berjalan tertatih dalam siklus adaptasi tak berkesudahan. Maka tak heran jika publik kerap menyambut menteri baru dengan skeptisisme. Namun kali ini, ketika Abdul Mu'ti, yang akrab disapa Prof Abe, yang ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, sentimen itu pelan-pelan berubah. Bukan karena ia datang dengan gebrakan bombastis, melainkan karena ia membawa kesederhanaan yang dalam dan tawaran paradigma yang segar: pembelajaran mendalam, atau yang ia sebut sebagai deep learning.
Prof Abe bukan tokoh baru dalam dunia pendidikan. Kiprahnya sebagai dosen, intelektual Muhammadiyah, dan pemikir pendidikan sudah teruji. Ia datang bukan sekadar membawa program, tetapi visi. Dan visinya terang: pendidikan Indonesia tak boleh lagi sekadar melahirkan lulusan yang pandai menghafal dan menjawab soal, tapi harus membentuk manusia yang utuh, yang berpikir kritis, mampu merefleksi, memahami makna, dan bertindak dengan integritas. Di tengah era kecerdasan buatan dan perubahan dunia kerja yang begitu cepat, pendekatan seperti itu bukan hanya penting, tapi mutlak dibutuhkan.
Membaca Ulang Pendidikan: Dari Superfisial ke Pembelajaran Mendalam
Selama bertahun-tahun, sistem pendidikan kita terlalu sibuk mengejar hasil, hingga lupa merawat proses. Sekolah menjadi arena mengejar nilai, bukan tempat merayakan makna. Ujian menjadi tujuan, bukan sarana. Siswa dibentuk menjadi mesin hafal, bukan manusia pembelajar. Inilah yang ingin diluruskan oleh Prof Abe lewat pendekatan deep learning. Ia ingin agar pendidikan Indonesia kembali ke akarnya: menumbuhkan pemahaman yang dalam, menyentuh nalar, dan menyalakan hati.
Deep learning yang dimaksud Prof Abe bukanlah soal teknologi canggih atau algoritma pembelajaran mesin, melainkan pendekatan pedagogis yang menekankan keterlibatan intelektual dan emosional siswa dalam proses belajar. Siswa diajak untuk menghubungkan konsep, memahami konteks, mengeksplorasi relevansi, dan merefleksi makna. Ia melampaui sekadar menjawab soal, deep learning adalah proses menjadi manusia yang berpikir dan merasa.
Prof Abe mendasarkan pendekatan ini pada tiga prinsip: mindful learning, belajar secara sadar dan utuh, meaningful learning, belajar dengan makna yang kontekstual, dan joyful learning, belajar dalam suasana yang menggembirakan. Ia bukan menolak standar, tetapi ingin agar pencapaian siswa bukan diukur dari nilai semata, melainkan dari kematangan berpikir dan kemampuannya menerapkan ilmu dalam kehidupan nyata.
Tantangan AI dan Dunia Kerja: Pendidikan Tak Bisa Lagi Biasa
Kehadiran AI bukan hanya soal kemajuan teknologi, tapi juga tentang redefinisi peran manusia. Di tengah dominasi mesin, manusia yang sekadar tahu akan tergantikan. Yang akan bertahan adalah mereka yang mampu menghubungkan, mencipta, dan memimpin. Di sinilah deep learning menjadi jawaban paling relevan untuk menyiapkan generasi masa depan. Bukan sekadar menyiapkan siswa untuk lulus, tetapi menyiapkan mereka untuk hidup.